Liputan6.com, Gaza - Lebih dari 100 warga Palestina tewas dan sekitar 700 lainnya terluka setelah pasukan Israel menembaki ratusan orang yang menunggu bantuan makanan di barat daya Kota Gaza. Demikian disampaikan para pejabat kesehatan Jalur Gaza ketika daerah kantong yang terkepung itu menghadapi krisis kelaparan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Otoritas kesehatan Jalur Gaza pada Kamis (29/2/2024), seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (1/3) mengonfirmasi sedikitnya 112 orang tewas dan lebih dari 750 orang terluka. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Palestina mengutuk peristiwa itu sebagai pembantaian berdarah dingin.
Baca Juga
Serangan itu, ungkap Kemlu Palestina, adalah bagian dari perang genosida Israel yang sedang berlangsung. Mereka menyerukan komunitas internasional untuk segera melakukan intervensi mewujudkan gencatan senjata sebagai satu-satunya cara untuk melindungi warga sipil.
Advertisement
The Ministry of Foreign Affairs and Expatriates// Condemns the massacre in the Nablsi Square in Gaza and calls for an immediate ceasefire as the sole means to protect civilians.#Gaza_under_attack#CeasefireNow#Palestine#Israeliwarcrimes pic.twitter.com/AaoEtAofMC
— State of Palestine - MFA 🇵🇸🇵🇸 (@pmofa) February 29, 2024
Orang-orang berkumpul di Jalan al-Rashid, di mana truk-truk bantuan yang membawa tepung diyakini sedang dalam perjalanan. Rekaman yang diverifikasi Al Jazeera menunjukkan puluhan jenazah warga Palestina yang tewas dan terluka dibawa ke truk karena tidak ada ambulans yang bisa mencapai daerah tersebut.
"Kami pergi mencari tepung. Tentara Israel menembaki kami. Ada banyak martir di lapangan dan sampai saat ini kami sedang mengevakuasi mereka. Tidak ada pertolongan pertama," kata salah satu saksi.
Melaporkan dari tempat kejadian, Ismail al-Ghoul dari Al Jazeera menuturkan bahwa setelah melepaskan tembakan, tank-tank Israel maju dan menabrak banyak korban tewas dan terluka.
"Ini adalah pembantaian, selain kelaparan yang mengancam warga di Gaza," jelas al-Ghoul.
"Korban tewas dan terluka telah dibawa ke empat pusat kesehatan, yakni Rumah Sakit al-Shifa, Kamal Adwan, Ahli, dan Rumah Sakit Yordania. Ambulans tidak dapat mencapai daerah itu karena jalanan hancur total. Jumlahnya (korban jiwa) akan meningkat. Rumah sakit tidak mampu lagi menampung pasien dalam jumlah besar karena kekurangan bahan bakar apalagi obat-obatan. Rumah sakit juga kehabisan darah."
Melaporkan dari Yerusalem Timur yang diduduki, Bernard Smith dari Al Jazeera mengungkapkan militer Israel pada awalnya berupaya mengarang cerita dengan menyalahkan massa atas serangan keji tersebut. Mereka mengklaim puluhan orang terluka akibat tertimpa dan terinjak-injak ketika truk bantuan tiba.
"Dan kemudian, setelah beberapa orang mendorong, Israel melanjutkan dengan mengatakan pasukan mereka merasa terancam, ratusan orang mendekati pasukan mereka dengan cara yang menimbulkan ancaman bagi mereka, sehingga mereka merespons dengan melepaskan tembakan," tambah Smith.
AS Menanti Jawaban Israel
Amerika Serikat (AS) mengaku telah meminta Israel memberikan jawaban dan memastikan pengiriman bantuan yang aman ke Gaza.
"Kami telah menghubungi pemerintah Israel sejak pagi tadi dan memahami bahwa penyelidikan sedang dilakukan. Kami akan memantau penyelidikan itu dengan cermat dan mendesak untuk mendapatkan jawaban," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller.
Sementara itu, seorang pria Palestina mengatakan kepada Quds News Network bahwa serangan militer Israel itu adalah sebuah kejahatan.
"Saya sudah menunggu sejak kemarin. Sekitar pukul 04.30 pagi ini, truk mulai lewat. Begitu kami mendekati truk bantuan, tank dan pesawat tempur Israel mulai menembaki kami, seolah-olah itu adalah jebakan," ujarnya.
"Kepada negara-negara Arab saya katakan, jika Anda ingin kami terbunuh, mengapa Anda mengirimkan bantuan? Jika ini terus berlanjut, kami tidak ingin ada bantuan sama sekali. Setiap konvoi yang datang berarti pembantaian lagi."
Jadallah al-Shafei, kepala departemen perawat di Rumah Sakit al-Shifa, menuturkan situasinya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dia menambahkan bahwa rumah sakit dibanjiri dengan puluhan mayat dan ratusan orang terluka.
"Mayoritas korban mengalami luka tembak dan pecahan peluru di kepala dan tubuh bagian atas. Mereka terkena tembakan artileri langsung, rudal drone, dan tembakan senjata," tuturnya kepada Al Jazeera.
Penembakan massal ini merupakan contoh terbaru serangan sistematis terhadap orang-orang kelaparan yang sedang menunggu sisa makanan.
"Selama beberapa hari terakhir, warga Palestina yang berkumpul dalam kelompok besar menunggu truk bantuan di Jalan Salah al-Din dekat Kota Gaza ditembak oleh pasukan Israel," kata Hani Mahmoud dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Rafah, wilayah paling selatan di Jalur Gaza.
"Baru-baru ini, sebuah truk yang seharusnya mengantarkan bantuan kepada masyarakat di Gaza secara tragis berubah menjadi truk yang menyebabkan mereka terluka dan tewas."
Lembaga-lembaga bantuan tidak dapat mengirimkan pasokan ke Gaza Utara sejak 23 Januari. Karena itu, banyak warga Jalur Gaza yang menempuh perjalanan jauh ke arah selatan dengan berjalan kaki.
Advertisement
Bencana Buatan Manusia
Pada Rabu (28/2), Wakil direktur eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) Carl Skau mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa lebih dari 500.000 atau satu dari empat orang di Jalur Gaza berisiko mengalami kelaparan dan satu dari setiap enam anak di bawah usia dua tahun mengalami kekurangan gizi akut.
"Risiko kelaparan dipicu oleh ketidakmampuan untuk membawa pasokan makanan penting ke Gaza dalam jumlah yang cukup dan kondisi operasi yang hampir tidak mungkin dihadapi oleh staf kami di lapangan," ungkap Skau.
Dia menggambarkan kondisi berbahaya bagi truk WFP yang mencoba membawa makanan ke wilayah Gaza Utara awal bulan ini.
"Ada penundaan di pos pemeriksaan; mereka menghadapi tembakan dan kekerasan lainnya; makanan dijarah sepanjang jalan; dan di tempat tujuan, mereka dikepung oleh orang-orang yang sangat kelaparan," ujar Skau.
Badan-badan bantuan mengklaim bahwa Israel telah menunda pengiriman bantuan. Israel membantah tuduhan itu. Mereka menyerahkan laporan ke Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai langkah-langkah yang mereka klaim diambil untuk menghindari penderitaan di Jalur Gaza.
Kepala UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini menyampaikan pada Minggu (25/2) via media sosial bahwa seruan untuk mengizinkan distribusi makanan di Jalur Gaza di tengah permusuhan yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas telah ditolak atau tidak didengarkan.
Peringatan terhadap bencana kelaparan, kata pejabat PBB tersebut, berubah menjadi bencana buatan manusia.
Israel melancarkan serangan mematikan ke Jalur Gaza menyusul serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023. Lebih dari 30.000 orang dilaporkan tewas hingga saat ini, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.