Liputan6.com, Jakarta Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo ada dua faktor yang menjadi alasan para remaja melakukan tawuran, yakni internal dan eksternal.
Faktor internal, yaitu fungsi otak yang belum optimal dari remaja membuat mereka kurang dapat memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka juga masih didominasi emosi dalam berperilaku atau mengambil keputusan.
Baca Juga
"Remaja ingin merasa menjadi bagian dari satu kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut maka remaja akan cenderung mengikuti nilai (value) dari kelompok tersebut termasuk jika nilainya mengandung kekerasan," kata Vera mengutip Antara.
Advertisement
Sementara dari faktor eksternal, Vera berpendapat adanya tradisi tawuran di sekolah dan lingkungan. Sekolah dekat dengan lingkungan yang berisiko kekerasan seperti pasar, terminal, tongkrongan geng, menjadi alasan para remaja melakukan tawuran.
Alasan eksternal lainnya termasuk tidak ada pengamanan atau pencegahan di lingkungan dan tidak ada wadah yang dapat menyalurkan energi mereka.
Berbicara fenomena tawuran remaja masa kini, Vera menyoroti adanya peran media sosial yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka salah satunya menjadi perhatian banyak orang.
"Media sosial menjadi alat yang dapat mengakomodir kebutuhan remaja yang cenderung suka terhadap sensasi, ingin dianggap berani, rebel serta keren dan menjadi perhatian orang banyak," kata Vera.
Cegah Tawuran Remaja dengan Dekati Pimpinan Geng
Tawuran yang melibatkan anak dan remaja bisa dicegah melalui pendekatan kepada pimpinannya (group leader)
"Setiap kelompok remaja pasti ada yang paling dominan atau di-look up oleh teman-temannya. Mereka ini didekati dan disalurkan kelebihannya sehingga dia menemukan hal lain yang positif untuk menyalurkan eksistensi dirinya," kata Vera/
Cara lain guna mencegah tawuran yakni dengan mendekati para alumni sekolah yang masih kerap mempengaruhi adik-adik kelasnya untuk tawuran atas nama tradisi.
Dia meyakini upaya mencegah remaja terlibat tawuran ini melibatkan semua pihak yang berada di sekitar remaja itu sendiri termasuk orangtua dan pihak sekolah.
"Bekerja sama dan serentak. Orangtua tidak bisa sendirian, sekolah pun tidak bisa sendirian," kata dia.
Â
Advertisement
Penanganan Kekerasan Tanggung Jawab Bersama
Vera lalu menuturkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) menyatakan bahwa berbagai berbagai pihak perlu dilibatkan untuk mencegah kekerasan, termasuk kekerasan fisik seperti tawuran atau perkelahian massal.
Aturan itu menyebutkan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pemangku kepentingan dan warga satuan pendidikan.
Warga satuan pendidikan meliputi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan dilingkungan satuan pendidikan serta masyarakat yang beraktivitas atau yang bekerja di lingkungan satuan pendidikan.
Sementara itu, orangtua dapat berperan aktif salah satunya dengan cara bergabung menjadi anggota tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK), sebagai perwakilan orangtua di sekolah anak masing-masing.
"Tapi mungkin perlu riset yang menyeluruh tentang sebab dan bagaimana cara pencegahan yang efektif," demikian kata Vera.