Liputan6.com, Jakarta Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan bahwa pemberian vaksin booster atau vaksin ketiga tidak bisa dilakukan pada Januari 2022
“Menurut penglihatan ITAGI, untuk booster mungkin tidak bisa diberikan di bulan Januari (2022) karena kita masih banyak menunggu hasil-hasil (kajian),” katanya dalam Rapat Kerja Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang tayang secara virtual, Selasa (14/12/2021).
Baca Juga
Guna mendapatkan data berbasis bukti (evidence based) untuk menentukan vaksinasi booster pada semua masyarakat, diperlukan penelitian-penelitian sebagai berikut:
Advertisement
-Penelitian seroprevalensi COVID-19 di masyarakat sehat.
-Penelitian vaksinasi booster homologous (vaksin primer dan booster sama) dan heterologous (vaksin primer dan booster berbeda).
“Ini yang akan memberikan jawaban, hasil-hasil penelitian ini akan sangat berguna sebagai dasar kita memberikan booster.”
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Simak Video Berikut Ini
Hasil Lain yang Tengah Digali
Sri menambahkan, terkait booster sebetulnya semua negara memang sedang memikirkan bagaimana pemberiannya. Hal yang paling penting dijawab adalah berapa lama orang akan tahan dengan imunitasnya setelah mendapat vaksin lengkap.
“Beberapa penelitian menyebutkan bahwa semua jenis vaksin kadar antibodinya akan turun kira-kira setelah 6 bulan diberikan.”
Penelitian di Bandung juga menunjukan kadar antibodi menurun pada 6 bulan setelah pemberian vaksin Sinovac 2 kali.
Terkait prioritas penerima vaksin, The Joint Committee on Vaccination and Immunization (JCVI-UK) menganjurkan suntikan ketiga diutamakan untuk kelompok rentan yakni:
-Dewasa 18 tahun ke atas yang menderita komorbid (penyakit penyerta) terutama defisiensi imun atau secara klinis sangat rentan tertular.
-Lanjut Usia (lansia) 65 tahun ke atas termasuk yang tinggal di panti wreda.
-Garda terdepan tenaga kesehatan.
Advertisement
Yang Menjadi Kajian Berikutnya
Menurut Sri, hal yang menjadi kajian berikutnya adalah jarak pemberian antara vaksin primer dosis satu dan dua dengan vaksin booster.
Selain itu, apakah jenis platform vaksin yang digunakan untuk booster sama (homologous) dengan vaksinasi primer atau berbeda (heterologous).
“Ini yang menjadi kajian-kajian kita berikutnya.”
Penelitian menunjukkan, untuk vaksinasi booster homologous, untuk vaksin apapun jika boosternya diberi vaksin yang sama maka akan meningkatkan kadar antibodi.
“Vaksin mempunyai kerja sel memori yang baik, sel memori artinya kalau terkena vaksin booster yang sama maka dia akan meningkat dengan cepat.”
Sementara, untuk heterologous sejauh ini penelitiannya di Jakarta belum selesai. Namun, Rumah Sakit Siloam memantau 125 tenaga kesehatan yang telah mendapat Moderna sebagai booster.
“Mereka kadar antibodinya meningkat signifikan setelah vaksin primer Sinovac dua kali dan booster Moderna 6 bulan kemudian. Ini contoh bahwa heterologous juga bekerja dengan baik.”
ITAGI juga tengah menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) untuk mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat yang khusus untuk booster.
“Karena akan EUA untuk vaksin primer berbeda dengan EUA untuk vaksin booster. Dan kita menunggu kajian hasil uji klinik yang menentukan vaksin yang akan digunakan serta dosisnya apakah full (dosis penuh) atau half dose (setengah dosis).
Infografis Vaksin COVID-19 Booster, Butuh atau Enggak?
Advertisement