Kenapa Masih Banyak Dokter yang Malas Cuci Tangan?

Penularan infeksi di rumah sakit yang disebabkan mikroorganisme yang multi resistensi antibiotik bisa dicegah dengan cuci tangan pakai sabun

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 04 Jun 2015, 18:30 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2015, 18:30 WIB
Cuci Tangan

Liputan6.com, Jakarta Kampanye cuci tangan pada petugas kesehatan, terutama dokter rupanya belum cukup mengena. Terbukti, penularan infeksi nosokomial (infeksi di rumah sakit) masih terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit.

Demikian diungkap Staf Departemen Mikrobiologi Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Dr. Delly Chipta Lestari, SpMK. Padahal menurut Delly, penularan infeksi nosokimal atau infeksi di rumah sakit yang disebabkan mikroorganisme yang multi resistensi antibiotik dapat dicegah dengan cuci tangan pakai sabun.

"Pada 2008, WHO telah mengampanyekan cuci tangan di seluruh negara. Namun, kepatuhan cuci tangan pada petugas rumah sakit masih rendah," kata Delly dalam diskusi yang diadakan Unilever, PERSI, dan KARS di Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis (4/6/2016).

Tak hanya di Indonesia, kondisi semacam ini juga dialami di banyak negara di seluruh dunia. "Namun, jika dibandingkan, dokter gizi lebih patuh untuk cuci tangan ketimbang dokter lainnya," kata dia menambahkan.

Ada pun faktor penyebab dokter tidak patuh untuk cuci tangan;

1. Ada persepsi terlalu sering cuci tangan membuat iritasi.

2. Tidak cukup waktu untuk cuci tangan, padahal waktu yang dibutuhkan hanya 20-30 detik.

3. Tidak ada gridline

4. Tidak ada reward

5. Pada peserta koas, tidak ada role modelnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya