Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengingatkan rumah sakit memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan, terutama yang menangani pasien COVID-19.
"Kami ingin mengingatkan kepada setiap rumah sakit untuk memberikan perlindungan penuh kepada para tenaga kesehatan yang menangani pasien COVID-19," imbau Wiku saat konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/8/2020).
"Perlindungan ini berupa pembatasan jam kerja agar tidak kelelahan, yang dapat berakibat pada penurunan imunitas bersama."
Advertisement
Ketika imunitas turun, tenaga kesehatan bisa berisiko terpapar COVID-19. Apalagi tenaga kesehatan banyak yang telah gugur dalam melawan COVID-19.
"Pemerintah tidak memiliki toleransi terhadap kondisi ini. Kami berusaha keras untuk mencegah terjadinya korban yang lebih banyak lagi. Kami turut berbelasungkawa sedalam-dalamnya kepada seluruh keluarga dan rekan sejawat tenaga kesehatan yang ditinggalkan," tutur Wiku.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Proteksi Alat Pelindung Diri
Indonesia memiliki ketimpangan rasio tenaga kesehatan. Sejak awal penanganan COVID-19, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 berfokus memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan.
"Kami sangat menitikberatkan perlindungan tenaga Kesehatan sebagai prioritas utama, seperti yang diarahkan oleh Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo," lanjut Wiku,
Adapun langkah mitigasi dilakukan, yaitu tenaga kesehatan mendapatkan akses dan proteksi alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar tertinggi internasional. Indonesia telah memiliki alat pelindung diri buatan lokal dengan nama Ina United yang telah lolos dengan standar internasional tertinggi ISO 1660.
"Kami terus mendorong agar seluruh tenaga kesehatan di Indonesia bisa mendapatkan APD yang berstandar. Rekan-rekan tenaga kesehatan diingatkan untuk menggunakan dan melepaskan APD sesuai prosedur dalam penanganan pasien COVID-19," Wiku menerangkan.
Advertisement
Pesan Protokol Kesehatan
Wiku menegaskan kita saling menjaga bersatu seperti yang disampaikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pertemuan Emergency Committee COVID-9 pada 31 Juli 2020. Pertemuan itu menandakan dunia telah memasuki bulan ke-6 sejak pertama kali WHO mendeklarasikan status kegawatdaruratan public health.
"WHO terus menyatakan pandemi merupakan krisis kesehatan yang terjadi sekali dalam 100 tahun. Banyak negara yang berpikir, mereka telah melewati kondisi terburuk telah mencapai kondisi yang cukup aman," tegasnya.
"Namun, saat ini seperti yang kita lihat, negara-negara lain kembali mengalami gelombang wabah baru (gelombang kedua COVID-19) dengan meningkatnya jumlah kasus dan angka kematian. Efek dari pandemi ini masih akan dirasakan hingga beberapa dekade mendatang."
WHO bersama negara-negara di dunia juga sangat aktif mengeksplorasi dalam penyelenggaraan penelitian pengobatan vaksin COVID-19. Meskipun begitu, WHO mengakui bahwa vaksin termasuk solusi jangka panjang, terlebih lagi proses menuju produksi yang masih lama.
"Jangan menunggu obat dan vaksin. Karena kita juga berpacu dengan waktu pencegahan atau preventif. Kunci yang paling utama dalam menekan jumlah kasus maupun kematian ya kembali kepada protokol kesehatan," ujar Wiku.
"Mungkin kami ada mengubah pesannya, yaitu tidak malas mencuci tangan, mengganti pakaian sesampainya di rumah, serta tidak mencopot atau melepaskan masker ketika berada di luar rumah. Lalu disiplin menjaga jarak dan menjauhi kerumunan."