Liputan6.com, Bali Indonesia, Vietnam, dan Thailand akan membangun Pusat Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Penyakit Menular ASEAN atau ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED). Komitmen tiga negara ini disampaikan pada "15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings.”
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menekankan, kerja sama membangun ACPHEED untuk menghadapi potensi outbreak atau pandemi di masa depan. Komitmen pembangunan didasarkan pada tiga pilar, yaitu preventif, deteksi, dan respons.
Baca Juga
“Ketiga negara yang sudah memberikan komitmen untuk masing-masing pilar tersebut adalah Vietnam, Thailand, dan Indonesia. Jadi, ketiga negara ini akan bekerja sama dalam satu umbrella (payung) ACPHEED demi mempersiapkan ke depannya, kalau ada potensi pandemi,” beber Budi Gunadi saat konferensi pers "15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings" di Hotel Conrad, Nusa Dua Bali, ditulis Senin (6/6/2022).
Advertisement
“Nah, ini as a region ya—sama-sama satu wilayah ASEAN. Kenapa perlu dibangun ACPHEED? Pandemi ini nanti ke depannya enggak eksklusif di satu negara saja, tapi bisa juga ke negara lain.”
ACPHEED merupakan kesepakatan dari salah satu pertemuan ASEAN Leaders Meeting—Senior Officials’ Meeting on Health Development (SOMHD). Terobosan kesepakatan pada SOMHD inilah menyetujui pembangunan ACPHEED.
“Kita sudah setujui kolaborasi tiga negara ya dan masing-masing akan membangun office-nya (kantor ACPHEED) berdasarkan tiga pilar yang ada di atas,” imbuh Budi Gunadi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mirip dengan CDC AS
Kehadiran ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED), apakah mirip dengan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat (AS)?
Menurut Budi Gunadi Sadikin, ACPHEED bisa dibilang mirip dengan CDC, hanya saja namanya berbeda. Selain persoalan Emergencies and Emerging Diseases, termaktub pula Public Emergency Disease.
“Enggak semua disease (penyakit), karena memang ada tiga pilar tadi, yakni prevention (pencegahan/preventif), detection (deteksi), dan response (respons). Ini adalah semangat ASEAN, kebersamaan,” jelasnya.
“Kita pikir (ACPHEED) tidak hanya di satu negara, tapi tiga negara ini berkolaborasi satu sama lain. Jadi, kantor ACPHEED akan ada di masing-masing tiga negara ini. Misalnya, Indonesia ambil yang (pilar) surveilans. Nah, di kantor di Indonesia nanti, bisa ada orang Thailand berkantor di sana untuk bisa melakukan integrated (integrasi) surveilans.”
Contoh lainnya, Vietnam mau ambil pilar respons. Poin ini sama seperti surveilans. Pada respons, salah satu tindak lanjut di lapangan adalah kebutuhan vaksin dan obat-obatan.
“Misalnya, yang bagian respons itu bagaimana kecukupan vaksin, kemudian obat-obatan seperti apa. Protokol kesehatan nanti bagaimana, juga harus ada dalam pilar respons. Jadi, kantor ACPHEED itu akan ditaruh di satu negara berbeda, tapi tetap kolaborasi,” pungkas Menkes Budi Gunadi.
Adapun ACPHEED sudah dibahas sebelumnya di tingkat ASEAN Leaders dalam pertemuan 37th ASEAN Summit 2020. ACPHEED akan berfungsi sebagai pusat keunggulan dan regional hub untuk memperkuat kemampuan regional ASEAN mempersiapkan, mencegah, mendeteksi, dan merespons kedaruratan kesehatan masyarakat dan penyakit yang muncul.
Chairman’s Statement saat 37th ASEAN Summit menekankan, ACPHEED akan melengkapi sektor kesehatan nasional, pusat nasional untuk pengendalian penyakit (CDC), dan regional lainnya yang relevan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Advertisement
Satu Kawasan ASEAN yang Sama
Hasil komitmen didirikannya ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED) di Indonesia, Vietnam, dan Thailand akan berujung pada implementasi protokol kesehatan dalam satu kawasan yang sama.
“Output-nya (hasil akhir), yang pertama kita tadinya bikin protokol kesehatan sendiri-sendiri. Indonesia bikin sendiri, pakai masker di dalam ruang dan boleh dilepas di luar ruang. Itu nanti yang kita sinergikan. Ya, mungkin bisa kalau satu negara ternyata kasusnya sudah sangat turun ya relaksasi,” Budi Gunadi Sadikin menerangkan.
“Kalau kasusnya lagi naik, ya protokol kesehatannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Sama seperti kita ngomong Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1-3, implementasi aturan pembatasan berbeda-beda, tapi PPKM-nya sama kriterianya.”
Inti dari ACPHEED adalah protokol kesehatan yang akan dibangun tidak dilihat per negara saja, Walaupun secara legal dan kedaulatan negara berbeda, bila dilihat dari sisi epidemiologis, negara-negara ASEAN dalam satu kawasan yang sama, satu kelompok sosial yang sama.
“Pergerakannya yang sangat banyak, misal, Jakarta - Singapura, Jakarta - Malaysia, Singapura - Malaysia secara epidemiologis sebagai suatu entitas epidemiologi yang sama. Oleh karena itu, kita akan mengharmonisasikan protokol kesehatannya juga,” ujar Menkes Budi Gunadi.
“Kalau Indonesia ambil pilar surveilans, contohnya, hanya bisa tes PCR, Singapura hanya tes antigen, lainnya enggak dites sama sekali. Nah itu, kalau kita sudah menjadi satu kawasan epidemiologi yang sama ya enggak bisa begitu. Harus kira-kira ada harmonisasi dari aturannya sama.”
Lebih lanjut, Budi Gunadi memberi contoh, harmonisasi protokol kesehatan yang dimaksud, misalnya aturan di Jakarta mirip dengan Surabaya dan Makassar. “Kira-kira seperti itu, ya memang bedanya, kebijakan masih satu entitas, kedaulatannya sama,” sambungnya.
“Ini diharapkan secara sektor kesehatan bisa dilihat sebagai satu kawasan epidemiologis yang sama. ACPHEED ini akan berlaku secara ASEAN, tetapi utamanya ada di tiga negara yang mengajukan bahwa mereka mau memiliki kantor ACPHEED.”
Hadapi Krisis Kesehatan Masa Depan
Pada saat membuka "15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings”, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, keberlanjutan dari Senior Officials’ Meeting on Health Development (SOMHD) 2020-2021.
“Pada saat yang sama, kita, para Menteri Kesehatan ASEAN perlu melakukan terobosan untuk membangun dan mengoperasionalkan ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED),” ucap Budi Gunadi di hadapan para Delegasi ASEAN.
“Saya optimis, di bawah kepemimpinan Indonesia, kita bersama-sama akan membentuk masa depan ASEAN Health Sector melalui pengembangan ASEAN Post-2015 Health Development Agenda (APHDA) 2021-2025 dan kerangka strategisnya.”
Diharapkan Budi Gunadi, masing-masing negara ASEAN dapat membangun dan mempersiapkan bersama jika sewaktu-waktu menghadapi krisis kesehatan di masa depan.
“Akhirnya, masing-masing dari kita memiliki peran—untuk meletakkan pondasi, mendirikan pilar, membangun dinding dan atap—untuk mempersiapkan krisis kesehatan di masa depan dan membangun arsitektur kesehatan yang lebih kuat,” tuturnya.
Sebagai informasi, pada 37th ASEAN Summit 2020, usulan pembentukan ACPHEED dihasilkan dari Feasibility Study on the Establishment untuk ASEAN Centre for Public Health Emergencies and Emerging Diseases yang didukung oleh Pemerintah Jepang. Pembentukan ACPHEED telah dilaporkan di tingkat ASEAN Leaders serta Japan’s Leader dalam 37th ASEAN Summit and Related Meetings pada 11-15 November 2020.
Advertisement
Pilar Pembentukan ACPHEED
Sesuai yang disepakati pada 37th ASEAN Summit 2020, ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED) mempunyai pilar, yaitu pencegahan, deteksi, dan merespons kesehatan masyarakat darurat dan penyakit emerging.
Pilar Pencegahan mempertimbangkan insiden tingkat regional, pelatihan manajemen, koordinasi jaringan pasokan pengelolaan, perluasan ke tingkat sub-regional, dan pelatihan manajemen insiden.
Pilar Deteksi menyasar pemeriksaan jaringan laboratorium, operasionalisasi regional jaringan laboratorium referensi, program pelatihan laboratorium, keamanan hayati dan keamanan hayati, dan pembangunan kemampuan.
Pilar Surveilans dan Epidemiologi meliputi standardisasi penilaian risiko, infrastruktur data tingkat regional, konsolidasi multi-basis data, pengembangan kemampuan analitik inti, manajemen data dan sub epidemiologi lapangan tingkat nasional.
Pada pilar Respons, ada mekanisme respons cepat, komunikasi risiko di seluruh wilayah terjaga, dan akumulasi risiko praktik terbaik.