Imunisasi Difteri Serentak: 11 Desember di 12 Kabupaten/Kota

Kementerian Kesehatan serentak melakukan imunisasi difteri pada 11 Desember 2017.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 07 Des 2017, 08:30 WIB
Diterbitkan 07 Des 2017, 08:30 WIB
Yang Perlu Anda Tahu tentang Imunisasi Difteri
Yang Perlu Anda Tahu tentang Imunisasi Difteri

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan serentak melakukan imunisasi difteri pada 11 Desember 2017. Sasaran imunisasi ini mencakup 12 kabupaten/kota di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Adapun rincian wilayahnya, antara lain Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Serang.

Penanganan imunisasi ini termasuk tindakan Outbreak Respons Immunization (ORI) berupa pemberian imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus). Pemberian ORI ditujukan kepada anak berusia 1 tahun sampai di bawah 19 tahun.

"ORI ini kami lakukan dengan rumus 016. Maksudnya, tahap pertama itu penyuntikan. Penyunyikan diulangi lagi pada bulan depan. Kemudian penyuntikan diulangi 6 bulan berikutnya," jelas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Mohammad Subuh saat konferensi pers Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di Gedung Ditjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Lebih lanjut, Subuh menambahkan, kalau imunisasi difteri dilakukan 11 Desember nanti. Maka, pengulangan tahap kedua dilakukan pada 11 Januari 2018. Lalu dilakukan penyuntikan lagi 6 bulan berikutnya, yakni pada 11 Juli 2018.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

Disebut KLB Difteri

Difteri, Wabah Mematikan yang Bisa Dicegah dengan Imunisasi (adriaticfoto/shutterstock)
Difteri, Wabah Mematikan yang Bisa Dicegah dengan Imunisasi (adriaticfoto/shutterstock)

Kasus difteri yang disebut KLB Difteri telah merebak di 20 provinsi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan dari Januari sampai akhir November 2017, dilaporkan ada 593 kasus difteri yang terdata.

Dari 593 kasus tersebut, sebanyak 32 kasus kematian akibat infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan ini.

Menilik data tersebut, Subuh menjelaskan, mengapa difteri disebut KLB.

"Disebut KLB itu karena ada peningkatan dua kali kasus pada periode yang sama Misal, pada tahun Desember 2016 ada satu kasus. Kemudian Desember 2017 ada dua kasus," lanjut Subuh.

Selain itu, bila di daerah itu ditemukan kasus difteri, padahal kasus itu sebelumnya tidak ada, maka tetap dikategorikan KLB. Adanya peningkatan kematian juga termasuk kategori disebut KLB.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya