Permintaan Naik Saat Puasa, Pertamina Diminta Tambah Stok LPG

Tanda-tanda kelangkaan LPG untuk industri rumah tangga dan konsumsi masyarakat mulai kelihatan di bulan puasa di kawasan timur Indonesia.

oleh Nurmayanti diperbarui 13 Jun 2016, 09:00 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2016, 09:00 WIB
Pertamina Jamin Elpiji 3 Kg Aman Hingga Lebaran
Petugas menata tabung gas elpiji ukuran 3 kg yang akan didistribusikan, Depok, Senin (22/6/2015). Pertamina menjamin pasokan gas elpiji aman hingga menjelang Lebaran 2015. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha  yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta PT Pertamina menambah pasokan Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) di Kawasan Timur Indonesia. Itu karena tanda-tanda kelangkaan  LPG untuk industri rumah tangga dan konsumsi masyarakat mulai kelihatan di bulan puasa.

“Kelangkaan LPG mulai terasa. Ada laporan dari beberapa daerah, misalnya di Sulawesi, LPG mulai langka,” ujar  Wakil Ketua Umum Kadin Kawasan Timur Indonesia Andi Rukman, di Jakarta, Senin (13/6/2016).

Andi mengatakan, kelangkaan LPG ini akibat meningkatnya permintaan industri kecil dan menengah, maupun konsumsi rumah tangga di bulan puasa. Kenaikan permintaan mencapai 40 persen dibandingkan hari biasa. Sementara, pasokan dari Pertamina tidak cukup naik signifikan.

“Tidak sinkron antara permintaan dan pasokan. Soal harga, juga bisa melambung. Tapi yang penting pasokan untuk industri kecil dan menengah ini tetap tersedia,” ujar dia.

Tak hanya itu, minimnya pasokan ini juga karena jaringan distribusi LPG di Kawasan Timur masih sangat minim. Kondisi alam yang berat, infrastruktur rusak, ikut menghambat pasokan LPG ke masyarakat.

Sebab itu, Kadin berharap, pemerintah melibatkan pihak swasta dalam mempercepat pembangunan infrastruktur LPG di KTI.

“Agar, kelangkaan ini bisa segera diatasi dengan cepat, misalnya dalam pembangunan depot, mini storage LPG, SPBE dan sebagainya,” ujar Andi.

Tak hanya elpiji, Andi mengatakan, kenaikan bahan pokok di saat Ramadan di KTI sebenarnya jauh lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Hanya saja, daya adaptasi pelaku usaha dan masyarakat di KTI jauh lebih tinggi.

“Tipikal warga di KTI ini kan tidak mau gampang minta bantuan, gengsinya tinggi. Kalau masih bisa diatasi sendiri. Contoh harga bensin di Papua bisa puluhan ribu per liter, mereka tenang-tenang saja. Tapi coba kalau sudah di sini. Di sini baru naik Rp 300 udah mau rusuh,” tegas dia.

Adapun pemerintah menargetkan, serapan elpiji tahun ini mencapai 6,6 juta metrik ton, meningkat dari alokasi elpiji 3 kg dalam APBN 2015 (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebanyak 5,76 juta ton.

Peningkatan serapan elpiji seiring jumlah penduduk yang terus bertambah. Pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen. Sementara, anggaran alokasi subsidi untuk elpiji 3 kg pada 2013 mencapai Rp 40,3 triliun. Adapun, pada 2014 tercatat sebanyak Rp 47,7 triliun.

Kadin berharap agar penyaluran elpiji, utamanya tabung 3 kg, terus diperluas ke wilayah timur Indonesia. Perluasan ini untuk mendorong program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas. “Misalnya, ke pedalaman Sulawesi, Maluku, Papua, hingga Nusa Tenggara. Bahkan di pesisir pun sangat langka,” ujar Andi. (Nrm/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya