Dijuluki Monster karena Kanker, Ravi Superboy Tak Patah Semangat

Semasa sekolah Ravi jarang sekali bergaul dengan teman-temannya. Bahkan Ravi di sekolah sering dipanggil `monster` karena kanker.

oleh Melly Febrida diperbarui 21 Mei 2014, 12:03 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2014, 12:03 WIB
Marshall Ravi Pratama
Marshall Ravi Pratama (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Kanker ganas getah bening tak membuat Marshall Ravi Pratama atau lebih dikenal dengan Ravi `Superboy Indonesia` patah semangat. Ia malah bertekad untuk membuktikan bahwa dirinya bisa seperti anak-anak yang lain.

Apalagi semasa sekolah Play Group dan TK Ravi jarang sekali bergaul dengan teman-temannya. Bahkan Ravi di sekolah sering dipanggil `monster` karena kanker yang dialaminya.

"Dia berambisi untuk membuktikan ke semua teman-temannya karena teman-temannya jarang memanggilnya Ravi. Dia dipanggil monster karena ada kanker (bejolan di lehernya)," kata Lydia Afrilliyanti, ibu  Ravi di kantor Redaksi Liputan6.com, Jakarta, ditulis Rabu (21/5/2014).

Ravi didiagnosa mengalami Limfoma Hodgkin stadium dua lanjut saat berusia 3 tahun. Gejala penyakit muncul berawal dari pilek dan batuk yang berkepanjangan sekitar 3 bulan.

Saat itu Ravi sudah diperiksa dokter, namun dokter tidak melakukan tindakan apa pun dan hanya memberi obat. Baru setelah enam bulan muncul benjolan di leher kanan sebesar biji kacang hijau. Benjolan terus membesar hingga sebesar biji kelengkeng.

Lydia dan suami sempat membawa Ravi ke pengobatan alternatif. Hasilnya, bukannya membaik malah sebaliknya. "Kita merasa tertipu oleh pengobat alternatif. Waktu itu kita memang menghindari operasi. Padahal dokter sudah menyarankan saya untuk melakukan biopsi dan operasi. Cuma saat itu kita menghindar karena banyaknya omongan bahwa operasi tidak menyelesaikan masalah dan membuat benjolan tumbuh terus. Jadi kami takut. Apalagi saat itu, kami sudah periksa ke beberapa rumah sakit dan tak ada hasilnya. Benjolan malah makin tumbuh sebesar telur angsa," kata Lydia.

Benjolan ada di beberapa tempat di leher. Tiga di sebelah kanan dan dua di kiri. Lydia kemudian mencari dokter lain yang menganjurkan untuk melakukan pemindaian agar bisa dilihat lebih detail. Hasilnya, di paru-paru Ravi terdapat sekitar 12 benjolan. Tapi, saat itu dokter belum bisa menyimpulkan jenis penyakit yang dialami Ravi.

"Jadi pusatnya di paru-paru. Karena tak bisa menampung lagi, benjolan naik hingga bawah telinga," kata Lydia.

Melihat hasil tersebut, dokter tetap menganjurkan agar dilakukan operasi untuk mengangkat dua benjolan di leher. Di situlah ditemukan bahwa benjolan di tubuh Ravi adalah bentuk kanker Limfoma Hodgkin dan sudah mencapai stadim 2 lanjut. Ravi juga harus segera menjalani kemoterapi. Saat itu, Lydia dan suami benar-benar terkejut dan patah semangat.

Untung kekuatan dan semangat itu muncul kekuatan muncul dari kalimat yang disampaikan Ravi.

"Dia selalu bilang sama aku `Memang sebenarnya Ravi sakit apa?` Terus aku bilang, kamu itu sakit kanker. Kanker itu penyakit berbahaya dan pembunuh manusia terbesar di dunia. Dia sempat menangis, sedih, dan murung," kata Lydia.

Tapi, kesedihan yang dirasakan Ravi tak berlarut panjang. Ia pernah mengatakan kalimat yang membuat sang ibu untuk bangkit. "Dia bilang. Mama muslim apa bukan, mama percaya nggak sama Allah? Kalau kata Allah Ravi belum pulang ke rumah ke Allah, Ravi nggak akan tinggalin mama. Karena di dalam perut mama belum ada pengganti Ravi, pokoknya mama tenang aja deh, Ravi udah ngomong sama Allah, Ravi akan jaga mama karena papa kerja. Ravi anak laki-laki dan tugas Ravi menggantikan papa kalau lagi kerja," kata Lydia meniru penuturan putra semata wayangnya itu. 

"Biasanya mama kan ceria, punya teman, suka ngobrol. Mama nggak boleh malu bilang ke teman-teman kalau anak mama itu kena kanker. Kan penyakit Ravi datangnya dari Allah. Nanti Allah ambil lagi, mama jangan nangis terus. Mama harus berdoa buat Ravi."

Suatu kali Ravi pernah mengatakan kepada Lydia yang tak henti-hentinya menangis melihat penderitaan Ravi yang harus menahan sakit akibat suntikan demi suntikan yang harus dihunjamkan ke kulitnya 17 kali sehari. "Aku selalu menangis setiap penusukan itu gagal, tapi Ravi selalu mengingatkan ibunya "Ravi kuat, mama harus kuat. Ravi tahan sakit kok," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


80 Kali Kemoterapi

Marshall Ravi Pratama
Marshall Ravi Pratama (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

80 Kali Kemoterapi

Lydia mendaftarkan Ravi ikut ajang Superboy Indonesia. Saat itu, putranya begitu bersemangat. Meski harus menjalani kemoterapi, Ravi tetap ikut Superboy Indonesia.

"Itu keajaiban Allah. Besok dia tampil, malam ini dia kemoterapi. Ia masih menggunakan infus, jadi harus dicopot dulu. Setelah tampil, dia balik lagi untuk menjalani kemoterapi," kata Lydia.

Ravi dinyatakan bersih dari kanker setelah 80 kali kemoterapi pada September 2013. Meski sudah dinyatakan bersih, Lydia tetap menjaga pola makan Ravi. Menurut dokter, kanker yang dialami Ravi bisa muncul lagi bila tak menjaga pola hidup sehat. Sejak saat itu Lydia benar-benar menghindari memberikan makanan seperti junk food atau minuman soft drink ke Ravi.

"Setelah dinyatakan bersih, saya selalu membuatkan jus apel agar diminum setiap hari. Sehari 12 buah. Diselingi minum jus jeruk atau bayam. Jadi Ravi harus minum multivitamin alami," kata Lydia.s 

Lydia merasa beruntung karena putranya patuh sekali. Sekali diberitahu langsung dijalankan. "Aku cuma kasih tahu satu kali `Yang ngerasain sakit Ravi, yang rasain ditusuk diambil darah berkali-kali Ravi. Kalau Ravi melanggar makanan, Ravi akan merasakan sendiri akibatnya. Jadi dia tahu bahwa harus menghindari makanan pemicu kanker. Dengan begitu, dia sendiri yang harus menjaga diri," katanya.

Saat dinyatakan bersih dari kanker, berat Ravi meningkat menjadi 30 kilogram (kg) dan saat ini sudah menjadi 42 kg.

Selain menjaga pola makan, Ravi juga dilarang dokter berenang karena itu juga bisa memicu kanker. "Dia tidak boleh berenang karena kolam renang itu kotor. Airnya rentan penyakit. Banyak bakteri dan virus yang bisa memicu tumbuhnya kanker," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya