Menkes Budi Minta Perkuat Deteksi Kanker Payudara Lewat SADARI

Deteksi kanker payudara dapat diperkuat lewat Periksa Payudara Sendiri (SADARI).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 07 Okt 2022, 16:02 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2022, 16:02 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menghadiri puncak peringatan HUT RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta ke-102 Tahun pada Minggu, 21 November 2021. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin meminta agar deteksi kanker payudara dapat diperkuat melalui Gerakan Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Hal ini termasuk salah satu promotif kesehatan untuk menemukan lebih dini kanker payudara.

Permintaan penguatan deteksi kanker payudara tersebut disampaikan Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) Linda Agum Gumelar. Penanganan kanker payudara di Indonesia juga harus diupayakan bersama dengan menggandeng stakeholder terkait.

"Untuk menangani kanker payudara, kita harus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Ya, Pemerintah dengan kebijakannya dan saya lihat sepertinya Pak Menteri Kesehatan (Budi Gunadi Sadikin) sangat concern (perhatian) dengan kanker payudara," ucap Linda saat acara bincang-bincang Menuju 0 (Nol) Penemuan Stadium Lanjut Kanker Payudara di Hotel Mulia Senayan, Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 2022.

"Kami sempat ketemu Beliau (Menkes). Beliau juga minta kepada kami, YKPI, katanya, 'Coba tolong fokus di layanan promotif dengan SADARI.' Akhirnya kami terus kejar soal SADARI ini, pelatihan-pelatihan soal SADARI juga dilakukan."

Upaya deteksi dini kanker payudara juga demi menekan angka kasus diagnosis. Kanker payudara merupakan kanker dengan penderita terbanyak di dunia termasuk Indonesia.

Data yang dihimpun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per tahun 2022, sebanyak 2,3 juta perempuan di dunia didiagnosis kanker payudara dan 685.000 meninggal dunia. Di Indonesia, jumlah kasus baru kanker payudara pada tahun 2020 mencapai 65.858 kasus (16,6 persen) dari total 396.914 kasus kanker, dengan jumlah kematian 22.430 jiwa.

Kendala Penanganan Kanker Payudara

[Fimela] Kanker Payudara
Kanker Payudara | pexels.com/@shvetsa

Linda Agum Gumelar menambahkan, terdapat kendala penanganan kanker payudara. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang luas. 

"Kita lihat Indonesia, jangkauannya luas ya, dari Sabang sampai Merauke. Informasi seputar kanker payudara bisa saja terkendala sampai kepada masyarakat," tambahnya.

"Mungkin informasinya sampai, tapi ditolak untuk menyatakan bahwa mereka ada benjolan yang kemungkinan stadium lanjut. Artinya, ada hal yang harus dilakukan dengan disiplin kemauan untuk SADARI."

Bagi para perempuan yang merasakan adanya benjolan di bawah ketiak atau rasa nyeri di sekitar payudara, tidak perlu cemas. Segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.

"Jangan takut kalau ada benjolan, segera pergi berobat. Karena banyak juga pasien yang telat berobat, ya puskesmasnya jauh, enggak ada biaya," jelas Linda.

"Dan provider-nya delay (lambat) ditangani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). Bisa juga karena kekurangan tenaga kesehatan yang kompeten untuk melakukan deteksi dini, alat sarana dan pasarana kurang. Tentu, semua itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama."

Praktik Periksa Payudara Sendiri

Kanker Payudara
Kanker Payudara (sumber: Pixabay)

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua IV Yayasan Kanker Payudara Indonesia Titien Pamudji menyampaikan, pihaknya menggalakkan penyuluhan dan penanggulangan kanker payudara di Indonesia.

Misi yayasan yang didirikan pada 19 Agustus 2003 ini adalah deteksi dini kanker payudara menjadi bagian dari general check-up hingga pelayanan deteksi dini kanker dapat dilakukan oleh semua rumah sakit.

"Deteksi dini itu perlu banget. Oleh karena itu, kami mengajari bagaimana memeriksa payudara sendiri dan itu kalau dulu hanya sosialisasi. Kini kami mengajari dengan praktik memeriksa payudara sendiri yang dilakukan setiap bulan, hari ke-7 sampai hari ke-10 dari menstruasi pertama," terang Titien di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (5/10/2022).

Titien melanjutkan, upaya tersebut dilakukan pihaknya untuk mengajak masyarakat lebih sadar akan kanker payudara dan telah digaungkan di seluruh Indonesia. Selain itu, YKPI juga memiliki mobil mammografi untuk deteksi dini.

"Memang mobil mammografi ini untuk usia 40 tahun ke atas. Kenapa hanya 40 tahun ke atas? Bagaimana dengan yang muda? Nah, yang muda kita harapkan semua mau periksa payudara sendiri atau SADARI," lanjutnya.

Rumah Singgah untuk Menginap

Ilustrasi pulang ke rumah
Ilustrasi rumah. (Photo by Andrew Neel on Unsplash)

YKPI memiliki pelatihan pendamping pasien kanker payudara bersertifikat atau patient navigator. Walau begitu, tidak mudah berkomunikasi dengan orang yang sedang sakit.

"Oleh karena itu, kami melatih pendamping pasien kanker payudara, sebagian besar memang dari survivor (penyintas)," Titien Pamudji menekankan.

Program lain YKPI adalah Rumah Singgah yang berlokasi di Jalan Anggrek Nelly Murni No. A38, Slipi, Jakarta.

"Kita ketahui Indonesia ini punya rumah sakit rujukan nasional itu baru di Rumah Sakit Kanker Dharmais, sehingga dari daerah-daerah larinya ke Dharmais. Mereka umumnya pakai BPJS dan berasal dari keluarga yang tidak mampu," sambung Titien.

"Jangankan untuk nginap di tempat lain, untuk transpor (ongkos perjalanan) susah, sehingga YKPI membuat Rumah Singgah, ya tidak jauh dari Rumah Sakit Kanker Dharmais bagi Saudara-saudara kita yang membutuhkan pengobatan apalagi harus kemo."

Pasien kanker payudara juga perlu melakukan radiasi yang setiap hari harus ke rumah sakit. Adanya Rumah Singgah YKPI sangat membantu.

"Mereka bisa tinggal di situ, ditemani dengan satu orang pendamping. Mereka dikenakan Rp15.000 untuk satu bulan," tutup Titien.

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya