Penyandang Disabilitas Sulit Peroleh Alat Bantu dari Pemerintah

Mayoritas penyandang disabilitas merasa sulit memeroleh alat bantu dari pemerintah.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 20 Agu 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 16:00 WIB
Penyandang Disabilitas Jajal LRT
Penyandang disabilitas menaiki lift di Stasiun LRT Veldrome, Jakarta. Kegiatan yang diikuti Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT) tersebut untuk mengenalkan kereta Lintas Rel Terpadu (LRT) lebih dekat kepada masyarakat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Mayoritas penyandang disabilitas merasa kesulitan memeroleh alat bantu dari pemerintah. Berdasarkan survei Indonesia Corruption Watch (ICW) yang diikuti 800 penyandang disabilitas, 91 persen tidak pernah mendapat alat bantu dari pemerintah. Survei yang dilakukan pada April 2019 menyasar para penyandang disabilitas yang tersebar di Bandung, Surakarta, Makassar, dan Kupang.

Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Margo Wiyono menanggapi hasil temuan ICW tersebut. Bahwa proses mendapatkan alat bantu untuk satu orang penyandang disabilitas melalui proses panjang.

"Misalnya, ada proposal yang masuk minta alat bantu. Kami tidak langsung menyetujui saja. Tim kami harus turun ke lapangan langsung melihat kondisi penyandang disabilitas. Koordinasi juga tenaga pendamping, kan yang tahu daerahnya ya mereka. Kami enggak hapal satu persatu lokasinya," terang Margo saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, ditulis Selasa (20/8/2019).

Penyandang disabilitas pun dicek, seperti apa kondisi dan kategori jenis penyandang disabilitas, apakah intelektual, fisik, mental, sensorik atau ganda. Setelah dilakukan pengecekan, alat bantu pun tidak langsung diberikan. Pengecekan kesesuaian alat bantu akan dilakukan.

"Jangan sampai yang datang itu kursi roda besar, padahal orangnya kecil. Buat alat bantu kaki palsu juga lama. Cetakannya saja memakan waktu sebulan. Itu pun tidak langsung diberikan. Dicoba dulu, enak enggak kaki palsunya. Nah, ini kan personal sekali, butuh waktu dan kesabaran," lanjut Margo.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Harus Ada Garansi

Ilustrasi telinga
Alat bantu dengar penyandang disabilitas harus ada garansi. (sumber: iStockphoto)

Untuk alat bantu penyandang disabilitas lain, seperti alat bantu dengar dan kacamata perlu ada garansi. Jika alat bantu yang dipakai ternyata rusak atau tidak sesuai, maka bisa dilakukan perbaikan atau lainnya.

"Saya juga tekankan, bagi siapapun perusahaan atau pihak-pihak yang menyediakan alat bantu penyandang disabilitas harus ada garansi. Contohnya, alat bantu dengar harus ada garansi setahun. Jadi, enggak cuma langsung dipakai, kalau ternyata ada kendala dan susah mau diperbaiki gimana. Makanya, harus ada garansi," Margo menekankan.

Penerimaan alat bantu dengar juga membutuhkan proses panjang. Kondisi telinga penyandang disabilitas perlu diperiksa, yang mana masih berfungsi maksimal dan tidak. Pemasangan alat bantu dengar juga dites, apakah sudah sesuai dengan fungsi yang diharapkan penyandang disabilitas atau tidak.

Tidak Berikan Data

Penyandang Disabilitas Dapat Menikmati Fasilitas MRT
Penyandang disabilitas saat menjajal kereta MRT di Jakarta, Kamis (21/3). Dalam kesempatan tersebut mereka dapat menikmati fasilitas yang di sediakan untuk disabilitas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Salah satu kendala yang membuat penyandang disabilitas sulit memeroleh alat bantu juga berkaitan dengan data. Hal ini berkaitan dengan keluarga penyandang disabilitas.

"Kadang kalau (alat bantu) sulit diakses itu soal stigma masyarakat. Ada yang tidak mau memberikan data anggota keluarganya yang disabilitas, Data itu kami peroleh dari keluarganya sendiri. Kan harus ada data lengkap. Saya rasa pendataan ini bukan hanya PR (Pekerjaan Rumah) pemerintah pusat, tapi keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah," tambah Margo.

Akses alat bantu adalah hak penyandang disabilitas. Agar mereka mudah mobilisasi dan melakukan aktivitas. Diharapkan data penyandang disabilitas yang masuk pun valid dan terverifikasi.

"Bisa saja alat bantu diusulkan oleh masyarakat atau siapapun. Itu bisa saja salah data. Oh, ternyata dia bukan kategori penyandang disabilitas intelektual tapi fisik," terang Margo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya