Liputan6.com, Jakarta Upaya peningkatan angka kesembuhan COVID-19 terus dilakukan, meski begitu Kementerian Kesehatan menegaskan, hal itu harus sejalan dengan pencegahan kematian akibat penyakit komorbid (diabetes, hipertensi, jantung, paru obstruktif). Ini karena angka kematian komorbid termasuk tinggi, terlebih lagi mayoritas pasien Corona mempunyai riwayat komorbid.
Apalagi ketika pasien dengan riwayat komorbid bila terpapar Corona COVID-19 dapat memperparah gejala. Bahkan berujung nyawa tak terselamatkan. Prevalensi kematian Corona dengan riwayat komorbid bisa meningkat.
Advertisement
"Pemerintah daerah yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota saat ini memang fokus terhadap penanganan COVID-19. Bagaimana meningkatkan angka kesembuhan COVID-19," kata Direktur Pencegahan Penyakit dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Cut Putri Arianie saat dialog virtual Fight Against Blindness from Diabetes, ditulis Minggu (13/12/2020).
"Tapi jangan lupa, itu juga harus dibarengi dengan mencegah angka kematian akibat komorbid. Penanganan COVID-19 harus sejalan dengan upaya pencegahan terhadap menurunkan mortalitas. Karena kalau kita lihat angka kesembuhan memang tinggi. Namun, ternyata angka kematian (komorbid) ini masih konstan.
"Dari data Peta Sebaran COVID-19 per 12 Desember 2020, pasien positif Corona dan meninggal dengan riwayat hipertensi dan diabetes melitus menduduki peringkat atas. Prevalensi pasien Corona dengan hipertensi 51,2 persen dan diabetes melitus 34,9 persen. Kematian pasien Corona dengan hipertensi 11,3 persen dan diabetes 10,1 persen.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Buka Layanan Esensial untuk Pasien Komorbid
Di masa pandemi COVID-19, semua fasilitas pelayanan kesehatan juga fokus memberikan pelayanan terhadap pasien Corona. Walaupun begitu, Cut mengingatkan, pemerintah daerah tetap membuka akses layanan untuk pasien yang punya riwayat komorbid.
"Kami mengingatkan kepala daerah agar mengatur pelayanan yang ada di wilayahnya juga membuka layanan esensial. Sehingga penderita komorbid bisa mengakses faskes. Karena mereka butuh pengobatan rutin," imbuhnya.
"BPJS Kesehatan sudah memberikan fleksibilitas dua bulan obat-obat kronik. Tapi masih ada yang tidak sinkron di beberapa daerah. Misalnya, puskesmas hanya meresepkan (obat) dua minggu. Padahal, (seharusnya) diberi dua bulan. Kami terus mengingatkan kembali teman-teman di dinas Kesehatan pemerintah daerah untuk memperbaiki hal itu."
Selain itu, ada juga panduan pelaksanaan posbindu dengan penerapan protokol kesehatan. Posbindu yang merupakan konsep dari dan oleh masyarakat. Ini suatu upaya kesehatan berbasis masyarakat terbentuk atas peran masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan keluarga.
"Supaya kita bisa nanti memetakan mana yang menderita komorbid langsung diobati. Jangan dilepas (tidak dipantau)," lanjut Cut.
Advertisement
Pemantauan Pasien Komorbid
Pemantauan pasien komorbid perlu dilakukan agar mereka patuh pengobatan dan perawatan. Apalagi pasien diabetes yang harus minum obat. Ketersediaan obat tetap ada, jangan sampai mereka kehabisan obat atau enggan kontrol kesehatan.
"Kalau mereka sudah sampai di faskes, dipantau kesehatannya. Dari informasi yang Saya terima ternyata hampir 53 persen pasien diabetes, misalnya, tidak minum obat. Mereka merasa sudah enakan. Ini kan menjadi sangat berbahaya karena penyakitnya tidak terkontrol," Cut menerangkan.
"Kami inginkan mereka lebih terkontrol dengan kepatuhan minum obat. Kemudian orang-orang yang punya faktor risiko diabetes dan sehat, diberikan informasi agar tetap berperilaku hidup sehat. Kami dorong juga untuk pasien-pasien penyakit kronik lain."
Selain itu, Cut juga mengajak teman-teman di fasilitas pelayanan kesehatan memanfaatkan telemedicine atau telekonsultasi untuk memantau pasien. Pemanfaatan telemedicine juga perlu disosialisasikan kepada pasien.
"Di beberapa daerah Gorontalo, ternyata belum tersosialisasikan telekonsultasi. Di sana sudah bagus layanannya, dokter bisa chat dengan pasien-pasien prolanis (program pengelolaan penyakit kronis) untuk mengawal mereka. Mengingatkan minum obat, perubahan perilaku, aktivitas fisik, dan lain sebagainya Inilah yang kami sampaikan kepada kepala daerah agar menurunkan angka kasus dan kematian komorbid," pungkas Cut.
Infografis 10 Tips Sehat dan Sembuh dari Covid-19
Advertisement