Liputan6.com, Jakarta - Seperti bintang pada umumnya, matahari akan kehabisan energi dan mencapai akhir hayatnya. Menariknya, para ilmuwan memperkirakan proses kematian matahari akan berlangsung dalam beberapa tahan dramatis.
Dikutip dari laman Science Alert pada Senin (18/03/2024), para ahli saat ini menyebut usia matahari sekitar 4,6 miliar tahun. Matahari diprediksi akan mati dalam waktu sekitar 10 miliar tahun lagi.
Namun, 5 miliar tahun sebelum mati matahari tidak akan tampak seperti tampilan hari ini. Ia akan berubah berubah menjadi bintang raksasa berwarna kemerahan.
Advertisement
Inti matahari akan menyusut, namun lapisan luar akan meluas sampai ke orbit Mars dan menelan Bumi. Berikut hal yang terjadi jelang kematian matahari.
Baca Juga
1. Matahari akan Membengkak
Para ahli menyebut Matahari akan mati ketika bintang itu kehabisan hidrogen. Ketika hidrogen habis, Matahari akan menjadi nebula atau letupan gas dan debu cahaya yang mengisi ruang angkasa.
Nebula sendiri adalah sisa-sisa bintang yang telah mati. Tanpa kandungan hidrogen, inti Matahari disebut mulai berkontraksi.
Sementara itu, gaya gravitasi mulai mengambil alih inti Matahari, sehingga bintang itu hanya akan menjadi kumparan raksasa merah dan mati. Perlahan Matahari akan mati perlahan menjadi katai putih.
Matahari butuh tumbuh dua kali dari sekarang. Apabila pertumbuhan itu terjadi, Matahari artinya berhasil bertahan dari transformasi kematian Matahari.
Bintang terbesar itu akan terselamatkan 5 miliar tahun ke depan. Hal ini berdasarkan penelitian yang diterbitkan jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.
Lewat penelitian ini para tim astronom menghitung bagaimana intensitas Matahari berevolusi selama 5 miliar tahun ke depan ketika kehabisan energi hidrogen. Para peneliti menyebut kini Matahari dalam siklus stabil.
Beberapa penelitian terdahulu juga menemukan agar bintang yang akan mati bisa menjadi agar nebula. Maka bintang akan membengkak berukuran dua kali lebih besar dari sebelumnya.
Menyusut
2. Matahari akan Menyusut Menjadi Katai Putih dan Nebula
Studi pada 2018 menggunakan pemodelan komputer menyebut 90 persen bintang setelah membengkak jadi raksasa merah lantas menyusut jadi katai putih dan berakhir sebagai nebula planet.
Menurut astrofisikawan Albert Zijlstra dari University of Manchester di Inggris, ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu. Kemudian akan muncul sebagai selubung ke luar angkasa.
Selubung itu bisa mencapai setengah massa bintang. Hal ini terjadi karena inti bintang kehabisan bahan bakar, kehilangan cahaya dan mati.
3. Manusia Tak Akan Lihat Akhir Hidup Matahari di Bumi
Menurut para peneliti ketika ajal Matahari sudah dekat, manusia sudah tidak ada di Bumi. Sebab, umat manusia hanya memiliki sisa sekitar 1 miliar tahun untuk hidup di Bumi.
Bumi jadi tempat yang makin tak nyaman dihuni imbas peningkatan kecerahan Matahari sekitar 10 persen setiap 1 miliar tahun. Peningkatan kecerahan berkala ini akan mengakhiri banyak kehidupan di Bumi.
Lautan akan menguap dan permukaan Bumi akan menjadi terlalu panas untuk membentuk air.
Advertisement
Makan Planet
4. Matahari Akan Makan Planet
Para tim astronom tidak menduga bahwa Matahari di masa depan dapat merusak pelindung medan magnet planet-planet yang disekitarnya. Dikutip dari laman Live Science pada Senin (18/03/2024), angin Matahari mengikir atmosfer Mars setiap tahunnya.
Hal ini terjadi karena planet Mars tidak memiliki lapisan atmosfer seperti Bumi. Namun, ada kemungkinan angin Matahari akan mengikis atmosfer Bumi jika ukurannya bertambah besar menjelang kematiannya.
5. Muncul Kehidupan Baru
Beberapa astronom berpikir dari punahnya Matahari justru akan menimbulkan kehidupan baru di planet-planet sekitar Matahari seperti Merkurius, Venus, Mars dan Bumi sekali pun. Selain menjadi pengingat kehidupan di Bumi akan kiamat, penelitian ini berimplikasi pada pencarian kehidupan di luar bumi.
Hal itu menandakan sangat tidak mungkin bahwa kehidupan di planet dapat bertahan dari kematian Matahari. Akhir hidup Matahari adalah peristiwa kosmik yang monumental dan tak terelakkan.
Meskipun masih miliaran tahun lagi, memahami proses ini membantu kita menghargai kehidupan di Bumi dan mendorong eksplorasi ruang angkasa untuk mencari tempat tinggal baru bagi umat manusia.
(Tifani)