Liputan6.com, Jakarta - Syekh Yusuf Al Qaradawi adalah cendekiawan muslim berpengaruh di dunia. Ia dilahirkan di Mesir pada 1926 dan tinggal di Qatar.
Pada 26 September 2022, Yusuf Al Qaradawi wafat dalam usia 96 tahun. Ucapan duka cita dari beberapa pemimpin negara-negara Islam di dunia menjadi bukti popularitasnya.
Qaradawi dikenal karena pemikirannya yang progresif. Dia juga mendirikan Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) dan juga dikenal karena gerakannya di Ikhwanul Muslimin, yang didirikan oleh Hassan al-Banna.
Advertisement
Selain pemikirannya yang progresif, Yusuf Al Qaradawi juga dikagumi karena penentangannya terhadap gerakan zionis Israel. Belakangan, Qaradawi juga dikenal sebagai pemimpin spiritual gerakan Ikhwanul Muslimin dan menginspirasi gerakan-gerakan 'garis keras' lainnya.
Baca Juga
Karena pemikirannya yang keras ini, Qaradawi masuk daftar hitam berbagai negara. Di antaranya, Austria, Inggris, Tunisia, dan Algeria. Ia juga sempat tidak diperbolehkan memasuki Suriah, Irak, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Salah satu pemikirannya yang kontroversial adalah soal jihad bersenjata dan bom bunuh diri. Secara terbuka, Qaradawi menyerukan jihad untuk menentang pendudukan Palestina oleh Zionis Israel.
Karena pemikirannya yang keras itu, Al Qaradawi juga sempat beberapa kali dipenjara. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin.
Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.
Di luar itu, Syekh Yusuf Al Qaradawi juga dinilai sebagai salah satu ilmuwan Islam kontemporer yang berpengaruh. Setidaknya 120 buku telah ditulis. Dia adalah seorang pemikir yang progresif.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Hafal Al-Qur'an pada Usia 10 Tahun
Yusuf Al Qaradawi lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, dari keluarga ulama. Desa tersebut adalah tempat dimakamkannya salah seorang sahabat Rasulullah SAW, yaitu Abdullah bin Harist RA.
Tertulis di repository.uin-suska.ac.id, ketika berusia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak yatim dia diasuh pamannya, yaitu saudara ayahnya.
Ia mendapat perhatian cukup besar dari pamannya sehingga ia menganggap pamannya itu orangtuanya sendiri. Seperti keluarganya, keluarga pamannya pun taat menjalankan perintah-perintah Allah. Sehingga ia terdidik dan dibekali dengan berbagai ilmu pengetahun agama dan syariat Islam.
Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang taat beragama, Yusuf Qardhawi mulai serius menghafal al-quran sejah usia lima tahun. Bersamaan itu ia juga disekolahkan di sekolah dasar yang bernaung di bawah lingkungan depertemen pendidikan dan pengajaran Mesir untuk mempelajari ilmu umum seperti menghitung, sejarah, kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.
Berkata ketekunan dan kecerdasan Yusuf Qardhawi akhirnya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz dalam usia 10 tahun. Bukan hanya itu, kefasikan dan kebenaran tajwid serta kemerduan qira’atnya menyebabkan ia sering disuruh menjadi imam masjid.
Prestasi akedemik Yusuf Qardhawi pun sangat menonjol sehingga ia meraih lulusan terbaik pada Fakultas Ushuluddin di Universitas al-Azhar Kairo Mesir pada tahun 1952/1953. Kemudian ia melanjutkan pendidikan kejurusan Khusus Bahasa Arab di al-Azhar selama 2 tahun.
Â
Â
Â
Advertisement
Mahasiswa Cerdas
Di sini ia pun mendapat ranking pertama dari 500 mahasiswa lainnya dengan memperoleh ijazah internasional dan sertifikat pengajaran. Pada tahun 1957, Yusuf Qardhawi meneruskan studinya di Lembaga Riset dan Penelitian masalah-masalah arab selama 3 tahun.
Akhirnya ia menggondol diploma di bidang sastra dan bahasa. Seterusnya beliau menyambung usahanya pada peringkat pascasarjana di Fakultas Ushuludin dalam Jurusan Tafsir Hadits di Universitas al-Azhar Kairo Mesir.
Setelah tahun pertama di jurusan Tafsir Hadits, tidak seorang pun yang berhasil dalam ujian kecuali Yusuf Qardhawi. Selanjutnya ia mengajukan tesis deegan judul Fiqh Az-Zakah, ia mengajukan dan berhasil meraih gelar doktor yang baru direngkuhnya pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.
Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu.
Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar.
Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.
Tim Rembulan