Lemak Nabati atau Hewani: Mana yang Lebih Baik untuk Panjang Umur?

Studi terbaru meneliti perbedaan antara lemak nabati dan lemak hewani terhadap harapan hidup seseorang.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 05 Sep 2024, 18:27 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2024, 18:00 WIB
Ilustrasi menu makan pagi, sarapan
Ilustrasi menu makan pagi, sarapan. (Photo by Chris Ralston on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Pola makan yang kaya sayuran, buah, dan makanan berbasis tumbuhan sudah lama dikenal lebih sehat dibandingkan dengan pola makan yang tinggi daging dan produk susu. Namun, dampak dari jenis lemak tertentu pada kesehatan masih terus diteliti.

Studi terbaru meneliti perbedaan antara lemak nabati dan lemak hewani terhadap harapan hidup seseorang.

Para peneliti menemukan bahwa pola makan yang kaya akan buah, sayur, biji-bijian, dan minyak nabati membantu seseorang lebih panjang umur karena melindungi dari risiko kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Menurut WebMD, orang yang mengonsumsi lebih banyak lemak nabati memiliki risiko 9% lebih rendah untuk meninggal karena penyebab apa pun, dan 14% lebih rendah untuk meninggal akibat penyakit kardiovaskular dibandingkan mereka yang mengonsumsi sedikit lemak nabati.

Sebaliknya, konsumsi lemak hewani dari daging, susu, dan telur justru meningkatkan risiko kematian. Orang yang makan lebih banyak lemak hewani memiliki risiko kematian 16% lebih tinggi dan risiko penyakit kardiovaskular 14% lebih tinggi dibandingkan mereka yang makan lebih sedikit lemak hewani.

Studi Jangka Panjang

Studi ini melibatkan lebih dari 400.000 orang yang menjadi bagian dari National Institutes of Health-AARP Diet and Health Study. Mayoritas peserta adalah pria berusia rata-rata 61 tahun, yang diikuti sejak 1995 hingga 2019.

Para peserta mengisi kuesioner tentang kebiasaan makan mereka, termasuk konsumsi makanan nabati (seperti kacang-kacangan dan minyak nabati) serta hewani (seperti daging dan susu).

Selama 24 tahun penelitian, tercatat 185.111 kematian, termasuk 58.526 karena penyakit kardiovaskular. Peneliti membandingkan pola makan mereka untuk melihat kaitannya dengan risiko kematian.

 

Lemak dari Berbagai Makanan

Peneliti juga menganalisis lemak dari berbagai jenis makanan. Misalnya, lemak dari kacang-kacangan tidak berkaitan dengan peningkatan risiko kematian. Namun, lemak dari susu dan telur meningkatkan risiko kematian, sementara lemak dari ikan tidak mempengaruhi risiko tersebut.

Perubahan Pola Makan

Menariknya, mengganti hanya 5% lemak hewani dengan lemak nabati dapat menurunkan risiko kematian hingga 24% dan menurunkan risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 30%.

Walter Willett, MD, profesor di Harvard T.H. Chan School of Public Health, menjelaskan bahwa perubahan pola makan sebaiknya dilakukan lebih awal untuk menghindari penumpukan plak lemak di arteri, yang bisa memicu penyakit jantung.

"Karena plak lemak yang dapat menumpuk di arteri manusia seiring berjalannya waktu, mengubah pola makan dapat memiliki dampak yang sangat berbeda terhadap kesehatan jantung, tergantung pada kapan seseorang melakukan perubahan tersebut,," jelasnya.

Rekan penulis studi sekaligus peneliti senior, Demetrius Albanes, MD, dari National Cancer Institute, menambahkan, “Mungkin diperlukan waktu lama untuk membalikkan plak kardiovaskular,” katanya.

“Jadi sebaiknya ubah pola makan Anda lebih awal, sesuai anjuran dokter, sambil menghindari jenis pola makan yang drastis dan ekstrem.”

 

Keterbatasan Penelitian

Namun, ada kelemahan dalam penelitian ini. Data pola makan yang digunakan hanya diambil dari awal penelitian, sementara banyak peserta mungkin telah mengubah pola makan mereka selama 24 tahun studi berlangsung, yang bisa mempengaruhi hasil.

Selain itu, di tahun 1990-an, lemak trans dari minyak nabati mulai dihilangkan dari makanan. Hal ini bisa mempengaruhi perhitungan manfaat lemak nabati dalam penelitian ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya