Aturan Baru Hubungan Kerja selama Pandemi COVID-19, Terkait Upah Hingga PHK

Aturan baru hubungan kerja selama PPKM terkait WFH dan WFO, pemberian upah, dan juga PHK perlu diperhatikan.

oleh Husnul Abdi diperbarui 16 Agu 2021, 19:30 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2021, 19:30 WIB
FOTO: Kurangi PHK, Pemerintah Beri Kelonggaran Pegawai di Bawah 45 Tahun
Pegawai pulang kerja berjalan di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Aturan baru hubungan kerja selama PPKM terkait WFH dan WFO, pemberian upah, dan juga PHK perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menerbitkan aturan yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19. Hal ini khususnya berlaku di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Seperti yang telah disebutkan, aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, menjelaskan, Kepmenaker No.104 Tahun 2021 mencakup 3 hal, yaitu pelaksanaan WFH dan WFO, pemberian upah, dan PHK.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (16/8/2021) tentang aturan hubungan kerja selama PPKM.

Pelaksanaan WFH dan WFO

Kerja dari Rumah atau WFH.
Kerja dari Rumah atau WFH. Unsplash/ Screenpost

Aturan hubungan kerja selama PPKM yang pertama terkait dengan pelaksanaan WFH dan WFO. Pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau Work From Home dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office harus mengikuti beberapa pedoman.

"Dalam Kepmenaker tersebut, kita sampaikan acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja yaitu pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH tetap wajib membayar upah," kata Dirjen Putri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (16/8/2021)

Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja secara WFO, serta pengaturan shifting atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran.

"Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit agar bekerja dari rumah saja," ujar Dirjen Putri.

Pemberian Upah

Ilustrasi Gaji
Ilustrasi Gaji

Aturan hubungan kerja selama PPKM yang kedua terkait dengan pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya.

"Dalam Kepmenaker tersebut, kita sampaikan acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja yaitu pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH tetap wajib membayar upah," kata Dirjen Putri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (16/8/2021)

Selanjutnya, dalam Kepmenaker No. 104 Tahun 2021 ini juga dijelaskan mengenai perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja karena dampak pandemi COVID-19. Di mana pekerja/buruh tetap berhak atas gaji/upah saat dirumahkan.

"Lalu perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja, maka pengusaha dan pekerja dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah," jelasnya.

Selain itu, perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja, yang dihitungkan dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.

Aturan tentang PHK

Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat hingga PHK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Lalu ruang lingkup ketiga yang diatur dalam Kepmenaker 104 Tahun 2021 adalah pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ditegaskan dalam Kepmenaker ini, PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil jika pandemi COVID-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha.

"Tetapi PHK harus jalan paling akhir kalau sudah dilakukan upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja," tegas Dirjen Putri.

Dirjen Putri mengingatkan, jika PHK terpaksa dibuat karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka harus dibuktikan dengan laporan finansial perusahaan bahwa perusahan tersebut sudah tidak mampu.

"Dalam dialog bipartit dengan putusan PHK kiranya melibatkan dinas ketenagakerjaan setempat. Dan jangan lupa hak-hak pekerja ini harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut," pungkasnya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya