Prancis Larang Penggunaan Abaya di Sekolah

Prancis telah lebih dulu melarang penggunaan atribut keagamaan di sekolah termasuk jilbab. Namun, saat itu, abaya masih berada pada area abu-abu.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 03 Sep 2023, 14:05 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2023, 14:03 WIB
Wanita Berburqa
Wanita mengenakan burqa menyeberang jalan saat mereka berjalan menuju taksi di Kabul, Afghanistan, 31 Juli 2021. (SAJAD HUSSAIN/AFP)

Liputan6.com, Paris - Otoritas Prancis resmi melarang menggunaan abaya, yang kerap digunakan perempuan muslim, di sekolah. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal, dengan alasan bahwa pakaian tersebut melanggar hukum sekuler di bidang pendidikan. 

"Tidak mungkin lagi mengenakan abaya di sekolah," kata Attal, seraya menambahkan bahwa ia akan memberikan aturan berpakaian ke sekolah yang jelas menjelang dimulainya tahun ajaran baru. 

"Sekularisme berarti kebebasan untuk membebaskan diri melalui sekolah," tambah Attal. "Masuk ke dalam kelas, seharusnya tidak bisa mengidentifikasi agama siswa hanya dengan melihatnya."

Langkah ini diterapkan setelah adanya perdebatan selama berbulan-bulan, soal penggunaan abaya di sekolah-sekolah di Prancis.

Dilansir CNA, Senin (28/8/2023), undang-undang yang dikeluarkan pada Maret 2004 melarang penggunaan tanda atau pakaian yang membuat siswa menunjukkan afiliasi agama tertentu di sekolah. Itu termasuk salib besar, kippa Yahudi, dan jilbab.

Tidak seperti jilbab, abaya – pakaian panjang dan longgar – berada di wilayah abu-abu dan hingga saat ini belum ada larangan langsung. Namun, Kementerian Pendidikan Prancis telah mengeluarkan surat edaran mengenai masalah ini pada November 2022.

Pernyataan tersebut menggambarkan abaya sebagai jenis pakaian yang dapat dilarang jika dikenakan secara terbuka untuk menunjukkan afiliasi agama. 

Tuai Pro-Kontra

Wanita Afghanistan
Wanita Afghanistan menggelar protes untuk hak-hak mereka di salon kecantikan di daerah Shahr-e-Naw Kabul pada 19 Juli 2023. (AFP Photo)

Salah satu pemimpin serikat pekerja, Bruno Bobkiewicz, menyambut baik keputusan Attal. 

"Instruksinya tidak jelas, sekarang sudah jelas dan kami menyambutnya," kata Bobkiewicz, sekretaris jenderal NPDEN-UNSA, yang mewakili para kepala sekolah.

Eric Ciotto, ketua partai oposisi sayap kanan Partai Republik, juga menyambut baik berita tersebut.

"Kami beberapa kali menyerukan pelarangan abaya di sekolah kami," katanya.

Respons sebaliknya disuarakan Clementine Autain dari partai oposisi sayap kiri France Unbowed. Dia mengecam aturan tersebut. 

"Pengumuman Attal itu tidak konstitusional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar nilai-nilai sekuler Prancis," ujarnya. 

Menurutnya, ini merupakan gejala penolakan obsesif pemerintah terhadap umat Islam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya