Liputan6.com, Jakarta - Salah satu efek menarik yang terjadi pada astronaut adalah penuaan yang lebih lambat dibandingkan manusia Bumi. Fenomena ini mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah, namun kenyataannya telah dibuktikan secara ilmiah.
Alasan di balik usia astronaut lebih lambat daripada manusia di Bumi adalah adanya teori relativitas ruang dan waktu. Waktu itu relatif dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Melansir laman Britannica pada Jumat (17/05/2024), teori relativitas waktu adalah konsep dilatasi waktu yang berakar pada teori relativitas Albert Einstein. Teori tersebut menyatakan bahwa ruang dan waktu saling berkaitan.
Advertisement
Baca Juga
Hubungan ruang dan waktu ini bisa digambarkan oleh pembengkokan struktur ruang waktu. Hal ini menyebabkan waktu berlalu dengan kecepatan berbeda tergantung pada kekuatan medan gravitasi.
Menurut Einstein, waktu berjalan lebih lambat ketika seseorang bergerak semakin cepat. Ketika ahli sains meluncurkan jam atomik ke dalam orbit, dan memantau jam yang sama pula di Bumi, ia kembali berjalan di belakang jam bumi.
Efek dari relativitas ini, mengakibatkan waktu menjadi lebih lambat untuk objek yang mendekati inti Bumi. Fenomena ini disebabkan kekuatan gravitasi lebih besar.
Di luar angkasa, gaya gravitasi lebih lemah dari bumi dan waktu berjalan lebih lambat bagi astronaut. Komplikasi terjadi ketika pelebaran waktu gravitasi dan pelebaran waktu kecepatan relatif terjadi secara bersamaan.
Di luar angkasa, massa yang jauh berbeda dari bumi memiliki tarikan gravitasi yang lemah dan waktu yang bergerak sedikit lebih cepat. Walaupun menimbulkan efek yang kecil, ini menegaskan bahwa astronaut yang berada di orbit mengalami waktu dengan sedikit perbedaan kecepatan dibandingkan dengan yang berada di permukaan planet.
Â
0.005 Detik Lebih Muda
Dikutip dari laman European Space Agency (ESA) pada Jumat (17/05/2024), para astronaut memiliki usia 0.005 detik lebih muda dibanding manusia di Bumi, setelah enam bulan berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Meski sangat kecil, perbedaan ini cukup signifikan karena memberikan bukti nyata mengenai efek relativistik yang diprediksi Einstein.
Saat manusia berupaya mengeksplorasi ruang angkasa lebih dalam, efek pelebaran atau dilatasi waktu akan menjadi semakin relevan. Teori ini membuat para ahli harus mempertimbangkan dampak relativistik terhadap waktu dan penuaan saat misi yang jauh.
Kembalinya astronaut ke Bumi dalam usia yang jauh lebih muda dibandingkan rekan-rekan mereka yang tetap tinggal di Bumi, bukan lagi fiksi ilmiah. Namun, sebuah kemungkinan masa depan yang harus direncanakan dalam perjalanan ruang angkasa jangka panjang.
Sayangnya, astronaut hanya tampak lebih muda dalam hitungan. Secara fisiologis, astronaut akan tampak lebih tua dibanding manusia di Bumi dalam usia yang sama.
Dikutip dari Stemaid Institute, Jumat (17/05/2024), Rapid Aging Microgravity Protocol (RAMP) telah menjelaskan bagaimana perjalanan ruang angkasa dapat mempercepat proses penuaan hingga 30 kali lipat. Hal ini ditambah dengan tidak adanya gravitasi yang mirip dengan bumi mendorong penurunan kekuatan dan kepadatan tulang.
Di ruang angkasa pun kualitas dan durasi tidur menyebabkan gangguan kognitif dan fisik. Efek perjalanan ruang angkasa menjadi tantangan besar bagi astronaut selama misi jangka panjang di luar angkasa.
(Tifani)
Advertisement