Liputan6.com, Jakarta Lebaran atau Idul Fitri merupakan momen sakral yang dinantikan umat Muslim di Indonesia. Di balik kemeriahan perayaan modern yang kita kenal saat ini, tersimpan kenangan manis tentang tradisi lebaran jaman dulu yang kaya akan makna dan nilai-nilai luhur warisan leluhur.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, banyak tradisi lebaran jaman dulu yang perlahan mulai ditinggalkan. Perubahan gaya hidup dan cara berkomunikasi modern telah menggeser berbagai kebiasaan yang dulunya menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri.
Advertisement
Artikel ini akan mengajak Anda bernostalgia dan mengenang kembali berbagai tradisi lebaran jaman dulu yang kini mulai jarang dilakukan. Mari kita telusuri bersama bagaimana indahnya perayaan Lebaran tempo dulu yang penuh makna dan kehangatan, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (16/1/2025).
Advertisement
1. Ziarah Kubur, Mengenang dan Mendoakan Leluhur
Ziarah kubur merupakan tradisi lebaran jaman dulu yang memiliki makna mendalam dalam budaya Indonesia. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang atau sesudah Idul Fitri, di mana keluarga bersama-sama mengunjungi makam leluhur untuk mendoakan dan memohon ampunan.
Dalam pelaksanaannya, keluarga akan membersihkan makam, menaburkan bunga, dan berdoa bersama. Momen ini menjadi kesempatan untuk mengingatkan diri akan makna kehidupan dan kematian, sekaligus mengajarkan generasi muda untuk menghormati leluhur dan menjaga hubungan spiritual dengan keluarga yang telah mendahului.
Suasana ziarah kubur saat lebaran sangat khidmat dan penuh makna. Seluruh anggota keluarga, dari yang tua hingga yang muda, berkumpul di makam dengan pakaian rapi dan membawa peralatan pembersih serta bunga tabur. Setelah membersihkan makam, mereka akan duduk bersama mengelilingi makam untuk berdoa.
Sayangnya, tradisi ini mulai jarang dilakukan oleh generasi sekarang. Perubahan pola pikir dan gaya hidup modern membuat banyak orang lebih memilih menghabiskan waktu lebaran dengan aktivitas lain seperti berlibur atau berkumpul di mall. Padahal, ziarah kubur mengandung nilai-nilai penting tentang penghormatan pada leluhur dan refleksi diri.
Advertisement
2. Kartu Ucapan Lebaran, Kehangatan dalam Selembar Kertas
Sebelum era digital mendominasi, mengirim dan menerima kartu ucapan lebaran menjadi tradisi yang sangat dinantikan. Setiap keluarga akan menyiapkan kartu-kartu bergambar indah dengan tulisan tangan berisi ucapan selamat dan permohonan maaf, yang kemudian dikirim melalui pos ke sanak saudara dan kerabat.
Proses pembuatan dan pengiriman kartu lebaran memerlukan persiapan khusus. Orang-orang akan memilih kartu dengan desain yang cantik, menulis pesan dengan hati-hati dan bahasa yang santun, serta mengirimkannya jauh-jauh hari agar sampai tepat waktu. Banyak yang bahkan membuat kartu sendiri dengan hiasan dan kaligrafi yang indah.
Suasana menjelang lebaran dipenuhi dengan antisipasi menerima kartu-kartu ucapan dari berbagai penjuru. Setiap kali tukang pos datang membawa kartu lebaran, ada kebahagiaan tersendiri dalam membaca pesan-pesan yang ditulis dengan penuh kehangatan dan ketulusan.
3. Mengenakan Pakaian Adat, Keanggunan Warisan Budaya
Salah satu tradisi lebaran jaman dulu yang paling memukau adalah kebiasaan mengenakan pakaian adat saat bersilaturahmi. Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat khasnya masing-masing, yang dikenakan dengan bangga saat momen spesial Idul Fitri.
Persiapan mengenakan pakaian adat dimulai jauh-jauh hari sebelum lebaran. Keluarga akan mengeluarkan pakaian adat terbaik mereka, atau bahkan memesan yang baru ke penjahit khusus. Setiap detail pakaian, dari kain hingga aksesoris, dipilih dengan cermat untuk menampilkan keindahan budaya lokal.
Pemandangan warga yang mengenakan pakaian adat saat lebaran menciptakan suasana yang begitu meriah dan bermartabat. Warna-warni cerah dari berbagai jenis pakaian adat memberikan nuansa istimewa pada perayaan Idul Fitri, sekaligus menjadi cara untuk memperkenalkan kekayaan budaya kepada generasi muda.
Namun, tradisi ini mulai memudar seiring masuknya pengaruh fashion modern. Banyak orang kini lebih memilih mengenakan pakaian casual atau formal modern saat lebaran. Selain karena dianggap lebih praktis, perubahan gaya hidup dan preferensi fashion juga membuat pakaian adat semakin jarang digunakan.
Advertisement
4. Pertunjukan Wayang Kulit, Hiburan Penuh Makna
Pertunjukan wayang kulit menjadi salah satu tradisi lebaran jaman dulu yang sangat ditunggu masyarakat. Di malam takbiran, suara gamelan akan berkumandang mengiringi cerita-cerita pewayangan yang sarat akan nilai moral dan pembelajaran hidup.
Persiapan pertunjukan wayang kulit melibatkan banyak pihak dan memakan waktu yang tidak sedikit. Dalang terbaik akan diundang, seperangkat gamelan disiapkan, dan layar pertunjukan didirikan di tempat yang strategis agar bisa dinikmati seluruh warga. Pertunjukan biasanya berlangsung semalam suntuk hingga menjelang subuh.
Suasana di sekitar pertunjukan wayang sangat meriah dan penuh kebersamaan. Warga akan duduk bersama di atas tikar, menikmati cerita wayang sambil berbincang dan menikmati hidangan yang dibawa dari rumah. Anak-anak berlarian di sekitar pertunjukan, sesekali berhenti untuk mengagumi bayangan wayang di layar.
Sayangnya, tradisi ini kini jarang ditemui saat lebaran. Perkembangan teknologi dan hiburan modern telah menggeser minat masyarakat terhadap pertunjukan wayang kulit. Generasi muda lebih tertarik dengan bentuk hiburan kontemporer yang dianggap lebih menarik dan mudah diakses.
5. Menyambut Tamu Tak Terduga, Keramahan Tanpa Batas
Salah satu keunikan tradisi lebaran jaman dulu adalah budaya menyambut tamu yang datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Pintu rumah selalu terbuka lebar untuk siapa saja yang ingin bersilaturahmi, bahkan untuk tamu yang tidak dikenal sekalipun.
Untuk menyambut tamu tak terduga ini, setiap rumah akan menyiapkan hidangan spesial dalam jumlah yang berlimpah. Mulai dari ketupat, rendang, opor ayam, hingga berbagai kue lebaran tradisional akan selalu tersedia di meja. Tuan rumah juga selalu siap dengan minuman hangat untuk disuguhkan kepada tamu yang datang.
Suasana rumah saat menyambut tamu penuh dengan kehangatan dan keakraban. Tidak ada sekat atau formalitas yang membatasi, semua tamu diperlakukan dengan sama ramahnya. Obrolan mengalir natural, dari hal-hal ringan hingga diskusi serius tentang kehidupan.
Kini, tradisi ini mulai bergeser karena perubahan gaya hidup yang semakin individualis. Banyak keluarga yang lebih memilih merayakan lebaran secara privat atau hanya dengan kerabat dekat saja. Kunjungan mendadak sering dianggap mengganggu, dan ada kecenderungan untuk membuat janji terlebih dahulu sebelum berkunjung.
Advertisement
6. Makanan Tradisional Lebaran, Cita Rasa Warisan Leluhur
Lebaran tempo dulu identik dengan hidangan-hidangan tradisional yang dibuat dengan penuh dedikasi. Mungkin sampai hari ini, makanan-makanan ini masih ada di atas meja makan selama lebaran, hanya saja yang unik dari tradisi lebaran jaman dulu adalah bagaimana makanan-makanan itu dipersiapkan. Makanan seperti ketupat, lepet, opor ayam, dan rendang menjadi menu wajib yang dipersiapkan berhari-hari sebelum hari H.
Proses pembuatan makanan lebaran tradisional melibatkan seluruh anggota keluarga. Dari menganyam ketupat dengan janur, menumbuk bumbu-bumbu halus, hingga memasak dalam waktu yang lama, semuanya dikerjakan dengan penuh kesabaran dan ketelitian. Setiap hidangan memiliki filosofi dan makna tersendiri dalam tradisi lebaran.
Suasana dapur menjelang lebaran sangat hidup dan penuh kehangatan. Para ibu dan anak gadis akan berkumpul untuk memasak bersama, sambil berbagi cerita dan pengalaman. Aroma rempah-rempah yang menguar dari dapur menciptakan sensasi lebaran yang khas dan tak terlupakan.
Namun sekarang, banyak keluarga yang lebih memilih membeli makanan jadi atau mengganti menu tradisional dengan makanan modern yang lebih praktis. Kesibukan dan kurangnya waktu untuk memasak menjadi alasan utama. Akibatnya, cita rasa autentik dan makna filosofis dari hidangan lebaran tradisional perlahan mulai hilang.
7. Lepet dan Ketupat, Simbol Maaf yang Terlupakan
Di antara berbagai hidangan lebaran, lepet dan ketupat memiliki posisi istimewa dalam tradisi lebaran jaman dulu. Lepet yang dalam bahasa Jawa bermakna "yen salah ngaku lepat" (jika salah mengaku salah) menjadi simbol permohonan maaf yang mendalam.
Proses pembuatan lepet dan ketupat membutuhkan keterampilan khusus dalam menganyam janur menjadi wadah yang indah. Beras ketan atau beras yang digunakan juga dipilih dengan teliti untuk menghasilkan tekstur yang sempurna. Proses memasak yang memakan waktu berjam-jam dilakukan dengan penuh kesabaran.
Hidangan ini tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga mengandung filosofi mendalam tentang kerendahan hati dan permohonan maaf. Bentuk ketupat yang dianyam rapat melambangkan hati yang tertutup rapat menyimpan kesalahan, yang kemudian terbuka saat dibelah untuk dimakan, melambangkan keterbukaan hati untuk saling memaafkan.
Sayangnya, tradisi membuat lepet dan ketupat secara manual kini mulai ditinggalkan. Kesibukan dan tuntutan efisiensi waktu membuat banyak keluarga lebih memilih membeli yang sudah jadi atau bahkan menggantinya dengan jenis makanan lain. Filosofi dan makna mendalam di balik hidangan ini pun perlahan memudar.
Tradisi lebaran jaman dulu mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara turun-temurun. Meski banyak yang kini mulai ditinggalkan karena perkembangan zaman, penting bagi kita untuk tetap mengenang dan melestarikan esensi dari tradisi-tradisi tersebut.
Perubahan memang tidak bisa dihindari, tetapi kita masih bisa mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi lebaran jaman dulu. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengadaptasi tradisi tersebut sesuai dengan konteks modern tanpa kehilangan makna dan kesakralannya.
Advertisement