Hukuman Mati di Indonesia, Berikut Dasar Hukum, Pelaksanaan, dan Kontroversinya

Hukuman mati di Indonesia tidak bersifat wajib, namun tetap diakui sebagai salah satu ancaman hukuman yang diatur oleh undang-undang.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 27 Mei 2024, 17:50 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2024, 17:50 WIB
20150729-hukuman mati
Ilustrasi hukuman mati.

Liputan6.com, Jakarta Hukuman mati di Indonesia bukanlah konsep baru. Sejak zaman kerajaan, hukuman mati telah dikenal sebagai bentuk hukuman terberat bagi pelanggar hukum. Pada masa lalu, hukuman ini sering dijatuhkan tanpa proses peradilan yang formal, mencerminkan kekuasaan absolut raja atau penguasa setempat.

Hukuman mati di Indonesia tidak bersifat wajib, namun tetap diakui sebagai salah satu ancaman hukuman yang diatur oleh undang-undang. Ini memberikan fleksibilitas kepada hakim untuk memilih menjatuhkan hukuman mati berdasarkan kasus dan situasi tertentu. Hukuman mati di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Jo. Pasal 10 KUHP, dan ketentuan lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang No. 2/PNPS/1964.

Sebelum hakim menjatuhkan hukuman mati, terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Kriteria ini berfungsi untuk memastikan bahwa hukuman mati hanya dijatuhkan pada kasus-kasus yang memang layak menerimanya, dengan pertimbangan yang mendalam dan bukti yang kuat.

Berikut ulasan lebih lanjut tentang hukuman mati di Indonesia yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (27/5/2024).

Dasar Hukuman Mati di Indonesia

Cerita Nenek Penipu Cinta dari Jepang, Bunuh 3 Pasangan di Usia Senja hingga Dijatuhi Hukuman Mati
Ilustrasi kejahatan. (dok. niu niu/Unsplash.com)

Penerapan hukuman mati di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat dan telah mengalami evolusi dari masa ke masa. Pada awalnya, ketentuan mengenai hukuman mati diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini menyatakan bahwa hukuman mati dilakukan oleh algojo dengan metode penggantungan, yaitu mengikat leher terhukum dengan jerat pada tiang gantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya.

Pasal tersebut kemudian diubah dan dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 2/PNPS/1964. Dalam perubahan ini, cara pelaksanaan hukuman mati untuk orang-orang sipil diubah menjadi dengan cara menembak mati. Perubahan ini mencerminkan penyesuaian metode pelaksanaan hukuman mati sesuai dengan perkembangan hukum dan norma-norma yang berlaku.

Dalam Pasal 10 KUHP, hukuman mati termasuk dalam salah satu pidana pokok. Ini menunjukkan bahwa hukuman mati diakui sebagai bentuk hukuman yang fundamental dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Kejahatan yang Diancam Hukuman Mati

KUHPKUHP mencantumkan beberapa jenis kejahatan yang diancam dengan hukuman mati, antara lain.

  1. Pasal 104 KUHP: Makar membunuh kepala negara.
  2. Pasal 111 ayat 2 KUHP: Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia.
  3. Pasal 124 ayat 3 KUHP: Memberikan pertolongan kepada musuh saat Indonesia dalam keadaan perang.
  4. Pasal 140 ayat 4 KUHP: Membunuh kepala negara sahabat.
  5. Pasal 340 KUHP: Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu.
  6. Pasal 365 ayat 4 KUHP: Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih yang mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.

Selain KUHP, hukuman mati juga diatur dalam undang-undang lainnya, seperti:

  1. UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah pidana mati. Ini mencakup pelanggaran yang terkait dengan peredaran narkotika dalam jumlah besar dan jaringan terorganisir.
  2. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi: Pasal 2 ayat 2 mengatur bahwa hukuman mati dapat dikenakan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu, terutama yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar atau dilakukan dalam keadaan bencana.

Prosedur Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia

Ilustrasi hukum, dissenting opinion
Ilustrasi hukum, dissenting opinion. (Image by freepik)

Prosedur pelaksanaan hukuman mati di Indonesia diatur dengan rinci dan hati-hati, mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 4 Perkapolri 12/2010. Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan hukuman mati.

Persiapan

  1. Permintaan Tertulis: Kejaksaan mengajukan permintaan tertulis kepada Kapolda.
  2. Perintah Kapolda: Kapolda memerintahkan Kasat Brimobda untuk menyiapkan pelaksanaan hukuman mati.
  3. Persiapan Personel dan Materiel: Persiapan meliputi personel, materiil, dan pelatihan. Pelatihan mencakup latihan menembak dan gladi pelaksanaan penembakan hukuman mati.

Pengorganisasian

  1. Regu Penembak: Terdiri dari komandan pelaksana, komandan regu, dan anggota regu.
  2. Regu Pendukung: Termasuk tim survei, pengawal terpidana, pengawal pejabat, penyesatan route, dan pengamanan area.

Pelaksanaan

  1. Persiapan Terpidana: Diberikan pakaian putih, didampingi rohaniawan, dan diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri.
  2. Persiapan Regu: Regu pendukung dan regu penembak siap di tempat masing-masing.
  3. Proses Penembakan: Dilakukan secara serentak oleh regu penembak setelah proses persiapan dan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana.

Pengakhiran

  1. Konsolidasi Setelah Pelaksanaan: Pengumpulan peralatan, pengawalan jenazah, dan membersihkan lokasi penembakan.
  2. Perubahan Pidana Mati: Berdasarkan UU baru, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup jika terpidana menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan.

Pelaksanaan hukuman mati dilakukan dengan prosedur yang ketat dan memperhatikan berbagai aspek, termasuk persiapan personel dan materiil, pengorganisasian regu, pelaksanaan penembakan, dan tindak lanjut setelah pelaksanaan. UU baru juga memberikan alternatif untuk mengubah hukuman mati menjadi hukuman lain jika terpidana menunjukkan perubahan perilaku yang positif selama masa percobaan.

Kontroversi Penerapan Hukuman Mati

Main Hakim Sendiri, Lima Orang Warga Malaysia Dapat Hukuman Mati
Ilustrasi kekerasan. Source: beforethecross.com

Hukuman mati selalu menjadi topik kontroversial di Indonesia dan di seluruh dunia. Pendukung hukuman mati berpendapat bahwa hukuman ini diperlukan sebagai bentuk pencegahan dan sebagai hukuman yang setimpal bagi kejahatan yang sangat serius. Akan tetapi, para penentang berargumen bahwa hukuman mati tidak manusiawi dan terdapat risiko kesalahan yudisial yang tidak dapat diperbaiki.

Amandemen kedua UUD 1945 menegaskan hak setiap orang untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Hal ini mencerminkan prinsip hak asasi manusia yang mendasar, bahwa hak untuk hidup adalah hak yang kodrat dan tidak boleh dirampas oleh siapapun. Dalam konteks ini, penerapan hukuman mati masih menjadi perdebatan karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia yang fundamental.

Amnesty International mencatat bahwa sebagian besar negara di dunia telah menentang hukuman mati, menunjukkan bahwa pandangan global terhadap hukuman mati telah berubah seiring perkembangan zaman. Dinamika sosial, politik, dan hukum internasional juga mempengaruhi pandangan terhadap hukuman mati, di mana nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan semakin diperhatikan.

Dalam konteks negara hukum seperti Indonesia, kepastian hukum menjadi sangat penting. Hukum yang konsisten dengan konstitusi, perundang-undangan, dan tuntutan masyarakat menjadi fokus utama. Oleh karena itu, tuntutan untuk mengamandemen UU yang masih memberlakukan hukuman mati menjadi hal yang penting untuk menjaga integritas sistem hukum yang adil dan berkeadilan.

Perkembangan zaman yang semakin maju juga memunculkan pertanyaan tentang relevansi nilai-nilai tradisional dalam penerapan hukuman mati. Seiring dengan evolusi pemikiran dan pandangan filosofis yang berkembang, muncul pertanyaan apakah hukuman mati masih relevan dan efektif dalam mencapai tujuan hukum yang lebih luas, seperti pembinaan dan perbaikan perilaku pelaku kejahatan.

Kontroversi penerapan hukuman mati di Indonesia tidak hanya melibatkan aspek hukum semata, tetapi juga menyoroti nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perubahan sosial yang terjadi. Diskusi yang mendalam dan inklusif perlu dilakukan untuk memahami berbagai sudut pandang dan mencari solusi yang lebih sesuai dengan tuntutan keadilan dan kemanusiaan dalam konteks hukum modern.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya