Pilih Koper Atau Nyawa? Foto Evakuasi Asiana Memicu Debat

Sejumlah penumpang mengabaikan prosedur keselamatan, mengangkut tas ke luar dari pesawat yang terbakar. Kok sempat?

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 10 Jul 2013, 13:36 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2013, 13:36 WIB
asiana-dikritik-130710b.jpg
Asap hitam membubung dari pesawat Asiana Airlines 214 yang patah, panik melanda Bandara Internasional San Francisco, AS. Namun foto di lokasi kejadian kecelakaan maskapai Korea Selatan itu menangkap hal yang tak semestinya: para penumpang yang mengabaikan prosedur keselamatan, mengangkut tas ke luar dari burung besi yang sedang terbakar.

Juga ada dalam foto itu, seorang perempuan yang meninggalkan pesawat, menenteng koper hitam dan tas putih kecil di tangannya.

Foto yang beredar luas di dunia maya, dan laporan soal perilaku serupa, melecut debat di media sosial China. Apalagi, separuh penumpang Asiana nahas yang terbang dari Seoul tersebut adalah warga negara China.

"Aku sangat menyesalkan para penumpang itu, yang berpikir koper lebih penting dari nyawa mereka," demikian tulis pengguna Weibo, "MeganZhong", seperti dimuat CNN, 9 Juli 2013. "Dan bisa-bisanya mereka men-tweet soal kecelakaan pesawat, alih-alih menolong penumpang lain yang cedera."

Kritikan kembali datang. "Orang asing (terutama Amerika) tak mengerti bahwa di China, nyawa manusia lebih murah dari uang," kata pengguna Weibo lain, "Victory of Xiangzi". "Keyakinan itu tertanam dalam mentalitas pemerintah China dan juga rakyatnya."

Namun, ada juga yang membela sikap egois penumpang Asiana. "Meraih tas adalah respon insting," tulis "Jiqiongqiong". "Tapi sebagai orang China, kami selalu ingat bahwa nyawa manusia lebih berharga dari benda yang dimiliki."

Beberapa penumpang membela keputusan mereka meraih barang-barang pribadi sebelum ke luar pesawat. Paspor jadi alasan yang sering dikemukakan. Termasuk oleh Xu Da, presiden pengembangan produk Tabao --salah satu platform e-commerce terbesar di China.

"Beberapa orang mengkritikku karena membawa barang bawaan, dan dianggap menghalangi evakuasi penumpang lain," tulis dia di akun Weibo. "Pertama, keluarga saya (kami bertiga) duduk di barisan yang sama, tas kami berada di kabin di atas tempat duduk, kami tidak berdiri di lorong untuk mengambilnya."

"Yang kedua, paspor, uang, dan lain-lain berada di tas. Akan sangat menyulitkan jika kami tak membawanya."

Alasan ketiga, ia mengklaim kondisi kabin saat itu tak kacau. "Tak ada yang berlari di belakang kami. Anakku berkata kepada kami, 'kita bisa keluar' (melalui lubang di pesawat, bukan pintu  evakuasi). Dan jadi kami melakukannya."

Tapi tetap saja, apa yang ia lakukan dikritik dan disebut "egois".

Masalah Komunikasi?

Tom Ballantyne, kepala koresponden di majalah Orient Aviation mengatakan, mengambil barang-barang milik pribadi adalah reaksi alami dalam sebuah kekacauan atau kecelakaan.

Namun, dampaknya bisa jadi serius. "Dari sepatu hak tinggi menusuk balon perosotan, juga tas yang memblokir jalan evakuasi penumpang lain."

Sejumlah komentator juga menyinggung kebiasaan penumpang pesawat, yang tak membaca kartu petunjuk keselamatan penerbangan atau memperhatikan simulasi para awak kabin.

Juga menjadi bagian komunikasi adalah bagaimana kru Asiana berkomunikasi verbal selama masa darurat, apa bahasa yang digunakan, dan bagaimana para penumpang merespon. Tak dapat disangkal, suasana saat itu amat kacau.

Versi pihak maskapai, para awak kabin membantu para penumpang keluar dari pesawat. Mereka membuka pintu, mengembangkan perosotan karet, dan membantu evakuasi penumpang, demikian menurut media Korsel, JoongAng Daily.

Berdasarkan panduan keselamatan dari Badan Transportasi Amerika Serikat (FAA), penumpang harus meninggalkan barang bawaan selama proses evakuasi pesawat. Dilarang memakai sepatu berhak tinggi, tetap waspada dalam kondisi darurat, dan pantang kembali ke pesawat yang terbakar. (Ein/Yus)




POPULER

Berita Terkini Selengkapnya