Liputan6.com, Jakarta - Memasuki musim hujan, masyarakat perlu mewaspadai penyakit yang sering muncul, salah satunya adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Di tahun 2023, tercatat 114.720 kasus DBD dengan 894 kematian, dan pada minggu ke-43 tahun 2024, jumlah ini meningkat menjadi 210.644 kasus dengan 1.239 kematian di 259 kabupaten/kota di 32 provinsi.
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Yudhi Pramono, menyampaikan bahwa peningkatan kasus DBD terjadi di berbagai daerah, baik yang sudah biasa terjangkit maupun daerah baru.
Advertisement
Baca Juga
"Untuk regional ASEAN saat ini, telah dilaporkan ada kurang lebih 219 ribu kasus, dengan 774 kematian, dan Indonesia sendiri adalah penyumbang terbanyak dari kasus dengue tersebut,” kata dr. Yudhi dalam temu media daring, Kamis (14/11).
Advertisement
Yudhi menyampaikan, peningkatan kasus dipengaruhi oleh perubahan iklim dan fenomena El Nino yang memperluas area sebaran nyamuk pembawa virus.
Untuk mencegah penyebaran Demam Berdarah Dengue, Kementerian Kesehatan terus menggalakkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk, terutama melalui kampanye Satu Rumah Satu Jumantik yang bertujuan menempatkan juru pemantau jentik di setiap rumah.
“Program tersebut juga bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk, terutama jentik nyamuk di berbagai tempat yang biasanya menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, dan gerakan satu rumah satu jumantik juga mengandung pesan untuk pencegahan dan pengendalian dengue dimulai dari rumah,” ungkapnya.
Penurunan Angka Kematian Akibat Dengue
DBD mengalami penyebaran yang makin luas di Indonesia. Di tahun 2024, daerah yang terjangkit mencapai 482 kabupaten/kota. Selain itu, siklus penyebaran DBD yang dulu rata-rata 10 tahun kini menjadi tiga tahun atau lebih cepat.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), dr. Ina Agustina, tren ini menunjukkan bahwa meskipun kasus meningkat, angka kematian DBD per kasus mengalami penurunan.
“Untuk kasus DBD memang cenderung mengalami peningkatan namun untuk angka kematian dibandingkan jumlah kasusnya ini cenderung menurun,” ujar Ina dalam kesempatan yang sama.
Untuk mengatasi DBD, Kemenkes telah menyusun enam strategi nasional, meliputi penguatan pengelolaan vektor nyamuk, peningkatan akses dan mutu perawatan, penguatan surveilans, dan peningkatan partisipasi masyarakat. Selain itu, Kemenkes juga memperkenalkan inovasi terbaru, seperti teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dan vaksin dengue.
“Berbagai upaya penanggulangan dengue telah dilakukan. Jadi, semua kita intervensi, lingkungannya kita intervensi, nyamuknya juga, manusianya juga,” ungkap Ina.PeP
Advertisement
Langkah Antisipasi Dengue di Musim Hujan
Kemenkes juga mengimbau masyarakat untuk melakukan beberapa langkah antisipatif di musim hujan ini:
- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus: Menguras tempat air, menutup rapat penampungan air, mendaur ulang barang bekas, dan memantau tempat potensial perkembangbiakan nyamuk.
- Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J): Setiap rumah menunjuk juru pemantau jentik untuk memastikan tidak ada jentik di rumah.
- Penyuluhan Berkelanjutan: Melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan dan pengenalan gejala DBD.
- Tanggap Cepat Kasus: Fasyankes wajib melaporkan kasus dalam 3 jam untuk segera dilakukan penyelidikan.
- Kolaborasi Pencegahan DBD: Bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kegiatan pencegahan berjalan efektif.
Vaksin DBD juga menjadi intervensi tambahan untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Saat ini, ada dua vaksin yang telah mendapat izin edar di Indonesia yakni Dengvaxia dari Sanofi Pasteur dan Qdenga dari Takeda.