Liputan6.com, Seoul - Otoritas Korea Selatan kembali melarang sejumlah pejabat tinggi untuk bepergian ke luar negeri pada Selasa (10/12/2024), sebut laporan kantor berita Yonhap, setelah upaya Presiden Yoon Suk Yeol dalam memberlakukan undang-undang darurat militer gagal.
Sehari setelah Yoon Suk Yeol dikenakan larangan bepergian, partainya mulai menyusun "peta jalan pengunduran diri" yang kabarnya bisa membuatnya mundur pada Februari atau Maret, sebelum pemilu baru dilaksanakan.
Baca Juga
Sepekan lalu, Yoon Suk Yeol mengumumkan pemberlakuan darurat militer—menangguhkan pemerintahan sipil dan mengerahkan pasukan khusus serta helikopter ke parlemen. Namun, langkah tersebut mendapat perlawanan keras dari anggota parlemen yang memaksanya untuk membatalkan keputusan tersebut.
Advertisement
Saat ini, penyelidik tengah menyelidiki presiden dan sejumlah sekutunya —banyak di antaranya berasal dari sekolah yang sama— atas dugaan pemberontakan terkait serangkaian peristiwa yang luar biasa ini.
Pada hari Selasa, menurut kantor berita Yonhap, Kepala Kepolisian Nasional Korea Cho Ji Ho bersama dua pejabat tinggi kepolisian lainnya, menjadi yang terbaru yang dilarang bepergian ke luar negeri.
Pejabat lainnya yang juga dilarang bepergian adalah mantan menteri pertahanan dan dalam negeri, Komandan Darurat Militer Jenderal Park An-su, serta Komandan Kontraintelijen Pertahanan Yeo In Hyung.
Mantan Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun ditahan pada hari Minggu dan pada Senin (9/12) malam, jaksa mengajukan surat perintah penahanan secara resmi terhadapnya. Tuduhan atas Kim Yong Hyun termasuk "terlibat dalam tugas penting selama pemberontakan" dan "penyalahgunaan wewenang untuk menghalangi pelaksanaan hak-hak".
Pengadilan Seoul akan menggelar sidang pada Selasa untuk memutuskan apakah surat perintah penahanan terhadap Kim Yong Hyun akan diterbitkan. Ini akan menjadi keputusan pengadilan pertama yang terkait dengan kekacauan akibat undang-undang darurat militer tersebut.
Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui pengacaranya, Kim Yong Hyun menyatakan penyesalan yang mendalam dan mengatakan, "Segala tanggung jawab atas situasi ini sepenuhnya ada pada saya." Dia juga "sangat meminta maaf" kepada rakyat Korea Selatan dan menjelaskan bahwa bawahannya "hanya mengikuti perintah saya dan melaksanakan tugas yang diberikan".
Pemberontakan Kedua
Yoon Suk Yeol berhasil lolos dari upaya pemakzulan di parlemen pada hari Sabtu (7/12) setelah puluhan ribu orang berani menghadapi suhu dingin untuk menuntut pengunduran dirinya.
Pada hari Senin, kelompok masyarakat sipil mengadakan lebih banyak acara peringatan dengan lilin di berbagai daerah di seluruh negeri, termasuk ribuan orang yang berkumpul di luar parlemen di Seoul.
Gerakan tersebut gagal setelah anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) milik Yoon Suk Yeol keluar dari parlemen, menghalangi tercapainya mayoritas dua pertiga yang diperlukan.
PPP mengatakan sebagai gantinya, Yoon Suk Yeol yang berusia 63 tahun telah setuju untuk menyerahkan kekuasaan kepada perdana menteri dan ketua partai, yang membuat oposisi menuduhnya melakukan "pemberontakan kedua".
Media lokal melaporkan pada hari Selasa bahwa PPP akan segera mengumumkan "peta jalan pengunduran diri" untuk menghindari pemakzulan baru, yang ingin diajukan oposisi pada hari Sabtu (14/12).
Tim kerja partai juga dilaporkan sedang mempertimbangkan dua opsi, termasuk Yoon Suk Yeol mundur pada Februari dengan pemilu pada April atau mundur pada Maret dengan pemilu pada Mei.
Advertisement