Ramadhan di Hagia Sophia, Ketika Ayat Suci Al-Quran Kembali Berkumandang Setelah 88 Tahun

Kembalinya fungsi Hagia Sophia sebagai masjid menghadirkan kesan mendalam bagi umat Muslim dunia, terutama warga setempat.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 25 Apr 2022, 03:30 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2022, 03:30 WIB
Hagia Sophia
Seorang perempuan mengunjungi bagian dalam Hagia Sophia di Istanbul, Turki pada 10 Juli 2020. Sebelum menjadi museum, Hagia Sophia adalah Katedral lalu berubah menjadi masjid saat Kekhalifahan Utsmaniyah pada tahun 1453. (Ozan KOSE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah 88 tahun, adzan kembali berkumandang di Hagia Sophia. Demikian pula dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran yang mengiringi para jemaah melaksanakan sholat tarawih di bangunan bersejarah itu.

"Bersyukur kepada Tuhan. Untuk pertama kalinya dalam 88 tahun, masjid itu... akan kembali menerima jemaah untuk sholat tarawih pada Ramadhan ini," ujar Ali Erbas, kepala Diyanet, suatu badan umum yang bertanggung jawab memantau pelaksanaan ibadah keagamaan.

"Saya akan menyaksikan, dengan izin Tuhan, momen indah ini dengan menjalankan sholat tarawih pertama," tambahnya pada awal Ramadhan, dikutip dari Alarabiya.net.

Kembalinya fungsi Hagia Sophia sebagai masjid menghadirkan kesan mendalam bagi umat Muslim dunia, terutama warga setempat.

Salah seorang warga yang datang ke Masjid Hagia Sophia untuk melaksanakan tarawih adalah Ibrahim Cetin. Pria 50 tahun itu tak kuasa menahan haru.

"Meski tinggal di kota ini selama 30 tahun terakhir, ini merupakan kali pertama saya menjejakkan kaki ke bangunan ini karena ingin sholat tarawih," ujarnya pada Al Jazeera.

Cetin mengungkapkan kegembiraannya, bangunan yang semula dialihkan sebagai museum kini kembali difungsikan menjadi masjid.

"Aku sangat bahagia karena kini Hagia Sophia jadi masjid lagi. Sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata arti momen ini bagiku," tambahnya sambil berkaca-kaca.

Selama bertahun-tahun, Hagia Sophia telah berdiri sebagai simbol utama pertempuran dan pergeseran sejarah: monumen itu menjadi dambaan dan obyek kekaguman kaisar, kaisar, sultan, hingga politisi modern.

Pernah Menjadi Katedral dan Museum

Masjid Hagia Sophia gelar salat tarawih
Ramadhan tahun ini, Masjid Hagia Sophia menggelar tarawih setelah 88 tahun. 

Hagia Sophia pernah menjadi katedral, masjid, museum, lalu kini kembali menjadi masjid setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengumumkan keputusannya pada 2020.

Keputusan Erdogan itu seolah ditandai dengan pelaksanaan sholat pertama di bawah kubah bangunan setinggi langit pada 24 Juli tahun itu.

Langkah Erdogan kembali memfungsikan Hagia Sophia sebagai masjid mendapat banyak kecaman dan dianggap memiliki muatan politik oleh para kritikus.

Salah seorang pengunjung, Nuh Atikoglu menyuarakan pandangan serupa. Baginya, tak masalah apakah Hagia Sophia menjadi masjid atau pun museum.

"Tidak masalah bagi saya apakah itu masjid atau museum. Saya tak terlalu melihatnya berbeda karena di dekatnya pun ada Blue Mosque," ucap Atikoglu.

Menurutnya, keputusan Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid semata-mata untuk mengalihkan perhatian warga Turki dari krisis politik yang tengah berlangsung saat itu.

Alih fungsi Hagia Sophia menjadi masjid, juga dianggap sebagai tuntutan lama kaum konservatif di Turki.

Cetin mengatakan tidak pernah menyangka Hagia Sophia akan kembali menjadi masjid.

"Saya tidak pernah menyangka bahwa Hagia Sophia akan menjadi masjid lagi, tetapi itu adalah monumen milik nenek moyang Ottoman kita,” katanya.

Pernah Jadi Pusat Kebudayaan Bizantium

Pada masa 900 tahun keberadaannya, Hagia Sophia merupakan pusat kebudayaan dan politik Bizantium. Dianggap sebagai keajaiban arsitektur, Hagia Sophia dibangun sebagai basilika untuk Gereja Kristen Ortodoks Yunani pada tahun 537 M pada masa pemerintahan Kaisar Justinian I.

Meski bangunan itu kerap berubah fungsi tanpa mengubah bentuk, maknanya tetap cair. Mencerminkan transformasi politik Turki masa lampau dan modern.

Pergeseran historis yang signifikan terhadap bangunan itu terjadi pada 1453 ketika Sultan Mehmed II berhasil menaklukkan Istanbul. Takjub melihat kemegahan Hagia Sophia, sang sultan mencegah bangunan tersebut dihancurkan. Alih-alih, dia mengubahnya menjadi masjid.

"Mehmed II adalah seorang pemimpin yang sangat intelektual. Ibukan seorang Kristen sehingga dia ingin memimpin pemeluk Kristen di kota. Dan ketimbang menghancurkan Hagia Sophia, dia mengembangkannya," ujar Kya Genc, penulis The Lion and the Nightingale.

Hagia Sophia menjadi simbol kekaisaran dan bangunan suci bagi kekaisaran Ottoman. Bangunan itu berdiri dengan membawa makna seolah sama pentingnya dengan Ka'bah di Mekah dan Kubah Batu di Yerusalem.

 

Interior Hagia Sophia

Perubahan bagian dalam Hagia Sophia pun terjadi selama pemerintahan Ottoman. Hiasan Islami – menampilkan nama-nama Tuhan, Nabi Muhammad, empat khalifah pertama, dan dua cucu nabi – digantung di tiang-tiang di bagian tengah.

Lalu sebuah mihrab, mimbar yang mengarah ke Mekah, dipasang di dinding. Letaknya tepat di bawah Mosaik Theotokos.

Guna lebih memunculkan karakter Islam pada bangunan tersebut, empat menara dan mimbar turut ditambahka sepanjang sejarah di bawah pemerintahan Ottoman.

"Bangunan itu sendiri memengaruhi bangunan yang didirikan kemudian, dengan pembangunan masjid-masjid kekasiran Konstantinopel dan Istanbul. Bentuk, ukuran, kompleks yang dibangin di sekelilingnya memengaruhi konstruksi bangunan keagamaan kekaisaran di seluruh dunia Muslim."

Seiring kemunduran Kekaisaran Ottoman pada awal abad ke-20, Turki menjadi republik sekuler pada 1923. Pergeseran politik dari kekaisaran menjadi republik juga membawa Hagia Sophia pada makna dan fungsinya yang lain yakni sebagai museum pada 1934. Perubahan fungsi Hagia Sophia itu merupakan upaya menjaga bangunan tersebut tetap berdiri. 

 

Peresmian Madrasah di Samping Hagia Sophia

Setelah kembali difungsikan sebagai masjid, mosaik Hagia Sophia kembali ditutupi dengan kain putih. Hiasan-hiasan Islami tetap tergantung, lampu kandelier keemasan menerangi area kolosal, serta karpet warna turquoise menutupi lantai sebagai alas sholat tarawih.

Erdogan tak hanya mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid. Pekan lalu, presiden itu pun membuka kembali pusat pendidikan yang dulu juga dibangun oleh Sultan Mehmed II di samping Hagia Sophia.

Pada masa pemerintahan Mehmed II, Hagia Sophia Fatih Madrassa menjadi madrasah pertama di Istanbul. Namun, bangunan tersebut dihancurkan pada masa era republik.

Erdogan mengatakan dalam peresmian kembali madrasah, pemerintahannya gembira dapat menghadirkan lagi struktur penting kota tersebut yang jejaknya pernah dihapus.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya