Liputan6.com, Jakarta Bayi prematur dihadapkan dengan berbagai masalah kesehatan salah satunya gastroesophageal reflux disease (GERD).
Menurut dokter spesialis anak RSIA Bunda Jakarta, Ariani Dewi Widodo, hal ini berkaitan dengan kondisi saluran cerna bayi prematur yang berbeda dengan bayi pada umumnya.
Advertisement
Baca Juga
“Saluran cerna bayi prematur itu memang belum berkembang optimal, karena bayinya kan lahir sebelum waktunya. Jadi fungsi yang menggerakan makanan melalui saluran cerna belum matang, sehingga pencernaannya pelan dan terlambat,” kata Ariani melalui rekaman video yang diputar dalam temu media peringatan Hari Prematur Sedunia di RSIA Bunda Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Advertisement
Di sisi lain, enzim-enzim pencernaan bayi prematur juga belum sempurna. Produksinya belum cukup sehingga penyerapan nutrisinya belum efisien.
“Satu lagi, dinding dari saluran cerna atau dinding usus yang harusnya mencegah masuknya bakteri dan protein besar masih sangat tipis, sehingga risiko alergi dan infeksinya menjadi meningkat.”
“Karena fungsi-fungsi ini belum matang, maka bisa terjadi GERD. GERD itu kondisi saat isi lambung, termasuk makanan dan cairan asam, akan naik kembali ke esofagus atau kerongkongan. Ada yang namanya GERD of prematurity, ditandai dengan muntah yang sering, rewel dan tidak nyaman setelah pipis,” jelas Ariani.
Jika GERD Bayi Prematur Dibiarkan
Ariani menambahkan, jika GERD terjadi terus menerus pada bayi prematur dan dibiarkan begitu saja, maka dapat memicu masalah pertumbuhan.
“Apabila dibiarkan, GERD yang terjadi terus-menerus bisa memengaruhi pertumbuhan dan menyebabkan gangguan pernapasan, infeksi esofagus, atau bayi menolak minum.”
Belum matangnya saluran cerna bayi prematur tak hanya bisa memicu GERD tapi juga alergi makanan.
“Kemudian juga penyerapan nutrisinya bisa terganggu, karena gerak saluran cerna dan inti-inti pencernaannya itu belum optimal sehingga bisa terjadi malnutrisi. Ini bisa berdampak pada pertumbuhan bayi, misalnya berat badan turun naik, keterlambatan perkembangan, termasuk perkembangan otak.”
Advertisement
Cegah Bayi Lahir Prematur dengan Rajin Periksa Kehamilan
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak konsultan neonatologi, Adhi Teguh Perma Iskandar menjelaskan bahwa kelahiran bayi prematur bisa dipicu kondisi ibu di masa kehamilan.
“Selain berat lahir dan usia gestasi (periode antara pembuahan hingga persalinan), yang memengaruhi kemungkinan besar komplikasi di atas adalah juga bagaimana ibu selama kehamilannya konsultasi antenatal dengan teratur pada dokter kandungan,” ujar Adhi.
Dalam hal ini, dokter kandungan berperan untuk mempersiapkan calon bayi agar bisa lahir dengan baik. Biasanya dengan memberi arahan untuk konsumsi nutrisi yang baik, injeksi pematangan paru, dijaga agar tidak kena infeksi dan lain sebagainya.
“Belum lagi memerhatikan status gizi ibu, status nutrisi ibu, komplikasi ibu selama hamil seperti hipertensi, diabetes melitus, itu juga memengaruhi persalinan prematur,” papar Adhi.
Penanganan Tepat Waktu Bisa Kurangi Gangguan Jangka Panjang
Bayi prematur kerap memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi ketimbang bayi pada umumnya. Maka dari itu, mereka memerlukan penanganan medis yang lebih intensif dan terarah.
“Keberhasilan perawatan bayi prematur sangat bergantung pada intervensi medis yang tepat waktu, termasuk pemantauan fungsi organ vital dan pertumbuhan fisik yang berkelanjutan,” kata dokter spesialis anak RSIA Bunda Jakarta, dr. I.G.A.N. Partiwi, dalam acara yang sama.
“Setiap tahap dalam perkembangan bayi prematur, dari perawatan di NICU (Neonatology Intensive Care Unit) hingga pemantauan tumbuh kembang, harus dilakukan dengan pendekatan medis yang cermat dan multidisipliner untuk memastikan mereka dapat tumbuh dengan optimal dan mengurangi potensi gangguan jangka panjang,” ucap dokter yang akrab disapa Tiwi.
Advertisement