Jangan Salahkan Pelaku Anak Bom Surabaya, Mereka Hanya Alat Terorisme

Keterlibatan anak-anak dalam aksi teror bom Surabaya bukanlah murni karena keinginan mereka, namun salah orangtuanya.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 14 Mei 2018, 15:15 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 15:15 WIB
Bom Meledak di Markas Polrestabes Surabaya
Aparat kepolisian mengambil posisi saat melakukan penjagaan menyusul serangan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, Senin (14/5). Seluruh akses menuju Mapolrestabes ditutup total dan tiap jalur dijaga polisi bersenjata laras panjang (AFP/JUNI KRISWANTO)

Liputan6.com, Jakarta Dilibatkannya anak-anak dalam aksi teror bom Surabaya sesungguhnya bukanlah kesalahan mereka. Hal ini ditegaskan oleh psikolog Alva Paramitha.

"Saya yakin anak-anak itu tidak tahu apa yang mereka lakukan. Anak-anak ini sayangnya menjadi alat," ujar Alva. Praktisi Bach Flower Remedies ini mengatakan, kepolosan anak- anak membuat para teroris menggunakan mereka sebagai pelaku.

"Mereka ini menjadi alat oleh teroris karena dianggap, anak-anak kan belum tentu mengerti. Dijadikan alat seperti itu," katanya ketika dihubungi Health Liputan6.com pada Senin (14/5/2013).

Menurut Alva, memang saat ini banyak aksi teror yang menggunakan perempuan dan anak-anak.

"Karena mungkin mereka menjadi kelompok yang tidak mudah dicurigai," kata psikolog yang berkantor di Global Sevilla School, Jakarta Timur, menambahkan.

Dalam kasus seperti bom Surabaya, Alva mengatakan bahwa orangtua adalah pihak yang paling bertanggung jawab.

Selain orangtua dan masyarakat, lingkungan sekolah juga menjadi pihak yang harus bisa memberikan pengertian pada anak tentang bahaya terorisme, serta dampaknya.

"Di lembaga sekolah juga harus mulai digalakkan. Misalnya (kejadian bom Surabaya ini) tidak mengatasnamakan kejadian tertentu, atau satu agama tertentu. Diharapkan tidak menuju ke sana," ujar Alva.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

Masyarakat harus pintar memilh berita

Bom Meledak di Markas Polrestabes Surabaya
Aparat kepolisian bersenjata lengkap berjaga setelah serangan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5). Polisi mendata ada 10 korban luka dalam tragedi bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya. (AFP/JUNI KRISWANTO)

Di satu sisi, agar tidak menimbulkan ketakutan berlebih pada masyarakat, kita juga harus bisa memilah-milah pemberitaan yang beredar.

"Butuh kedewasaan, ada kontrol yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam menyikapi berita mana yang benar dan yang tidak," ujar Alva.

Dia mengatakan, saat ini terorisme tidak lagi sekadar muncul di dunia nyata, namun juga di media sosial.

"Jadi memang dibutuhkan kedewasaan untuk melihat itu. Tidak main sebar, perlu konfirmasi lebih dulu. Tujuan teroris kan menyebarkan ketakutan dan kepanikan. Kalau kita bicara tentang traumatis, kan awalnya dari ketakutan itu," ujar Alva.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya