Liputan6.com, Ankara - Total korban tewas gempa di Turki dan Suriah telah melampaui angka 5.000.
Wakil presiden Turki Fuat Oktay mengatakan bahwa jumlah korban tewas di negara itu akibat gempa sekarang mencapai 3.419. Itu membuat jumlah korban tewas resmi gabungan dari Turki dan Suriah menjadi 5.021.
Baca Juga
Dilansir Channel News Asia, Selasa (7/2/2022), beberapa faktor menyebabkan jumlah kematiannya begitu banyak. Ini termasuk waktu, lokasi, garis patahan yang relatif tenang dan lemahnya konstruksi bangunan, kata para ahli.
Advertisement
Salah satu alasan mengapa gempa tersebut menyebabkan kehancuran seperti itu adalah karena kekuatannya. Ini adalah gempa terkuat yang melanda Turki sejak 1939. Selain itu, gempa ini juga melanda wilayah berpenduduk.
"Alasan lain adalah bahwa gempa terjadi pada pukul 4.17 pagi, yang berarti bahwa orang-orang yang sedang tidur terperangkap dalam reruntuhan rumah mereka," kata Roger Musson, peneliti di British Geological Survey, kepada AFP.
Konstruksi bangunan juga tidak "benar-benar memadai untuk daerah yang rawan gempa besar", kata penulis buku The Million Death Quake itu.
Hal itu sebagian mungkin disebabkan oleh fakta bahwa garis patahan tempat gempa terjadi baru-baru ini relatif tenang.
Turki berada di salah satu zona gempa paling aktif di dunia. Sebuah gempa di sepanjang garis patahan Anatolia Utara di wilayah Turki utara Duzce menewaskan lebih dari 17.000 orang pada tahun 1999.
Tapi, gempa pada Senin kemarin terjadi di sisi lain negara itu, di sepanjang patahan Anatolia Timur.
Banyak yang Mengabaikan
Patahan Anatolia Timur tidak memiliki gempa bermagnitudo 7 selama lebih dari dua abad, yang bisa berarti orang "mengabaikan betapa berbahayanya" itu, kata Musson.
Karena sudah begitu lama sejak gempa besar terakhir, "cukup banyak energi" mungkin telah terkumpul, menurut teori Musson.
"Kekuatan gempa susulan pada hari Senin, termasuk gempa berkekuatan 7,5 skala Richter, mendukung teori ini," tambahnya.
Musson juga mengatakan bahwa gempa ini mirip dengan gempa berkekuatan 7,4 di daerah yang sama pada 13 Agustus 1822.
"Itu menyebabkan kerusakan yang sangat besar, seluruh kota hancur, dan korban jiwa mencapai puluhan ribu," katanya.
Gempa susulan dari gempa itu terus bergemuruh hingga Juni tahun berikutnya.
Advertisement
Bangunan Tak Kuat Gempa
Carmen Solana, ahli vulkanologi di Universitas Portsmouth Inggris, mengatakan karena gempa bumi tidak dapat diprediksi, bangunan tahan gempa sangat penting di daerah yang terkena dampak.
"Sayangnya, infrastruktur yang resisten tidak merata di Türkiye Selatan dan khususnya Suriah," tambahnya.
Menanggapi gempa bumi tahun 1999, pemerintah Türkiye mengesahkan undang-undang pada tahun 2004 yang mewajibkan semua konstruksi baru memenuhi standar tahan gempa modern.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadikan konstruksi yang kuat sebagai prioritas politik setelah gempa lain melanda pantai Aegean pada tahun 2020, hingga menewaskan 114 orang.
Joanna Faure Walker, kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana University College London, meminta Türkiye untuk memeriksa apakah undang-undang tersebut telah dipatuhi sehubungan dengan bencana terbaru.
Dia juga mendesak Türkiye untuk meninjau apakah ada kemungkinan untuk meningkatkan keamanan bangunan tua.