Lihat Anak Pacaran Kelewat Batas, Tetangga Bisa Lapor ke RT/RW

Dari kasus bocah SD yang hamili siswi SMP di Tulungagung, ada pembelajaran berharga yang bisa dipetik, terutama saat menyaksikan pacaran anak yang sudah kelewat batas.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 29 Mei 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2018, 10:00 WIB
Pernikahan dini (iStockphoto)
Orangtua tidak boleh apatis. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Dalam kasus bocah SD yang hamili siswi SMP di Tulungagung, Jawa Timur, tetangga sekitar rupanya sudah sejak lama mengetahui perilaku pacaran kedua bocah tersebut. Tetangga juga mengingatkan orangtua bocah laki-laki yang masih SD kalau sang anak sudah berpacaran kelewat batas.

Yang terjadi sungguh mengejutkan, jawaban dari ayah bocah laki-laki justru siswi perempuan yang bersangkutan menjadi bahan percobaan kejantanan anaknya. Dari jawaban terdapat sikap apatis, pembiaran, dan kesan lelucon dari orangtua bocah laki-laki.

"Saya kira ada kesalahan cara berpikir (orangtua bocah laki-laki). Adanya kesalahan itu membuat kita bisa melakukan intervensi. Intervensi bisa menjadi tanggung jawab bersama dari pemda (pemerintah daerah) setempat dan RT/RW. Ini harus menjadi kepedulian sesama dan tokoh-tokoh masyarakat," ujar Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Ai Maryati Solihah saat diwawancarai Health Liputan6.com di Kantor KPAI, Jakarta pada Senin (28/5/2018).

Agar kejadian itu tidak terulang, tetangga yang melihat dan menemukan perilaku pacaran anak yang kelewat batas dan pola asuh orangtua yang tidak wajar atau aneh bisa melaporkan ke tingkat RT/RW.

"Oh, iya. Lapor ke ketua RT/RW setempat. Tugas mereka kan bukan mengurus akta dan administrasi saja. Gejala-gejala sosial di lingkungan sekitar juga membutuhkan intervensi," Ai menambahkan.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

Orangtua Tidak Boleh Apatis

Ilustrasi ibu hamil bisa mendaftarkan janin dalam JKN-KIS dari BPJS Kesehatan (iStock)
Ada pembelajaran dari kasus bocah SD hamili siswi SMP, ketika menemukan sesuatu, lapor ke RT/RW. (iStock)

Ai melanjutkan, sebagai orangtua sebaiknya tidak boleh apatis dan pantang mengucapkan kata-kata lelucon bila mendapat laporan dari warga sekitar soal perilaku sang anak yang negatif.

"Saya kira sebagai orangtua, langkah pertama adalah mendeteksi sikap anak. Bukan menolak atau malah menjawab dengan kesan lelucon," lanjutnya.

Kehadiran RT/RW bertindak sebagai aparatur. Pendekatan dengan aparatur dalam hal ini bukan menindak atau menghukum, tapi juga memberikan edukasi. Edukasi yang tepat soal cara mengasuh anak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya