Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Beri Peluang Petani Beralih Tanam

Petani memiliki peluang dalam pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk membantu beralih tanam.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 20 Nov 2021, 14:00 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2021, 14:00 WIB
Tembakau
Ilustrasi tembakau. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Petani memiliki peluang dalam pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk beralih tanam.

Hal ini berdasar pada hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) dan tertuang dalam PMK 206/PMK.07/2020.

Peluang ini memungkinkan petani untuk beralih tanam dari tembakau ke tanaman lain. Namun, studi menemukan masih kurangnya sosialisasi dan transparansi mengenai manfaat DBH CHT kepada petani swadaya di wilayah penelitian.

Sehingga, kurangnya kerja sama yang erat antara pemerintah daerah dan petani masih sangat terlihat. Dalam hal ini, pemerintah daerah memiliki peran sebagai pengelola dana dan perancang program, sedangkan para petani sebagai end-user dari manfaat DBH CHT.

“Prospek penggunaan DBH CHT untuk alih tanam sangat ditentukan oleh kerja sama dari dua pihak, petani sebagai pengambil keputusan akhir dan pemda setempat sebagai enabler dan pengusung program,” kata Suci Puspita Ratih, S.K.M., M.K.M., M.P.H., salah satu tim riset PKJS-UI dalam keterangan pers, Jumat (19/11/2021).

Penyebab Belum Optimalnya Pemanfaatan DBH CHT

Tim riset lainnya, Wahyu Septiono, S.K.M., M.I.H., Ph.D., menerangkan bahwa salah satu penyebab belum optimalnya pemanfaatan DBH CHT adalah kurangnya pemahaman petani.

Menurutnya, petani tembakau swadaya yang berasal dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat belum memahami alur proses pengajuan bantuan dan belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah setempat.

Hal ini menunjukkan mayoritas petani belum mengetahui berbagai manfaat DBH CHT, terutama bagaimana itu dapat membantu mereka. Selain itu, petani tembakau swadaya tidak memiliki preferensi khusus terhadap industri tembakau dan beberapa cenderung ingin beralih tanam.

Alasannya meliputi kondisi industri dan tata niaga yang kurang menguntungkan, periode tanam-panen yang terlalu panjang, bahkan konservasi lahan.

Akan tetapi, petani juga mengeluhkan beberapa alasan yang menghambat mereka untuk melakukan ini. Misalnya, kurangnya sistem  irigasi dan kondisi lahan yang terlalu kering sehingga sulit ditanami tanaman selain tembakau.

Selain itu, kurangnya informasi mengenai pasar produk alternatif membuat upaya-upaya alih tanam mandiri di masa lalu berakhir dengan kerugian.

Rekomendasi Kebijakan

Peneliti lainnya, Kevin Andrean, S.T., B.Eng., menyimpulkan bahwa keleluasaan tanam petani swadaya dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Terutama saat menghadapi kondisi industri yang tidak memuaskan.

Dalam hal ini, pemerintah dapat hadir sebagai enabler, memampukan petani memiliki daya tawar yang lebih baik.

Adanya kebutuhan para petani, dukungan DBH CHT, menjadi kesempatan bagi pemerintah daerah untuk berlomba membuat terobosan, baik dengan menambah keterampilan para petani, maupun dengan membuka opsi strategi yang sebelumnya tidak dapat diakses oleh para petani.

Oleh karena itu, prospek penggunaan DBH CHT untuk bantuan alih tanam sangat ditentukan dengan eratnya kerja sama antara petani dengan pemda setempat.

Dengan demikian, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

-Sosialisasi manfaat DBH CHT bagi petani, termasuk manfaatnya sebagai bantuan alih tanam.

-Peran aktif pemda melibatkan petani sebagai end-user dalam penyusunan program tani berbasis DBH CHT yang lebih tepat sasaran.

-Prosedur yang mengharuskan petani menempuh langkah rumit untuk memohon bantuan, jika ditemukan kurang efektif, juga perlu digantikan dengan tinjauan lapangan, dialog aktif, atau diskusi terarah.

-Bantuan infrastruktur, seperti irigasi, dapat didukung dengan adanya DBH CHT. Adanya irigasi membuka opsi tanaman alternatif, terutama bagi petani di lahan kering yang selama ini tidak mempunyai pilihan selain tanaman tembakau.

-Pengadaan informasi pasar, yang sederhana tapi dapat membantu petani membuat keputusan yang lebih menguntungkan. Salah satu kendala alih tanam bagi petani adalah kurangnya informasi tentang pasar alternatif. Terbukanya informasi pasar secara periodik dapat membantu petani swadaya untuk membuat keputusan tanam sesuai yang dengan situasi dan pertimbangan masing-masing, sekaligus menghindari kerugian akibat over supply.

-Bantuan untuk mengakses potensi pasar tanaman alternatif di digital marketplace. Sebagian petani swadaya mengaku telah berkeinginan, tapi kurang memiliki keterampilan untuk menjelajahi potensi pasar produk non-tembakau di platform digital. Digital empowerment juga merupakan contoh program konkrit yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan keterampilan kerja.

 

 

Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu

Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu
Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya