Kematian Akibat Kanker Paru Capai 30 Ribu tapi Diagnosisnya Belum Ditanggung BPJS Kesehatan

Angka kematian akibat kanker paru dapat mencapai 43.900 pada 2030 jika tidak ada peningkatan terhadap diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Nov 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2023, 20:00 WIB
Kematian Akibat Kanker Paru Capai 30 Ribu tapi Diagnosisnya Belum Ditanggung BPJS Kesehatan
Kematian Akibat Kanker Paru Capai 30 Ribu tapi Diagnosisnya Belum Ditanggung BPJS Kesehatan. Foto: Roche.

Liputan6.com, Jakarta November diperingati sebagai Bulan Peduli Kanker Paru Sedunia. Momen ini dimanfaatkan oleh RSUP Persahabatan, CISC, dan Roche Indonesia untuk diskusi terkait akses diagnosis kanker paru.

Seperti diketahui, kanker paru menjadi jenis kanker dengan kasus kematian paling tinggi di Indonesia. Sebanyak 34.783 orang terdiagnosis, dan 30.483 di antaranya meninggal.

Angka kematian dapat mencapai 43.900 pada 2030 jika tidak ada peningkatan terhadap diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru.

Meski angka kanker paru tinggi, tapi hingga kini diagnosis kanker paru belum ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Khususnya untuk pemeriksaan imunohistokimia dan molekuler.

Diskusi terkait masalah ini dinilai penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat soal aksesibilitas terhadap pemeriksaan tersebut. Mengingat, diagnosis berperan penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker paru, menekan angka kasus kematian, dan beban pembiayaan kanker.

Terkait hal ini, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihajnya telah secara aktif menerapkan transformasi sistem kesehatan. Salah satunya dengan mendorong upaya deteksi dini secara terus-menerus.

“Selain meningkatkan kualitas hidup pasien, upaya ini (deteksi dini kanker paru) juga akan memudahkan identifikasi pengobatan yang tepat, sehingga beban pembiayaan perawatan kesehatan dapat tetap dikendalikan,” ujar Nadia dalam diskusi tersebut, Selasa, 28 November 2023.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pemeriksaan Metode Imunohistokimia Masi Menemui Tantagan

Kematian Akibat Kanker Paru Capai 30 Ribu tapi Diagnosisnya Belum Ditanggung BPJS Kesehatan
Kematian Akibat Kanker Paru Capai 30 Ribu tapi Diagnosisnya Belum Ditanggung BPJS Kesehatan (Image by oracast from Pixabay)

Siti Nadia Tarmizi menambahkan, kesadaran masyarakat mengenai pentingnya deteksi dini sudah semakin meningkat.

Meski demikian, pemahaman tentang pemeriksaan dengan metode Imunohistokimia (IHK), terutama bagi pasien kanker paru masih menemui tantangan.

Imunohistokimia adalah suatu metode untuk mendeteksi keberadaan molekul atau berbagai macam komponen yang terdapat di dalam sel atau jaringan. Metode ini menggunakan prinsip reaksi antara antigen dengan antibodi.

“Kolaborasi dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan diharapkan dapat membuka akses tes yang lebih luas bagi masyarakat,” kata Nadia.


Sediakan Pemeriksaan Imunohistokimia Gratis

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pelayanan Medik sekaligus dokter spesialis paru RSUP Persahabatan Erlang Samoedro memberi penjelasan lebih lanjut soal Imunohistokimia.

“Pemeriksaan molekuler dengan PCR untuk deteksi mutasi gen dan pemeriksaan menggunakan metode Imunohistokimia (IHK) untuk melihat ekspresi protein dapat membantu dalam pemilihan terapi lanjutan yang tepat,” kata Erlang.

“Sebagai upaya untuk penegakan diagnosis kanker paru, RSUP Persahabatan bekerja sama dengan Roche Indonesia menyediakan pemeriksaan ALK dan PD-L1 dengan metode Imunohistokimia (IHK) secara cuma-cuma, dan saat ini telah melayani 30–50 pemeriksaan dalam sebulan.”

Dia berharap, pemeriksaan tersebut dapat membantu pasien untuk mendapatkan diagnosis yang terstandar sehingga pengobatan pun lebih cepat dan tepat.


Pemeriksaan yang Dijamin BPJS Kesehatan

Pemeriksaan kanker paru sejak dini amat penting menurut para pembicara. Pasalnya, berdasarkan data terbaru, sebanyak 90 persen pasien kanker paru datang ke dokter setelah mereka memasuki stadium lanjut.

Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penanganan kanker dan meningkatkan risiko kematian pada pasien. Tegaknya pemeriksaan molekuler pada kanker paru sangat menentukan terapi yang optimal.

Sesuai dengan panduan tatalaksana nasional, pemeriksaan molekuler standar yang wajib dilakukan adalah EGFR, ALK, PD-L1 dan ROS-1 untuk KPKBSK (kanker paru bukan sel kecil).  

“Saat ini, baru pemeriksaan EGFR yang telah dijamin oleh BPJS Kesehatan, namun terbatas pada jenis sel tertentu. Sementara pemeriksaan lain seperti ALK, PD-L1, ROS-1 belum dijamin,” kata pakar onkologi toraks RSUP Persahabatan dan Direktur Eksekutif Asosiasi Studi Onkologi Toraks Indonesia (IASTO) Prof. Elisna Syahruddin.

“Angka positif EGFR di Indonesia berkisar 45-50 persen, di mana masih ada sekitar 50 persen pasien BPJS yang mutasinya belum teridentifikasi sehingga kelompok tersebut kemungkinan besar belum mendapatkan terapi sesuai,” tambahnya.

Tentunya, lanjut Elisna, hal ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien. Namun, berdampak pula pada efisiensi biaya pelayanan kesehatan pada kanker paru di BPJS.

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya