Masuk Peralihan Musim, Kemenkes Imbau Waspadai Lonjakan DBD

Memasuki masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, kasus DBD di Indonesia terpantau meningkat.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Sep 2022, 21:08 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2022, 21:00 WIB
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD)
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD). (Photo by FotoshopTofs on Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Memasuki masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, kasus Dengue/DBD di Indonesia meningkat.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) mencatat, sampai Minggu ke 36, jumlah kumulatif kasus konfirmasi DBD dari Januari 2022 dilaporkan sebanyak 87.501 kasus (IR 31,38/100.000 penduduk) dan 816 kematian (CFR 0,93%).

“Secara umum terjadi peningkatan kasus Dengue. Kasus paling banyak terjadi pada golongan umur 14-44 tahun sebanyak 38,96 persen dan 5-14 tahun sebanyak 35,61 persen,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu melalui keterangan pers di Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Ia mengungkapkan penambahan kasus berasal dari 64 kabupaten/kota di 4 provinsi diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.

Kabupaten/Kota yang mencatat kasus DBD tertinggi diantaranya Kota Bandung dengan 4196 kasus, Kabupaten Bandung sekitar 2777 kasus, Kota Bekasi dengan 2059 kasus, Kabupaten Sumedang sekitar 1647 kasus, dan Kota Tasikmalaya dilaporkan sebanyak 1542 kasus.

Maxi mengungkapkan, Kemenkes terus melakukan upaya pengendalian dan pencegahan yang masif dan simultan dengan melibatkan seluruh pihak baik tingkat pusat maupun daerah.

Pada 6 September lalu, Kemenkes melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular telah mengirimkan surat kepada seluruh Kepala Daerah di Indonesia mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota, meminta agar Dinas Kesehatan meningkatkan kewaspadaan dengan aktif melakukan pengendalian Dengue lebih dini dengan cara berikut:

- Melakukan upaya pencegahan dan pengendalian melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J)

Dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus di tempat-tempat umum dan tempat-tempat institusi untuk mencapai Angka Bebas Jentik > 95 %.

“Gerakan ini sebaiknya dilakukan sebelum masa penularan atau peningkatan kasus terjadi,” ujar Dirjen Maxi.

“Pelaksanaanya bisa dilakukan pada titik terendah untuk menekan peningkatan kasus atau Kejadian Luar Biasa (KLB) pada saat musim penularan atau musim penghujan,” imbuh Dirjen Maxi.

 

 

Memperkuat Surveilans

 

Selanjutnya, memperkuat surveilans Dengue/DBD yang dapat dimonitor sebagai alat untuk melakukan kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus serta melakukan respon cepat penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).

- Melakukan pengendalian vektor secara terpadu baik kegiatan program yang dilaksanakan maupun unit atau sektor yang terlibat (pemerintah, swasta, masyarakat).

- Meningkatkan deteksi dini infeksi Dengue di puskesmas dengan memeriksa pasien suspek dengue menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen Dengue NS1 atau RDT Combo. Rapid tersebut dapat digunakan pada suspek Dengue mulai hari 1 – 5 kejadian demam.

- Melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) terhadap setiap kasus Dengue baik suspek (presumtive) Dengue, probable, confirmed.

- Membentuk atau merevitalisasi kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Dengue/DBD di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.

 

Perkuat Regulasi Penanggulangan DBD

- Kegiatan penanggulangan Dengue/DBD dimasukkan dalam kegiatan perencanaan daerah dan memperkuat regulasi penanggulangan Dengue/DBD baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai kepada tingkat desa/kelurahan.

- Penganggaran kegiatan program yang memadai secara berkesinambungan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam penanggulangan Dengue/DBD.

- Tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dalam setiap kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD.

“Upaya pengendalian sejak dini ini, kami harapkan bisa dilaksanakan secara terpadu, masif, total, berkesinambungan dan tepat sasaran agar kasus DBD bisa kita tekan,” kata Dirjen Maxi.

 

Aktif Sosialisasi DBD

Terakhir, Maxi juga meminta agar Dinas Kesehatan aktif melakukan sosialisasi dan edukasi secara sederhana kepada masyarakat seputar tanda, gejala, upaya pencegahan dan penanganan DBD untuk menemukan penderita sedini mungkin serta mengurangi resiko kematian akibat Dengue.

“Penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala Dengue sangat penting agar tidak terjadi keterlambatan di masyarakat untuk menangani penderita dan keterlambatan dalam hal rujukan penderita ke fasyankes,” pungkas Dirjen Maxi.

infografis beda DBD dan Malaria
Apa bedanya DBD dan Malaria?
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya