Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang muncul pertanyaan mengenai hukum seorang bayi muslim yang disusui oleh perempuan non-muslim. Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam, dan apakah ada konsekuensi hukum yang menyertainya?
Berdasarkan sumber dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (www.piss-ktb.com), hukum menyusui dari perempuan non-muslim adalah makruh. Artinya, tindakan ini tidak dianjurkan tetapi tetap sah dalam hukum Islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makruh adalah sesuatu yang dianjurkan untuk ditinggalkan, tetapi tidak berdosa jika dikerjakan. Makruh juga dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak disukai, namun tidak dikenakan hukuman jika dikerjakan.
Advertisement
Meski hukumnya makruh, penyusuan ini tetap menimbulkan akibat hukum, yakni terjadinya hubungan kemahraman. Bayi yang disusui akan memiliki hubungan mahram dengan ibu susuannya, anak-anaknya, dan keturunannya.
Dalam kitab Mausu’ah Kuwaitiyyah, disebutkan bahwa jika seorang muslim disusui oleh perempuan non-muslim dalam jumlah yang memenuhi syarat radha’ah (persusuan yang menyebabkan hubungan mahram), maka berlaku hukum kemahraman sebagaimana pada ibu susuan muslimah.
Artinya, anak yang disusui tetap haram menikahi anak-anak ibu susuannya, cucu-cucunya, dan seluruh keturunannya, sebagaimana berlaku dalam hukum persusuan dalam Islam.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Ulama Sebut Hukumnya Makruh
Pendapat serupa juga dikemukakan dalam kitab Mughni karya Ibnu Qudamah. Dalam kitab ini, disebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal memakruhkan persusuan dengan perempuan yang buruk akhlaknya atau musyrik.
Pendapat tersebut juga didukung oleh dua sahabat besar, Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Mereka menegaskan bahwa susu dapat mempengaruhi sifat anak yang disusui, sehingga dilarang menyusu kepada perempuan Yahudi, Nasrani, atau pezina.
Dalam kitab Al-Mughni, ditegaskan bahwa larangan ini bukan karena batalnya hukum persusuan, tetapi lebih kepada dampak moral dan akhlak yang dikhawatirkan mempengaruhi anak.
Dalam kitab Mausu’ah Kuwaitiyyah, juga dijelaskan bahwa seorang bayi muslim yang disusui oleh non-muslim tetap sah secara hukum syariat dalam hal kemahraman.
Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa hukum persusuan tidak membedakan antara ibu susuan yang muslimah maupun non-muslimah. Selama terpenuhi syarat radha’ah, maka hubungan mahram tetap berlaku.
Namun, alasan utama mengapa hal ini dimakruhkan adalah kekhawatiran terhadap pengaruh buruk dari karakter dan agama ibu susuannya.
Ibnu Qudamah menjelaskan dalam Al-Mughni bahwa karakter dan kebiasaan ibu susuan dapat mempengaruhi akhlak anak yang disusui. Oleh karena itu, Islam mengajurkan agar anak disusui oleh perempuan yang baik agamanya.
Advertisement
Pilihlah Ibu Susuan Muslimah Saja
Pandangan ini juga dijelaskan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang menyebutkan bahwa anak bisa cenderung mengikuti sifat ibu susuannya, termasuk dalam hal keyakinan dan perilaku.
Dalam riwayat lain, Umar bin Abdul Aziz menegaskan bahwa menyusui dari perempuan non-muslim dapat berakibat buruk terhadap kepribadian anak.
Pandangan ini tidak hanya berlaku dalam mazhab Hanbali, tetapi juga didukung oleh mazhab lainnya, seperti Maliki dan Syafi’i, yang menegaskan bahwa hukum persusuan tidak berbeda antara muslim dan non-muslim.
Namun, sebagai bentuk kehati-hatian, dianjurkan untuk menghindari penyusuan dari perempuan non-muslim agar tidak terjadi kecenderungan yang dapat membahayakan akidah anak.
Dalam kehidupan modern, banyak keluarga muslim yang mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memilih ibu susuan untuk anaknya, termasuk aspek agama dan moralitas.
Meskipun tidak ada larangan mutlak dalam Islam, tetapi para ulama tetap menganjurkan agar seorang balita muslim disusui oleh perempuan muslimah untuk menjaga kesucian akidah dan moralnya.
Sebagai kesimpulan, hukum menyusui dari perempuan non-muslim adalah makruh, tetapi tetap sah dalam hukum Islam. Hubungan kemahraman tetap terjadi, tetapi ada kekhawatiran terhadap pengaruh akhlak dan agama ibu susuan terhadap anak.
Bagi umat Islam yang ingin menjaga kesucian agama dan moral anaknya, sebaiknya memilih ibu susuan dari kalangan muslimah yang baik agamanya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
