Bioskop Batal Buka, FKUI: Ruang Tertutup Berpotensi Jadi Tempat Penularan COVID-19

Bioskop batal buka pada 29 Juli 2020, FKUI tegaskan ruang tertutup berpotensi dalam penularan COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 20 Jul 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2020, 18:00 WIB
Ilustrasi Menonton Bioskop
Bioskop batal buka pada 29 Juli 2020, FKUI tegaskan ruang tertutup berpotensi dalam penularan COVID-19. Ilustrasi Menonton di Bioskop (Dok.Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta, pembukaan kembali bioskop yang direncanakan pada 29 Juli 2020 kembali ditunda. Penundaan dibukanya karena tren kasus COVID-19 di Jakarta yang belum kunjung reda.

Terkait hal tersebut, Ketua Satuan Tugas COVID-19 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Anis Karuniawati menegaskan pihaknya memang sudah berdiskusi dan meminta Pemerintah DKI Jakarta untuk menunda pembukaan bioskop sampai dengan waktu yang belum dapat ditetapkan.

Bahwa potensi penularan COVID-19 di ruangan tertutup bioskop berpotensi terjadi.

"Ruangan bioskop pada umumnya ruangan tertutup tanpa ventilasi dengan pendingin udara yang bersikulasi di dalam ruangan. Apabila ada satu orang pengunjung saja tanpa (merasakan) gejala, tapi (tubuhnya) sudah terpapar virus Sars-CoV-2, maka akan berpotensi menjadi sumber penyebaran virus kepada pengunjung lainnya," jelas Anis dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Senin (20/7/2020).

"Durasi film bioskop yang minimal 1,5 jam akan meningkatkan waktu paparan dan meningkatkan jumlah partikel aerosol (yang mengandung virus Sars-CoV-2) yang terhirup."

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

COVID-19 pada Ruang Tertutup

nonton bioskop
COVID-19 pada ruang tertutup. Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/Nestor+Rizhniak

Berdasarkan scientific brief yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 9 Juli 2020, penyebaran virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19 kemungkinan dapat terjadi melalui percikan (droplet), airborne, kontak langsung, kontak tidak langsung (fomite), fecal oral, darah, ibu ke anak, dan hewan ke manusia.

Transmisi secara airborne adalah penyebaran mikroba--dalam hal ini virus Sars-CoV-2--melalui aerosol yang tetap bersifat infeksius meskipun terbawa angin dalam jarak jauh. Awalnya, penyebaran virus ini dapat terjadi ketika dilakukan tindakan medis yang mengakibatkan terbentuknya aerosol (aerosol generating procedures).

Namun, beberapa data hasil penelitian membuktikan, aerosol mengandung virus dapat terbentuk dari droplet yang mengalami penguapan ata saat seseorang berbicara atau bernapas.

"Aerosol kemudian dapat terhirup. Namun, untuk Sars-CoV-2 dapat bertahan dalam keadaan hidup pada aerosol selama 3 sampai 16 jam. Tergantung suhu, kelembapan, dan kepadatan orang," jelas Anis.

"Penemuan ini didukung laporan beberapa klaster COVID-19 yang berhubungan dengan berkumpulnya sekelompok orang di dalam ruang tertutup. Misal, kegiatan paduan suara, restoran, dan fitness. Ruangan tertutup ini ruangan dengan ventilasi yang tidak optimal, terlebih lagi kegiatan/pertemuan dalam waktu yang relatif lama."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya