Liputan6.com, Jakarta - Untuk mengantisipasi happy hypoxia, seseorang yang mengalami gejala klinis COVID-19Â seperti flu dan demam dapat segera memeriksakan diri ke dokter. Upaya ini sebagai langkah dini mencegah terjadinya sesak napas, yang disebabkan kekurangan oksigen.
"Jadi, happy hypoxia ini tidak bisa terjadi sama orang yang tanpa gejala COVID-19. Hanya terjadi pada orang dengan gejala COVID-19," kata dokter spesialis paru Erlina Burhan saat sesi seminar virtual belum lama ini ditulis Senin (7/9/2020).
"Pada orang dengan gejala COVID-19, demam dan flu atau lainnya ada (dialami), yang enggak ada itu gejala sesak napas. Nah, ini yang perlu diperhatikan karena bisa saja dia mengalami happy hypoxia."
Advertisement
Oleh sebab itu, segera menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Apalagi kalau gejala COVID-19 bertambah berat.
"Walaupun belum sesak napas, segeralah datang ke rumah sakit. Nanti akan dilakukan pemeriksaan foto toraks juga diperiksa saturasi oksigen untuk mendetekasi kadar oksigen. Ini juga akan melihat, apakah seseorang kena happy hypoxia, kekurangan oksigen atau tidak," lanjut Erlina.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Silent Hypoxia atau Hipoksia yang Terjadi Diam-Diam
Happy hypoxia merupakan kondisi penurunan kadar oksigen dalam darah, tetapi individu yang bersangkutan tidak mengalami sesak napas. Happy hypoxia disebut juga dengan istilah silent hypoxia, hipoksia yang diam-diam terjadi.
Dari penelitian American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, pasien yang mengalami silent hypoxia tidak merasakan gejala sesak napas. Kadar oksigen yang turun bisa saja di bawah 70 persen, bahkan 50 persen. Kadar oksigen normal di atas 90 persen.
Penelitian menyebut, otak tidak merespons kadar oksigen dalam darah telah berkurang. Pada tahap ini, seseorang bisa mendadak sesak napas dan drop. Kondisi pun bisa kian memburuk.
"Pasien yang happy hypoxia ya terlihat happy-happy saja, misalnya, nonton TV, tertawa, dan senyum-senyum. Tapi sebetulnya dia kekurangan oksigen. Pas dicek, kadar oksigennya bisa saja rendah," ujar Erlina yang berpraktik di RSUP Persahabatan Jakarta.
Advertisement