Menteri Ekonomi Iran Dimakzulkan Imbas Inflasi Terus Meningkat

Ketua parlemen konservatif Mohammad Bagher Ghalibaf mengumumkan pemakzulan menteri ekonomi Iran tersebut pada hari Minggu ((2/3), hanya enam bulan setelah pemerintahan moderat Presiden Masoud Pezeshkian menjabat.

oleh Tanti Yulianingsih Diperbarui 03 Mar 2025, 13:01 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2025, 13:01 WIB
Menteri Keuangan Iran Abdolnaser Hemmati dimakzulkan dari jabatannya. (AFP)
Menteri Keuangan Iran Abdolnaser Hemmati dimakzulkan dari jabatannya. (AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Teheran - Menteri ekonomi Iran Abdolnaser Hemmati dicopot dari jabatannya setelah 182 dari 273 anggota parlemen memberikan suara menentangnya, di tengah meluasnya ketidakpuasan publik akibat meningkatnya biaya hidup.

Ketua parlemen konservatif Mohammad Bagher Ghalibaf mengumumkan pemakzulan Abdolnaser Hemmati pada hari Minggu ((2/3), hanya enam bulan setelah pemerintahan moderat Presiden Masoud Pezeshkian menjabat.

Menteri ekonomi Iran dimakzulkan setelah parlemen memilih untuk memecatnya di tengah meningkatnya inflasi dan jatuhnya mata uang.

Pada tahun 2015, rial Iran bernilai 32.000 terhadap dolar Amerika Serikat, tetapi pada saat Pezeshkian menjabat pada bulan Juli, nilai tersebut telah anjlok menjadi sekitar 600.000 terhadap dolar di pasar terbuka.

Dengan meningkatnya ketegangan regional baru-baru ini, nilai tukar rial semakin jatuh, diperdagangkan di toko-toko valuta asing Teheran dan di jalan-jalannya dengan harga sekitar 950.000 rial per dolar. Devaluasi rial telah menyebabkan ketidakpuasan publik yang meluas karena meningkatnya biaya hidup dan meningkatnya inflasi menjelang Tahun Baru Nowruz bulan ini.

Pezeshkian, yang hadir dalam sidang Majelis Permusyawaratan Islam pada hari Minggu (2/3), membela Hemmati, mantan gubernur bank sentral dan kandidat presiden. Ia mengatakan kepada para anggota parlemen: "Kita sedang berada dalam perang [ekonomi] skala penuh dengan musuh. … Kita harus mengambil formasi perang."

"Permasalahan ekonomi masyarakat saat ini tidak hanya dialami oleh satu orang saja, dan kita tidak bisa menyalahkan semua kepada satu orang saja,” imbuhnya.

Selama proses pemakzulan, Mohammad Qasim Osmani, seorang anggota parlemen yang mendukung Hemmati, berpendapat bahwa meningkatnya inflasi dan nilai tukar bukanlah kesalahan pemerintah saat ini. Ia menunjuk pada defisit anggaran yang ditinggalkan oleh pemerintahan Presiden garis keras Ebrahim Raisi, yang menurutnya berkontribusi terhadap ketidakstabilan ekonomi.

 

Pukulan Besar Pertama bagi Pemerintahan Presiden Baru Iran

Presiden Iran terpilih Masoud Pezeshkian menyapa pendukungnya di luar Kota Teheran, Iran, pada 6 Juli 2024. (Foto: AP/Vahid Salemi)
Presiden Iran terpilih Masoud Pezeshkian menyapa pendukungnya di luar Kota Teheran, Iran, pada 6 Juli 2024. (Foto: AP/Vahid Salemi)... Selengkapnya

Anggota parlemen garis keras, yang telah menyerang tim Presiden Pezeshkian sejak pemerintahan barunya menjabat, berpendapat bahwa Hemmati berperan penting dalam ketidakstabilan ekonomi Iran dan dapat menjadi "berbahaya" bagi negara tersebut jika dibiarkan tetap menjabat.

Hosseinali Hajidaligani, seorang anggota parlemen garis keras yang sudah lama menjabat, menuduh menteri tersebut secara sengaja mendevaluasi mata uang nasional untuk mengisi kas pemerintah dengan keuntungan tak terduga jangka pendek yang akan menutupi defisit anggaran dengan biaya merugikan perekonomian dan masyarakat Iran pada umumnya.

Hemmati menolak tuduhan tersebut dan menunjuk pada pengurangan inflasi sebesar 10 poin persentase. Ia mengakui inflasi masih tetap tinggi, yakni sebesar 35 persen. Ia mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa timnya sedang bekerja keras untuk mengatasi masalah tersebut tetapi memperingatkan bahwa prosesnya akan memakan waktu.

Hemmati menekankan bahwa kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara besar dunia, yang ditinggalkan secara sepihak oleh Presiden AS Donald Trump pada tahun 2018, kini berada pada titik yang kritis. Negara-negara Barat yang menjadi pihak dalam kesepakatan ini hanya memiliki waktu hingga bulan Oktober untuk mengaktifkan mekanisme "snapback", yang dapat mengembalikan semua sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran.

Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei menekankan bahwa Teheran tidak akan bernegosiasi di bawah kebijakan "tekanan maksimum" dari para petinggi Washington. Sementara Pezeshkian mengatakan kepada parlemen pada hari Minggu (2/3) bahwa ia ingin bernegosiasi tetapi mengubah pendiriannya setelah pernyataan pemimpin tertinggi.

Permohonan bersatu dari menteri ekonomi akhirnya diabaikan, dan suara menentang Hemmati menandai pertama kalinya anggota parlemen garis keras berhasil menyingkirkan pejabat senior dalam pemerintahan Pezeshkian yang berhaluan tengah. Namun, Hemmati tidak mungkin dikeluarkan dari pemerintahan karena menteri yang dimakzulkan telah ditunjuk sebagai penasihat khusus presiden pada sejumlah kesempatan sebelumnya.

 

Penasihat Strategis Presiden Juga Jadi Sasaran

Ilustrasi bendera Iran (pixabay)
Ilustrasi bendera Iran (pixabay)... Selengkapnya

Di sisi lain, sejumlah anggota parlemen terus berupaya menyingkirkan mantan Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif dari jabatan penasihat strategis presiden. Berupaya menantang dan memengaruhi kebijakan pemerintah.

Salah urus lokal yang merajalela dan korupsi yang dipadukan dengan sanksi AS selama puluhan tahun digadang-gadang telah menghancurkan ekonomi Iran. Di tengah meluasnya dampak perang Israel di Gaza dan pukulan yang dilancarkan terhadap "poros perlawanan" yang dipimpin Iran dalam beberapa bulan terakhir, kekhawatiran publik atas ketidakstabilan ekonomi lebih lanjut semakin meningkat.

Kondisi tersebut mengakibatkan selama tiga bulan terakhir Iran terpaksa menutup layanan utama di seluruh negeri, karena krisis energi yang berkepanjangan.

Adapun para pejabat AS dan Israel, termasuk Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, terus-menerus mengancam akan mengebom Iran dan fasilitas nuklir dan energinya atas kemajuan program nuklir Teheran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya