Jokowi Minta Menkes Budi Siapkan Karantina Khusus Penderita Tuberkulosis

Jokowi meminta Menkes Budi Gunadi Sadikin menyiapkan karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 19 Jul 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2023, 18:00 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Menkes Budi Gunadi Sadikin menyiapkan karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB). (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menyiapkan tempat karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB). Upaya ini agar menekan penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TB.

Penyiapan tempat karantina khusus TB ini, ditegaskan Menkes Budi, termasuk salah satu arahan dari Jokowi. Hal ini juga hasil dari saran Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait TB yang mudah menular.

"Beliau (Presiden) bilang, ini atas saran Pak Menko (Menko PMK) ya, bahwa orang yang kena TB kan menular. Dia kan harus dikasih obat dulu, nah obatnya itu baru dua bulan penuh bisa bereaksi," terang Budi Gunadi usai rapat terbatas di Istana Presiden Jakarta pada Selasa, 18 Juli 2023.

"Sehingga dia berhenti masa infeksiusnya, masa penularannya. Kemudian Bapak Presiden bilang, selama dua bulan itu, coba disiapkan karantina khusus. Tapi kalau bisa deket dengan masing-masing lokasi di mana terjadi tuberkulosis."

Agar Tidak Menularkan ke Keluarganya

Karantina khusus terhadap penderita TB ini juga memastikan agar mereka minum obat.

"Jadi agar dia tidak menularkan keluarganya, dimasukin ke karantina khusus. Saya disuruh kerja sama dengan Menteri PUPR di bawah koordinasi Menko PMK dan dipastikan juga mereka yang kena TB ini minum obat terus," jelas Budi Gunadi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Deteksi Cepat Tuberkulosis

Selanjutnya, arahan Jokowi kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin terkait penanganan tuberkulosis (TB) adalah harus terus menggencarkan deteksi cepat. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum atau tidak terdeteksi TB.

"Di Indonesia, estimasi setiap tahun ada 969.000 masyarakat kita yang terkena TB dan sampai sebelum COVID, paling banyak bisa teridentifikasi 545.000-an, jadi sisanya tuh 400.000 enggak terdeteksi," lanjut Budi Gunadi.

Kerja Sama dengan Mendagri dan Mendes

Upaya mendeteksi TB ini, Budi Gunadi diminta bekerja sama dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT).

"Bapak Presiden memberikan arahannya begini, saya harus kerja sama dengan Pak Mendagri dan Mendes untuk memastikan bahwa deteksi dari seluruh rakyat yang kemungkinan kena tuberkulosis itu harus segera dilakukan, kalau bisa secepat-cepatnya," ucap Menkes Budi.

"Makanya, dapat tuh 969.000 -- yang kena TB -- karena mereka menularkan. Lalu, koordinasi dengan Mendagri, kalau perlu lakukan meeting mingguan."


Penegakan Diagnosis TB

Membahayakan Paru-Paru
Ilustrasi prinsip penegakan diagnosis tuberkulosis (TB) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Credit: pexels.com/Robina

Adapun prinsip penegakan diagnosis tuberkulosis (TB) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Prinsip utamanya, yakni:

  1. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan.
  2. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
  3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi over diagnosis ataupun under diagnosis.
  4. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
Infografis Infografis Yuk Ketahui Perbedaan Karantina dan Isolasi untuk Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Infografis Yuk Ketahui Perbedaan Karantina dan Isolasi untuk Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya