Liputan6.com, Sarikamish - Pada Desember 1914, pertempuran berdarah terjadi antara Kekaisaran Rusia dan Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) di Sarikamish. Konflik pecah karena pemimpin Kesultanan Utsmaniyah, Enver Pasha, ingin memukul mundur invasi Rusia.
Rangkaian pertempuran antara Rusia dan Turki dikenang sejarah sebagai Kampanye Kaukasus.
Baca Juga
Kekaisaran Rusia dipimpin oleh para jenderal veteran seperti Illarion Vorontsov-Dashkov dan Nikolai Yudenich, sementara Utsmaniyah dipimpin oleh tokoh muda seperti Enver Pasha.
Advertisement
Menurut Britannica, kekalahan di Sarikamish merupakan kekalahan terparah bagi Kesultanan Utsmaniyah. Faktor-faktor utama yang memicu kekalahan adalah kepemimpinan yang buruk dan kondisi yang parah.
Pertempuran berakhir pada 17 Januari 1915. Jumlah korban tewas dari sisi Kesultanan Utsmaniyah mencapai lebih dari 60 ribu orang, termasuk yang tewas karena cuaca buruk.
Angka tewas dari pihak Utsmaniyah cukup bervariasi. Wikipedia mencatat korban tewas antara 60 ribu hingga 78 ribu orang. Situs World War I Today mencatat estimasi antara 30 ribu hingga 90 ribu korban dari pihak Turki.
Masalah musim dingin ternyata jadi perdebatan di pasukan Tentara Ketiga (Third Army) Turki. Situs World Today menyebut ada komandan menolak rute serangan musim dingin dari Enver. Pasalnya, tentara tidak punya pakaian musim dingin yang cukup. Para Tentara Ketiga juga belum terlatih untuk kampanye di daerah pegunungan.
Enver memecat komandan tersebut. Kekhawatiran komandan yang dipecat itu menjadi kenyataan karena puluhan ribu tentara Turki dilaporkan meninggal akibat cuaca dingin.
Genosida Armenia
Pertempuran di Sarikamish memiliki implikasi yang kelam dalam sejarah Turki. Bukan hanya karena korban jiwa, melainkan rakyat Armenia menjadi kambing hitam.
Saat pertempuran terjadi, tentara Armenia ada yang berada di pihak Rusia. Sikap anti-Armenia lantas mencuat di Turki.
Britannica menyebut Armenia melakukan pengkhianatan. Para prajurit Armenia yang berada di pihak Turki lantas dilucuti untuk dijadikan pekerja, setelahnya mereka dibunuhi oleh pasukan Kesultanan Utsmaniyah.
Tumpah darah tak berhenti di militer, rakyat sipil Armenia di desa-desa juga dibunuh secara massal, yakni mereka yang berada di perbatasan Rusia.
Deportasi rakyat Armenia juga dilakukan Kesultanan Utmaniyah. Rakyat secara paksa disuruh berjalan di lembah dan pegunungan menuju kamps konsentrasi. Sepanjang perjalanan, aksi pembunuhan juga dilakukan oleh pasukan Utsmani, beserta warga Kurdi dan Sirkasia.
Warga Armenia yang selamat tiba di Suriah dengan kondisi memprihatinkan. Korban jiwa setidaknya mencapai antara 600 ribu hingga lebih dari 1 juta orang.
Hingga kini, Genosida Armenia masih menjadi topik yang sensitif antara Armenia dan Turki.
Advertisement