Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Jawa Barat tengah berupaya mencari alat pendeteksi paparan virus SARS-CoV-2 dalam penanganan penyakit COVID-19. Tujuannya adalah untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 dengan mendeteksi orang-orang yang memiliki riwayat perjalanan dari negara terjangkit dan kontak langsung dengan pasien terkonfirmasi positif.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani Gelung Sakti, hal itu berguna sebagai landasan membuka informasi asal daerah pasien yang terkonfirmasi positif terpapar COVID-19.
Baca Juga
Berli menyebutkan pada masa pandemi atau wabah penyakit ini langkah cepat penanganan harus segera dilakukan yang memerlukan peralatan mumpuni.
Advertisement
“Tapi tentunya seperti apa yang tadi dikatakan oleh Pak Gubernur, bahwa kita harus punya dasar dulu. Walaupun sudah dinyatakan oleh WHO bahwa pademi, tentunya kita harus memiliki bukti. Makanya beliau (gubernur) berkeinginan untuk ada alat yang bisa mendeteksi langsung. Kalau ternyata ini teman-teman (jurnalis) ini begitu di tes, misalkan sukarela saya di tes dong biar tahu, ternyata banyak positif. Ya berarti kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan, dengan dasar itu lah akan kita buka semuanya ke publik,” ujar Berli di Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung, Jumat, 13 Maret 2020.
Permohonan Penambahan Alat Pelindung Diri
Berli menyebutkan selain tengah mencari alat pendeteksi paparan COVID-19, Pemerintah Jawa Barat juga telah mengajukan permohonan penambahan alat pelindung diri (APD). Pasalnya ketersediaan APD di rumah sakit yang ditunjuk menangani COVID-19 mulai berkurang.
Berli menjelaskan sebanyak 1.000 APD telah diajukan ke Kementerian Kesehatan, tetapi yang disetujui hanya 150 APD. Alhasil ucap Berli, 150 APD itu disebar secukupnya rumah sakit yang paling membutuhkan.
“Terutama untuk delapan rumah sakit rujukan yang ada. Sebenarnya bukan keinginan kami tidak menambah jumlah APD. Tetapi dari Kementerian Kesehatan yang baru memberikan sejumlah itu,” kata Berli.
Kebutuhan untuk APD secara keseluruhan di Jawa Barat belum diketahui jumlah totalnya. Itu disebabkan tidak semua rumah sakit melayangkan permintaan ke Dinas Kesehatan. (Arie Nugraha)
Advertisement