Beda Skizofrenia dan Bipolar Disorder

Sama-sama gangguan jiwa, namun apakah perbedaan penyakit ini?

oleh Benedikta Desideria diperbarui 11 Agu 2014, 19:30 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2014, 19:30 WIB
Ilustrasi Depresi 2
Ilustrasi Depresi

Liputan6.com, Jakarta Merebaknya berita Marshanda dalam satu minggu terakhir membuat masyarakat jadi mengenal istilah-istilah baru dalam penyakit kejiwaan yang jarang jadi konsumsi publik. Salah dua penyakit kejiwaan yang ikut terkenal adalah skizofrenia dan gangguan bipolar.

Menyebut nama penyakitnya saja tak mudah, alih-alih mengetahui kedua penyakit ini.

"Gangguan bipolar adalah gangguan pada kejiwaan seseorang yang yang punya dua jenis gejala. Ia merasakan keadaan manik (bahagia) dan depresi secara ekstrim, " terang Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia dokter Danardi Sosrosumihardjo, SpKJ (K).

Gejala

Gejala
"Pada setiap episode, memiliki gejala-gejala yang sangat terlihat. Pada saat manik,pasien bisa sangat bahagia, energinya berlebihan, workaholic, muncul ide-ide kreatif bahkan harga dirinya melambung. Namun ketika emosinya dalam episode depresi, pasien bisa merasa sedih, kehilangan kebahagiaan, pesimis dan aktivitasnya bisa saja hanya di dalam kamar," terang dokter Danardi.

Gejala berbeda ditunjukkan oleh penderita skizofrenia.

"Kalau skizofrenia pasien akan mengalami gejala utama berupa halusinasi dan delusi," tambah dokter Danardi.
Halusinasi ini terkait dengan gangguan pada panca inderanya, misalnya ia merasa mendengar bisikan terus menerus. Jika delusi atau waham adalah keadaan dimana adanya gangguan pikiran yang tidak bisa dikoreksi. Misalnya ia merasa "saya adalah nabi", "saya adalah Yesus".

Masa tenang

Masa Tenang
Saat pasien skizofrenia sudah diberi terapi oleh psikiater dan obat serta mulai bisa beraktivitas layakanya orang biasa, masih ada sisa. "Misalnya gejalanya di tingkat 10, usai diterapi dan diobati gejalanya masih tersisa pada tingkat satu atau dua," terang dokter Danardi.

Hal berbeda pada saat pasien bipolar disorder dalam kondisi normal, tidak dalam episode manik atau depresi. Ia akan berperilaku seperti orang biasa.

Jika dilihat dari kerusakan sel-sel otak, skizofrenia lebih parah. Pada saat terjadi lonjakan atau muncul kembali gejala penyakit ini, akan merusak sel-sel otak.

"Oleh karena itu, pengobatan sejak awal sangat penting untuk menghindari kerusakan sel-sel otak yang lebih parah," jelas dokter Danardi.

Di akhir perbincangan dokter Danardi menekankan bahwa kedua gangguan jiwa ini bisa diobati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya