Liputan6.com, Jakarta Selama ini, orang-orang lebih sering menyebut COVID-19 yang sedang merebak di dunia dengan istilah "virus corona" saja. Apabila kita kembali melihat ke beberapa waktu yang lalu, World Health Organization (WHO) telah memiliki nama baik untuk penyakit dan virus yang sebelumnya hanya dikenal dengan 2019-nCoV ini.
Juru bicara Republik Indonesia terkait penanganan virus corona, Achmad Yurianto mengatakan bahwa COVID-19 adalah nama untuk penyakitnya. Sementara virusnya, bernama SARS-CoV-2.
Baca Juga
"Referensi WHO menyatakan bahwa nama penyakit adalah COVID-19. Penyebabnya virus yang namanya SARS Coronavirus tipe 2 atau kalau digampangkan (contoh lain), penyakitnya tifus penyebabnya kuman yang namanya salmonella," kata Yuri dalam konferensi pers pada Selasa pekan lalu di Jakarta, ditulis Kamis (5/3/2020).
Advertisement
Namun, Yuri mengungkapkan banyak pakar lebih sering menyebutkan nama virusnya ketimbang penyakitnya atau COVID-19. Pergeseran penyebutan ini dikarenakan adanya perubahan pada virus tersebut.
"Berubah dalam kaitan gejala yang dimunculkan menjadi berubah. Yang semula gambarannya sakit keras, sampai angka kematian dan sebagainya seperti gambaran di Wuhan, yang sekarang malah asimptomatis, tidak ada gejalanya," kata Yuri menjelaskan.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Perubahan Gejala Klinis dari Virus
Dalam pemaparannya, Yuri mengatakan pola seperti ini analog dengan penyakit "saudaranya" SARS yang awalnya begitu ganas dan perlahan menjadi seasonal flu.
"Sama dengan 2009 ada yang namanya H1N1 atau swine flu, flu babi. Sadis sekali, kematiannya tinggi dan sebagainya. Lama-lama sekarang, jadi flu biasa," kata Yuri yang juga Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI tersebut.
Sehingga, seiring berubahnya virus, Yuri mengatakan COVID-19 menjadi lebih sulit untuk dideteksi oleh alat seperti thermal scanner yang merupakan pemindai suhu tubuh. Situasi tersebut terjadi dengan seperti yang sekarang terjadi pada dua pasien di Indonesia.
"Dia tertular oleh orang yang masuk ke Indonesia dalam kondisi tidak panas, sehingga kita tidak tahu kalau dia sakit," ujarnya.
Advertisement