Dokter Cantik Berusia 28 Tahun Ini Miliki 8 Klinik Kecantikan

Di usia 28 tahun, Ariana Suryadewi Soejanto, M. Biomed, dokter cantik berdarah Jawa ini sudah berhasil dirikan delapan klinik kecantikan.

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 22 Agu 2016, 18:55 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2016, 18:55 WIB
20160819-Dokter Ariana Suryadewi Soejanto-Jakarta
Dokter Ariana Suryadewi Soejanto (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Gagal mengikuti jejak sang ayah, nyatanya tak mematahkan semangat dokter cantik kelahiran Pekanbaru, berdarah Jawa ini. Bahkan di usia yang masih tergolong muda, dokter Ariana Suryadewi Soejanto, M. Biomed berhasil membangun klinik kecantikan yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.

Jumat lalu tim Health-Liputan6.com, diberi kesempatan untuk bertandang ke salah satu klinik kecantikan milik dokter Ariana, yang berlokasi di Pejaten Barat. Meski Ariana sedang kebanjiran pasien, kami tetap disambut ramah dan hangat olehnya.

Dokter Ariana Suryadewi Soejanto (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Mencapai kesuksesan seperti dokter cantik ini tentunya tak semudah mengedipkan mata--butuh doa, usaha, dukungan, ketekunan, dan hal yang utama adalah niat. Bahkan ia bercerita saat duduk di bangku sekolah, dirinya tak ada niatan jadi seorang dokter kecantikan--malahan ia ingin menjadi seorang insinyur seperti ayahnya.

"Aku dulu cita-citanya mau kayak papa sebenarnya--papaku tuh perminyakan--jadi papa geologist kan. Tapi papa enggak ngebolehin kalau aku masuk teknik, karena menurut papa itu bukan pekerjaan perempuan," ungkap wanita yang punya hobi makan.

Sang ayah lebih setuju jika anak kedua dari tiga bersaudara ini menjadi seorang dokter, "Jadi ya papa emang mengarahkan aku jadi dokter. Akhirnya aku ambil FK (fakultas kedokteran) karena enggak ada pilihan lain selain dokter," jawabnya sambil tertawa.

Meski memilih profesi sebagai dokter, Ariana mengaku tak mau berhubungan dengan nyawa. Ia pun memilih menjadi pakar penuaan. "Alasan aku ambil bidang ini karena memang mau yang santai-santai saja, enggak mau menghadapi emergency karena bisa stres full. Dulu aja waktu jadi koas (dokter muda) aku sering nangis."

 

Ironi pasien tak mampu

Ariana mengaku dirinya adalah tipe wanita yang tak tega dengan orang lain. Bisa membantu orang yang membutuhkan ada kepuasan tersendiri baginya. Meski begitu, dirinya tetap meminta izin kepada ibunya.

"Aku banyak berhadapan sama orang enggak mampu waktu koas. Saat mau bantu pasien yang enggak mampu, aku telepon mama dulu untuk minta izin, maklum aku belum berpenghasilankan, uangnya masih dari mama," kenangnya sembari tersenyum.

Dokter Ariana Suryadewi Soejanto (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Banyak pengalaman yang menjadi cerita tak terlupakan bagi wanita yang doyan travelling ini kala menjadi koas. Selain menghadapi pasien tak mampu, ia pun pernah terlambat menangani pasien yang akan melahirkan.

Ariana bercerita, masa itu dirinya bersama beberapa kawan dokter lain kedatangan seorang ibu yang akan melahirkan anak kelimanya. Namun tak diduga hal itu justru menjadi momen sedih.

"Waktu koas di Cilacap, pasienku ini ibu berusia sekitar 38 tahun, dan dia hamil anak kelima. Empat anak sebelumnya, perempuan ini melahirkan di dukun beranak. Sementara, anak kelima diduga laki-laki, makanya dia sengaja ke dokter," ingat Ariana.

Sayangnya di kehamilan yang amat ditunggu ini, sang ibu menghadapi preeklampsia (gangguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine).

"Pas kita cek ke lab semuanya, ternyata dia enggak pernah kontrol sebelumnya--dia ke dokter karena ingin melahirkan doang. Dia kontrolnya ke dukun beranak selama sembilan bulan," lanjutnya.

Singkat cerita, kondisi sang ibu yang makin melemah, dia pun mendapatkan tindakan SC (Sectio Caesarea atau bedah cesar), "Tim aku sudah siap kan-karena itu sc emergency dan harus ada petugas anestesi--sedihnya adalah saat itu petugas anastesinya lagi libur, dan kira-kira dua jam harus nunggu."

"Kita buka--kita keluarin--udah enggak ada bayinya. Saat anaknya lahir, 20 menit sebelumnya masih hidup, dan beneran cowok-fisiknya sempurna-tapi karena telat, buah hati yang diharapkan pun meninggal," ceritanya dengan nada sedih.

Pilih anti-aging

Usai mendapat gelar sarjana kedokteran di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Ariana sempat kebingungan untuk melanjutkan studinya. Ditambah dirinya tak bisa langsung bekerja lantaran ada perubahan peraturan dari pihak kampus, yang mengharuskan sarjana kedokteran untuk kerja wajib selama satu tahun.

"Aku jadi angkatan pertama yang dapat internship--jadi harus kerja wajib satu tahun selesai pendidikan dokter. Tapi saat itu peraturannya masih belum jelas, dan rumah sakitnya itu masih belum siap terima lulusan kedokteran untuk internship--bahkan pihak rumah sakit enggak tahu (peraturan tersebut)," katanya.

Karena kejanggalan peraturan kala itu--sembari menunggu akhirnya Ariana memutuskan untuk mengambil kursus kecantikan di Aesthetic Mesotherapy Program Course, Carla Aesthetic Institute, Jakarta. Di tempat inilah Ariana mengenal bidang Anti-aging yang akhirnya ia kuasai.

"Teman-teman menyarankan aku untuk ambil anti-aging. Padahal waktu itu aku belum tahu apa itu anti-aging. Aku cari tahu, ternyata belajar anti-aging medicine cuma ada di Universitas Udayana," tambahnya.

Rupanya Ariana tertarik dengan bidang tersebut. Seminar demi seminar anti-aging ia ikuti, dan Ariana pun semakin tertarik. Menurutnya, belajar anti-aging bukan hanya sebatas wajah orang atau estetika saja--melainkan lebih ke hormon seseorang dan pola hidup sehat.

Ariana yang kebetulan senang mempelajari hal-hal baru dan punya curious (rasa ingin tahu) yang cukup tinggi akhirnya ia pun memutuskan untuk menggeluti bidang anti-aging pada 2011. Hal yang membedakannya, studi anti-aging ini bukan termasuk spesialis kedokteran.

"Anti-aging ini tuh S2 bukan spesialis, kalau spesialis kan based in hospital--kalau ini based in campus. Beruntungnya saat itu masuk anti-aging boleh tidak mengikuti intership dulu--karena kan waktu itu enggak jelas peraturannya jadi aku postpone aja dari intership dan aku S2," ungkap wanita yang dijuluki kecil-kecil cabe rawit ini.

Dokter Ariana Suryadewi Soejanto (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Mengigat kembali masa tersebut, saat interview untuk melanjutkan studi di Universitas Udayana, Bali, Ariana sempat ditolak oleh profesor di sana, "Profesornya bilang, 'Kamu anak kecil ngapain sekolah?".

Di usia 23 tahun, Ariana, sudah mencalonkan diri untuk sekolah strata dua (S2) karena saat pendidikan SMP dan SMA ia berhasil menempuh dua tahun atau yang biasa disebut dengan akselerasi. Hanya dalam hitungan dua tahun Ariana lulus dan mendapat gelar Biomedical Science, Anti-aging Medicine.

Puncak karier di usia 28

Menghadapi pasien ceriwis menjadi makanan sehari-hari Ariana, apalagi sebagian besar pasiennya adalah wanita. Untungnya Ariana cukup handal menangani semua permintaan pasiennya, selain harus sabar, menurut wanita kelahiran 25 Desember ini komunikasi adalah hal yang terpenting.

"Sebisa mungkin kalau pasien bertanya via telepon selalu dibalas, enggak pernah nggak (dibalas)--kalau nanya segala macam dijawab sesuai dengan keluhannya apapun itu. Pokoknya aku selalu jawab dan ngasih solusinya yang sesuai," ungkapnya.

Dokter Ariana Suryadewi Soejanto (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Kisaran usia pasien Ariana cukup beragam, mulai anak kuliahan hingga ibu dan nenek-nenek berusia 70 tahun yang masih ingin tampil cantik dan sehat. Kebetulan klinik dokter cantik ini menjual beragam perawatan--tak hanya untuk wajah namun perawatan tubuh turut ditanganinya.

Banyak orang menganggap menjadi seorang dokter kecantikan adalah bidang kedokteran yang paling mudah--tetapi Ariana membantahnya, "Banyak orang bilang gampang cuma gitu doang dan santai--cuma menghadapi pasien yang request ini itu, menurut aku sih ya gampang-gampang susah. Karena mereka kan enggak sakit dan pasien mau yang lebih--otomatis harapannya tinggi sama kita."

Ariana mengaku selalu memberikan yang terbaik untuk pasiennya. Hal yang lebih penting adalah ia mengkomunikasikan segala risiko yang mungkin terjadi pada pasiennya. Sebab, setiap orang memiliki jenis kulit yang berbeda dan reaksi alergi yang berbeda.

"Yang namanya tindakan kan belum tentu sempurna--kan ini tangan aku--tangan manusia bukan tangan Allah," ucapnya.

Di usianya belum mencapai kepala tiga, Ariana sudah memiliki satu pusat klinik kecantikan, dan tujuh cabang yang menyebar di Jakarta, Tangerang, Cianjur, Mataram, hingga Balikpapan. Nyatanya berkat arahan sang ayah, usaha dokter cantik ini tak berujung sia-sia dan kini Ariana berhasil menginjakan kaki di puncak kariernya, ditulis Senin (22/8/2016).

Dokter Ariana Suryadewi Soejanto (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

 

Biodata

Nama : Ariana Suryadewi Soejanto (Ariana)

TTL : Pekanbaru, 25 Desember 1988

Jenis kelamin : Wanita

Agama : Islam

Status : Menikah

Riwayat pendidikan

1993-1995 Cendana Play Group and Kindergarten, Pekanbaru

1995-1996 Cendana Rumbai Elementary School, Pekanbaru

1996-2001 Bhakti Tugas Elementary School, Jakarta

2001-2003 Labschool Kebayoran Junior High School, Jakarta.
(Acceleration Class)

2003-2005 70 Public Senior High School, Jakarta. (Acceleration Class)

2005-2010 Faculty of Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta

2011-2013 Faculty of Medicine, Biomedical Science, Anti-aging Medicine (Master degree), Udayana University, Denpasar

Riwayat pekerjaan

2012 Internship Medical Doctor RSUD Tangerang Selatan, Banten

2012 Aesthetic Consultant, The Aesthetics Dental and Skin Clinic, Jakarta

Riwayat pendidikan informal

2000-2003 Gerakan Pramuka Indonesia (Indonesian Scout’s Team)

2001-2003 General English at International English Course

2003-2005 Softball Blue Jays Club

2007-2008 French Course, Lembaga Indonesia Prancis (Centre Culturel Francais de Jogja)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya