Duterte Diterbangkan ke Den Haag untuk Hadapi Tuduhan ICC atas Perang Narkoba Mematikan

Sara Duterte merespons penangkapan ayahnya dengan berang.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 12 Mar 2025, 07:29 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2025, 07:29 WIB
Pesawat yang membawa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Den Haag bersiap lepas landas di Manila pada Selasa (11/3/2025).
Pesawat yang membawa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Den Haag bersiap lepas landas di Manila pada Selasa (11/3/2025). (Dok. AP/Aaron Favila)... Selengkapnya

Liputan6.com, Manila - Sebuah pesawat yang membawa Rodrigo Duterte meninggalkan Manila menuju Den Haag pada Selasa (11/3/2025), setelah penangkapan sang mantan presiden berdasarkan surat perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Menurut ICC, Duterte yang berusia 79 tahun menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan. Operasi pemberantasan narkoba yang digencarkannya diduga menewaskan puluhan ribu orang yang kebanyakan pria miskin dan sering tanpa bukti keterlibatan narkoba.

Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengatakan dalam konferensi pers bahwa pesawat yang membawa Duterte berangkat pada pukul 23.03 waktu setempat.

"Pesawat sedang dalam perjalanan ke Den Haag di Belanda, memungkinkan mantan presiden untuk menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait perang narkoba berdarah yang dilakukannya," kata Marcos seperti dikutip dari CNA, Rabu (12/3).

Duterte ditangkap di bandara internasional Manila pada Selasa, menurut pernyataan istana presiden, setelah Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC.

Putri Duterte yang juga wakil presiden, Sara Duterte, mengaku bahwa ayahnya dibawa secara paksa ke Den Haag.

"Ini bukan keadilan — ini adalah penindasan dan penganiayaan," ungkap Sara.

Sebelumnya, Duterte telah menyampaikan melalui media sosial bahwa dia yakin Mahkamah Agung Filipina akan turun tangan dan mencegah pemindahannya.

"Mahkamah Agung tidak akan menyetujui itu. Kami tidak memiliki perjanjian ekstradisi," katanya di Instagram Live setelah pengacaranya mengajukan petisi.

Seorang juru bicara ICC mengonfirmasi surat perintah penangkapan pada Selasa dan mengatakan bahwa sidang awal akan dijadwalkan setelah Duterte berada dalam tahanan pengadilan.

Sementara para pendukungnya menyebut penangkapan itu "tidak sah", reaksi dari mereka yang menentang perang narkoba Duterte justru penuh sukacita.

Salah satu kelompok yang mendukung para ibu yang kehilangan anggota keluarganya dalam operasi pemberantasan narkoba menyebut penangkapan ini sebagai "perkembangan yang sangat disambut baik".

"Para ibu yang suami dan anaknya tewas karena perang narkoba sangat bahagia karena mereka telah menunggu ini untuk waktu yang sangat lama," kata Rubilyn Litao, koordinator Rise Up for Life and for Rights, kepada AFP.

Sementara itu, organisasi non-pemerintah di Filipina yang bergerak dalam isu hak asasi manusia, Karapatan, mengatakan bahwa penangkapan ini sudah lama tertunda.

Human Rights Watch menyatakan bahwa penangkapan ini adalah langkah penting untuk pertanggungjawaban di Filipina.

Namun, China memperingatkan ICC agar tidak melakukan "politisasi" dan "standar ganda" dalam kasus Duterte, dengan mengatakan bahwa mereka "secara ketat memantau perkembangan situasi".

Promosi 1

Marcos: Pemerintah Hanya Jalankan Tugas

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (Dok. AFP)... Selengkapnya

Penangkapan Duterte di bandara internasional Manila pada Selasa pagi terjadi setelah dia melakukan perjalanan singkat ke Hong Kong.

Dalam pidatonya di hadapan ribuan pekerja Filipina di Hong Kong pada Minggu, dia mengecam penyelidikan terhadap dirinya, menyebut penyelidik ICC sebagai "sons of whores". Namun, pada akhirnya dia mengatakan akan "menerima" jika penangkapan adalah takdirnya.

Filipina keluar dari ICC pada 2019 atas instruksi Duterte, namun pengadilan tersebut menyatakan bahwa mereka memiliki yurisdiksi atas pembunuhan yang terjadi sebelum penarikan dan juga pembunuhan di Davao ketika Duterte menjabat sebagai wali kota, bertahun-tahun sebelum dia menjadi presiden.

ICC memulai penyelidikan resmi pada September 2021. Namun, penyelidikan ini ditangguhkan dua bulan kemudian setelah Manila menyatakan sedang meninjau kembali ratusan kasus operasi narkoba yang menyebabkan kematian di tangan polisi, pembunuh bayaran, dan kelompok yang bertindak sendiri di luar hukum (vigilante).

Kasus ini dilanjutkan kembali pada Juli 2023 setelah panel lima hakim menolak keberatan Filipina soal pengadilan tidak memiliki yurisdiksi.

Sejak itu, pemerintah Marcos telah berkali-kali mengatakan bahwa mereka tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan.

Namun, Wakil Menteri Kantor Komunikasi Presiden Claire Castro pada Minggu mengatakan jika Interpol "meminta bantuan yang diperlukan dari pemerintah, mereka wajib mematuhinya."

Duterte masih sangat populer di kalangan banyak orang Filipina yang mendukung solusi cepatnya dalam menangani kejahatan. Pengaruh politiknya pun tetap besar.

Saat ini dia mencalonkan diri kembali untuk menjadi wali kota di bentengnya, Davao, dalam pemilihan sela pada Mei.

Ketika ditanya pada Selasa apa yang akan dia katakan kepada para pendukung Duterte, Marcos mengatakan bahwa pemerintah hanya menjalankan tugasnya.

"Kami harus memenuhi tanggung jawab kami, terhadap komitmen yang telah kami buat kepada komunitas internasional dan itulah yang terjadi di sini," ujarnya. "Politik tidak ada hubungannya dengan ini."

Duterte, yang mengaku sebagai pembunuh, saat menjabat presiden memerintahkan polisi untuk menembak mati tersangka narkoba jika nyawa mereka terancam dan bersikeras bahwa operasi pemberantasan narkoba itu menyelamatkan banyak keluarga dan mencegah Filipina menjadi "narco-politics state" - merujuk pada suatu negara di mana perdagangan narkoba memiliki pengaruh besar, bahkan mendominasi dalam sistem politik dan pemerintahan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya