Liputan6.com, Jakarta Nasib tanaman jagung muda yang dirawat Linda Boru Tompul harus berakhir tragis akibat serangan Ulat Grayak Jagung (Fall Armyworm). Ibarat pepatah baru seumur jagung, hama ulat asli Amerika ini memakan tanaman jagung muda yang baru berumur dua bulan. Tak ayal, Linda, yang berprofesi petani jagung Desa Tanjung Maraja, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun lemas tak berdaya.
Daun muda tanaman jagung seperti terpotong-potong. Kian lama timbul bercak-bercak putih pada daun. Saking merusaknya, ulat tersebut menyebabkan tanaman jagung milik tetangga di sebelah ladang Linda hancur total dan terpaksa dibabat.
Advertisement
Kisah serangan hama ulat serupa juga dituturkan petani jagung, Daulat Tampubolon di Desa Lawe Beringin Sabas, Kecamatan Semadam, Kabupaten Aceh Tenggara. Rata-rata petani jagung sudah menggunakan benih jagung unggulan, yakni jagung hibrida Pioneer P32. Nahas, nyaris semua petani gagal panen karena serangan ulat bintil-bintil hijau ini.
“Ulat ini cepat sekali menyerang tanaman kami,” cerita Daulat. “Ya, ilustrasinya saja, misal, dari lahan 0,5 hektare yang biasanya diperoleh 4 ton jagung saat panen malah berkurang. Seiring serangan hama ini, hasil panen hanya 2,4 ton pipilan kering jagung.”
Serangan Ulat Grayak Jagung yang dialami Linda dan Daulat terjadi pada Mei 2019. Pergerakan ulat pun kini bukan hanya di daerah tempat tinggal Linda dan Daulat saja, melainkan sudah menyebar ke 12 provinsi di Indonesia.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Kementerian Pertanian mencatat, Fall Armyworm sebenarnya pertama kali terdeteksi di Indonesia pada Maret 2019 di Provinsi Sumatera Barat. Dari keterangan rilis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (20/7/2019) hanya dalam waktu empat bulan, hama Ulat Grayak Jagung menyebar ke 12 provinsi meliputi provinsi di pulau Sumatera, Jawa, dan beberapa daerah di Kalimantan.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Terbang Melintasi Benua
Fall Armyworm adalah hama tanaman asli Amerika. Namun, ulat yang dikenal dengan nama ulat tentara ini mulai bergerak agresif ke arah timur sejak 2016. Sapuan angin membuat ulat yang sudah bertransformasi dalam bentuk ngengat dewasa ini terbang melintasi benua. Lantas menyerang ladang jagung dan sorgum di Afrika.
Kemudian ulat mendarat pertama kali di Asia pada pertengahan 2018, yakni di India. Di India, Fall Armyworm memiliki kemampuan terbang jarak jauh (100 km per malam) dan merusak tanaman yang tumbuh sepanjang tahun. Penyebaran pun makin cepat dipengaruhi iklim tropis dan sub-tropis yang menguntungkan di kawasan India dan negara-negara di Asia.
Hal ini berarti selalu ada tanaman dan gulma di sekitar yang bisa dimakan Fall Armyworm. Hama ulat ini dapat memakan jagung dan sekitar 80 tanaman lain, termasuk beras, sayuran, kacang tanah dan kapas.
"Kehadiran Ulat Grayak Jagung bisa berdampak buruk pada jagung dan produsen beras Asia. Karena kebanyakan petani skala kecil bergantung pada tanaman untuk makanan dan mencari nafkah. Ini adalah ancaman yang tidak bisa kita abaikan," jelas Asisten Direktur FAO, Perwakilan Umum dan Regional untuk Asia dan Pasifik Kundhavi Kadiresan, dikutip dari laman FAO.
Pada Januari 2019, hama perusak ini menyapu Bangladesh, Tiongkok, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. Dalam perjalanan panjangnya, Fall Armyworm akhirnya tiba di Indonesia. Ladang jagung para petani di Indonesia menjadi sasaran empuk ulat asli Amerika ini.
Laporan kasus Sri Lanka, kerugian serangan Ulat Grayak Jagung merusak sekitar 20 persen tanamannya. Hingga 40.000 hektar ladang jagung telah diserang. Adapun kerugian ekonomi di negara-negara Asia lainnya belum dihitung. Namun, perkiraan kerusakan ekonomi karena invasi Fall Armyworm di Afrika berkisar antara 1 sampai 3 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp13,9 sampai Rp41,8 triliun.
Menanggapi serangan Fall Armyworm yang mendadak di Asia, FAO telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dari berbagai negara pada Maret 2019. Pertemuan tersebut membawa para pakar yang telah menangani hama ulat tentara di Afrika dan Amerika Latin. Hal ini bertujuan mempelajari cara-cara membatasi kerusakan Fall Armyworm.
Di Indonesia, FAO mendukung pemerintah untuk menanggapi wabah Ulat Grayak Jagung dan mencari strategi tepat merespons serangan dengan mengerahkan sumber daya secara optimal.
“Pemerintah akan mengorganisir lokakarya nasional bekerjasama dengan FAO pada akhir Juli 2019 untuk menyepakati tindakan multipihak paling efektif menanggapi serangan (ulat) ini. Kami memanfaatkan pelajaran dari negara-negara lain saat menangani serangan ulat di negara mereka sendiri. Tentunya, sebagai praktik terbaik untuk memperlambat penyebaran dan membatasi kerusakan (tanaman jagung)," ungkap Stephen Rudgard, Perwakilan FAO di Indonesia.
Advertisement
Menetap dan Berkembang biak
Teror Fall Armyworm dapat menyerang, merusak sekaligus menghancurkan tanaman jagung dan tanaman lainnya hanya dalam semalam. Ulat yang mampu bermigrasi ratusan kilometer ini menjadi bahaya peringatan bagi petani kecil, bahwa mata pencaharian bisa saja terancam akibat kerugian dari kerusakan ulat.
Sebelum mendarat di Asia, khususnya di Indonesia, para ilmuwan sudah memperkirakan pergerakan Ulat Grayak Jagung akan menginvasi lokasi berikutnya. Studi berjudul Forecasting the global extent of invasion of the cereal pest Spodoptera frugiperda, the fall armyworm yang dilakukan Regan Early dari Exeter University, Inggris dan rekan-rekannya di Centre for Agriculture and Bioscience International meneliti faktor dan kemungkinan ulat grayak menyebar ke wilayah dan benua lain.
Menilik laporan yang mengkhawatirkan pada Januari 2016 ketika wabah besar ulat grayak ditemukan di Nigeria dan Ghana. Lalu pada September 2017, hama tersebut dikonfirmasi menyebar di 28 negara Afrika sub-Sahara. Peneliti menunjukkan, penyebaran ulat di negara-negara Afrika dan lainnya memiliki iklim yang hangat dan lembab mirip dengan yang ada di habitat alami hama.
Penyebaran dipengaruhi efek dari perbedaan suhu dan tingkat curah hujan. Hasil penelitan menyimpulkan, suhu terendah dan jumlah maksimum curah hujan memainkan peran utama dalam menentukan, apakah ulat grayak akan muncul dan berkembang biak di wilayah tertentu.
“Kami menyimpulkan bahwa Asia Selatan dan Tenggara, serta Australia menghadapi risiko paling serius. Ini karena iklim di sana sangat mirip dengan yang disukai oleh hama. Namun, Negara-negara lain (yang tidak beriklim hangat) tidak boleh bernapas lega. Harus tetap waspada,” tulis Regan, dikutip dari EurekAlert!
Para ilmuwan juga menyimpulkan, rute udara perjalanan saat ini yang menyasar Australia, Tiongkok, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand berisiko tinggi menjadi habitat baru hama tersebut, menurut laporan yang dipublikasikan di jurnal NeoBiota pada 9 November 2018
Kementerian Pertanian pun menyampaikan, Fall Armyworm yang terbang ke Indonesia akan menetap dan terus berkembang biak. Walaupun begitu, FAO menegaskan, kerusakan yang diakibatkan oleh Ulat Grayak Jagung dapat dikurangi.
Direktorat Perlindungan Tanaman Kementerian Pertanian mengimbau semua provinsi waspada terhadap Fall Armyworm. Para petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) juga meningkatkan kesadaran petani di daerah yang terkena dampak. Mereka memantau pertanaman yang terserang.
“Kami memantau dengan seksama pergerakan Fall Armyworm di Indonesia. Petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan) telah bekerja di lapangan bersama penyuluh untuk memberi saran kepada petani tentang cara melindungi tanaman dan mengurangi kerusakan akibat ulat. Kami juga mengantisipasi serangan Fall Armyworm akan menginfeksi pertanaman jagung di seluruh Indonesia dalam beberapa bulan mendatang,” jelas Direktur Perlindungan Tanaman Edy Purnawan.
Batasi Kerusakan Hama
Respons cepat mengendalikan kerusakan hama Ulat Grayak Jagung ini mulai gencar dilakukan. FAO bekerjasama dengan otoritas terkait untuk memprakarsai program kesadaran yang menginformasikan dan melatih petani tentang teknik pengelolaan hama terpadu. Upaya ini bertujuan mengendalikan Ulat Grayak Jagung, terrmasuk mengidentifikasi musuh alami dari Fall Armyworm.
Indonesia memiliki banyak musuh alami hama ini untuk mengurangi infestasi. Sebuah studi dari Ethiopia menemukan, satu parasit tawon mampu membunuh hampir setengah dari populasi Fall Armyworm dalam waktu dua tahun sejak kedatangan ulat asli Amerika di negara tersebut.
“Adanya musuh alami itu bisa dilihat dari ulat yang mati karena terserang jamur. Atau bisa saja kelompok telur yang tidak menetas karena terparasit oleh tawon. Jangan dibayangkan tawonnya itu segede (sebesar) tawon biasa, tetapi jenis tawon yang ukurannya sangat kecil (Hymenoptera) lalu dia menaruh telurnya di dalam telur ulat,” papar Edy melalui wawancara tertulis kepada Health Liputan6.com pada Kamis (18/7/2019).
Cara mengidentifikasi ulat dengan dibawa ke laboratorium. Kemudian dilihat di bawah mikroskop (untuk lebah) dan pada tumbuhan dalam media tertentu (untuk jamur). Upaya lain menekan serangan berupa meningkatkan kontrol biologis alami dan kontrol mekanis, seperti menghancurkan massa telur, penggunaan biopestisida—pestisida yang bahan utamanya bersumber atau diambil dari bahan hayati atau mahluk hidup seperti mikroorganisme, bakteri, cendawan, nematoda, atau virus—dan pestisida.
Yang perlu dipertimbangkan petani terkait penggunaan pestisida kimia. Penggunaan pestisida harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena ulat hama terlindung dari semprotan. Ulat tersebut bersembunyi jauh di dalam dedaunan tanaman sehingga pestisida tidak menyentuh si ulat.
“Ulat pada instar awal (1-3) masih berada di daun dan belum masuk ke dalam titik tumbuh tanaman. Jadi, kalau diaplikasi (disemprot) pestisida masih bisa. Kalau sudah instar besar (4-6), ulatnya sudah masuk ke dalam titik tumbuh (susah buat kena semprot),” Edy menambahkan.
Advertisement
Tidak Membuat Gatal-gatal
Saat mendengar kata ulat, kondisi gatal-gatal biasa terjadi saat terpapar. Apalagi ladang jagung yang diserang Fall Armyworm. Bayangan, petani yang mungkin kena gatal-gatal bisa saja terlintas.
Namun, Anda keliru. Meski Ulat Grayak Jagung memakan dan menghancurkan tanaman, hama tersebut tidak menimbulkan efek buruk kesehatan terhadap petani (manusia). Jenis ulat ini tidak membuat kulit gatal-gatal.
“(Fall Armyworm) tidak membuat gatal-gatal. Karena dia bukan jenis ulat bulu. Kalaupun dipegang ya tetap aman,” ujar Edy.
Ulat Grayak Jagung ini kulitnya terlihat kasar tetapi halus saat disentuh. Ukuran tubuh ulat sedikit lebih pendek dari batang korek api (4-5 cm). Setiap kali bertelur bisa mencapai 50-200 telur. Siklus hidup ulat sekitar 30 hari hingga mencapai metamorfosis berbentuk ngengat betina dewasa.
Ngengat betina dewasa bepergian hingga 100 km dalam semalam. Ia meletakkan banyak telur pada daun jagung. Dalam 3-5 hari, ulat muda menetas dan menyerang tanaman lain. Pemantauan dilakukan dengan petugas POPT. Pantauan persebaran Fall Armyworm tidak ada alat khusus, tetapi memantau langsung ke lokasi-lokasi pertanaman jagung.
“Serangan ulat grayak jagung bisa dilihat dari gejala di pertanaman. Kemudian dilihat jenis ulatnya (visual). Petugas POPT itu petugas yang mengamati jenis hama yang menyerang pada lokasi yang menjadi wilayah tanggungjawabnya. Petugas ini ada di setiap kecamatan,” Edy melanjutkan.
Tugas POPT adalah mengamati dan memberikan rekomendasi pengendalian. Selanjutnya, mereka bersama-sama dengan petugas lapangan lain (penyuluh, mantri tani) dan petani melakukan pengendalian terhadap hama.
FAO pun menegaskan, jagung yang terkena Ulat Grayak Jagung aman dikonsumsi. Pada umumnya, Fall Armyworm memakan daun maupun kulit jagung. Kulit jagung tidak dimakan manusia. Kerusakan langsung yang diakibatkan ulat asli Amerika ini tidak mengganggu keamanan pangan jagung.