Kamu Tak Suka Dipeluk? Ini Penyebabnya

Ketika kamu merasa risih dipeluk bahkan oleh sahabat sendiri, bisa jadi ini penyebabnya.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 12 Sep 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2018, 08:00 WIB
Naomi Osaka Juara US Open
Petenis Jepang, Naomi Osaka memeluk petenis AS, Serena Williams setelah memenangi partai final AS Terbuka di New York, Sabtu (8/9). Osaka menjadi petenis Jepang pertama yang menjuarai turnamen Grand Slam. (MATTHEW STOCKMAN/GETTY IMAGES/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Beragam studi sudah membuktikan manfaat dipeluk dan memeluk. Namun, ada beberapa orang yang merasa tak suka atau risih bahkan benci dipeluk. Apakah termasuk kamu?

Ya, memang tidak semua orang nyaman dipeluk bahkan oleh sahabatnya sendiri yang sudah lama tak bertemu. Menurut pakar hal ini erat hubungannya dengan cara keluarga membesarkan orang tersebut.

"Kecenderungan seseorang nyaman atau tidak dengan sentuhan fisik (pelukan, rangkulan di bahu, menggandeng lengan) merupakan 'produksi' pengalaman di masa anak-anak," kata Profesor Suzanne Degges-White, seorang konselor pendidikan di Northern Illinois University, Amerika Serikat.

Dalam jurnal Comprehensive Psychology di 2012 disebutkan orang-orang yang dibesarkan oleh keluarga yang suka memberi pelukan akan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang juga melakukan hal sama.

Sebaliknya , anak yang tumbuh di keluarga yang jarang memberikan sentuhan fisik seperti cium atau pelukan, ia tidak terbiasa akan hal itu. Sehingga saat tumbuh dewasa ia merasa risih atau tak nyaman ketika dipeluk oleh seseorang seperti dilansir laman Time, Rabu (11/9/2018).

Namun, pada sebagian orang yang jarang mendapat sentuhan saat kecil bisa berbeda dampaknya. Karena ia 'haus' akan sentuhan fisik, malah ia menjadi seseorang yang saat bertemu teman atau sahabat akan memeluk atau menyentuh bahunya seperti disampaikan Suzanne.

 

 

Saksikan juga video menarik berikut:


Perkembangan tidak optimal

Orangtua sering marah, anak rentan sakit. (iStockphoto)
Anak jarang mendapat sentuhan kasih sayang. (iStockphoto)

Anak memerlukan sentuhan dari orang tua seperti pelukan, cium, memegang bahu. Ketika anak tidak mendapatkan hal itu bisa memengaruhi perkembangan hormon dalam tubuh seperti disampaikan profesor psikologi University of Notre Dame, AS, Darcia Narvaez.

"Jarang mendapat sentuhan kasih sayang, akan membuat saraf vagus tidak berkembang dengan baik. Ini adalah saraf yang ada di sumsum tulang belakang. Bila tidak berkembang akan membuat orang itu jadi kurang memiliki welas asih," kata Darcia.

Selain itu, bila saraf vagus tidak berkembang sempurna berimbas pada sistem oksitosin, yakni hormon yang membuat seseorang merasa terhubung/terikat dengan orang lain.

Hal itu terbukti pada penelitian Darcia di 2014 terhadap anak yatim piatu di Rumania. Setelah diteliti, mereka memiliki malfungsi sistem oksitosim.

"Saat di panti asuhan, mereka amat jarang mendapat sentuhan kasih sayang, sehingga sistem oksitosin tidak begitu berfungsi baik," kata Darcia.

 


Sentuhan kasih sayang, anak tumbuh percaya diri

[Bintang] Baru Melahirkan, Perempuan Ini Buat 13 Aturan untuk Tamu yang Ingin Melihat Anaknya
Pelukan ibu. (Ilustrasi/iStockphoto)

Bila sistem hormon oksitosin tidak berjalan dengan baik, si anak bakal lebih sulit menangkap isyarat dalam kehidupan sosial dan kurang ramah. Jadi, memang pelukan dan sentuhan kasih sayang kepada anak amat penting.

Satu lagi, ketika anak yang biasa mendapat pelukan atau sentuhan kasih sayang dari orang tua atau pengasuhnya secara bijak, ia akan tumbuh menjadi sosok yang percaya diri yang tinggi.

"Sementara itu, orang yang memiliki kecemasan tinggi, cenderung sulit terlibat dalam sentuhan kasih sayang dengan yang lain, termasuk teman atau sahabatnya sendiri," kata Suzanne.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya