Pendapat Ulama hingga Dalil Menyikat Gigi Saat Berpuasa Ramadhan

Banyak orang yang merasa bimbang ketika menyikat gigi dalam kondisi seseorang sedang berpuasa. Namun, jika tidak menyikat gigi, risiko bau mulut menjadi ketakutan bagi sebagian orang yang menjalankan puasa.

oleh Panji Prayitno diperbarui 11 Mar 2023, 17:04 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2023, 13:00 WIB
Pendapat Ulama Hingga Dalil Menyikat Gigi Saat Berpuasa Ramadhan
Ilustrasi Menyikat Gigi Terlalu Kuat Credit: pexels.com/Diana

Liputan6.com, Jakarta Umat muslim perlu menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Termasuk tetap menjaga kebersihan di sela aktivitas puasa.

Salah satunya adalah menyikat gigi saat bulan suci Ramadhan yang menjadi sebuah dilema tersendiri. Banyak orang yang merasa bimbang ketika menyikat gigi dalam kondisi seseorang sedang berpuasa.

Namun jika tidak menyikat gigi, resiko bau mulut menjadi ketakutan bagi sebagian orang yang menjalankan puasa. Di sisi lain, bau mulut saat menjalankan ibadah puasa adalah surga dunia.

Sementara itu, terdapat silang pendapat di kalangan ulama dalam konteks menyikat gigi saat puasa. Menurut Imam Syafi’i sendiri, membiarkan bau mulut saat berpuasa dimulai sejak tergelincir matahari hingga terbenam merupakan sebuah kesunnahan.

Bahkan ada keistimewaan (fadhilah) tersendiri daripada menghilangkannya. Berbeda dengan sebagian ulama Syafi’i sentris, seperti Syekh ‘Izzuddin bin Abdissalam as-Sulami (660 H), misalnya.

Ia justru berpendapat, lebih afdal membersihkan mulut daripada membiarkannya dalam keadaan bau. Bila diamati, sebenarnya para ulama kita tidak lagi membincangkan mana yang baik dan yang tidak baik.

Secara umum, silang pendapat ini terbagi dua yaitu pendapat yang memakruhkan siwak bagi yang berpuasa, dan pendapat yang menganjurkannya.

Kelompok yang memakruhkan, di samping berdalil dengan hadis khaluf (tentang bau mulut) di atas, juga diperkuat dengan hadits riwayat Khabbab Ibnu al-Art, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إذا صمتم فاستاكوا بالغداة ولا تستاكوا بالعشي فإنه ليس من صائم تيبس شفتاه إلا كانتا نورا بين عينيه يوم القيامة Artinya,

“Apabila kalian berpuasa, bersiwaklah di pagi hari, dan jangan bersiwak di waktu sore. Karena siapa pun yang berpuasa, sementara dua bibirnya kering, maka di hari kiamat keduanya akan bersinar di antara dua matanya” (HR al-Baihaqi). (Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, juz 1, hal. 327).

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Saksikan video pilihan berikut ini: 

Pendapat Ulama

Bukankah sebuah penghormatan bila menemui seorang mulia dengan aroma napas segar nan harum? Apalagi saat menghadap sang pencipta semesta dengan segala kemuliaan dan keagungan-Nya? Pasti jauh lebih baik.

Inilah yang dikenal pakar ushul fiqh dengan qiyas aulawi. Sebuah hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berbunyi:

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة

Artinya, “Kalau saja aku tidak memberatkan umatku, niscaya pasti kuperintahkan mereka untuk bersiwak di setiap shalat” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sementara pendapat yang menganjurkan, dikuatkan dengan dalil, di mana Abu Ishaq Ibrahim bin Baithar al-Khawarizmi bertanya kepada ‘Ashim ihwal hukum bersiwak saat puasa di pagi dan sore hari. Berikut redaksi lengkapnya (dalam kitab, juz, dan halaman yang sama):

أيستاك الصائم أول النهار وآخره؟ قال نعم، قلت: عمن؟ قال: عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم

Artinya, “Apakah orang puasa boleh bersiwak di pagi dan sore hari? ‘Ashim menjawab, ‘Iya’. ‘Dari siapa?’ tanya Abu Ishaq. ‘Dari Anas bin Malik yang ia terima dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,’ jawab Anas” (HR Abu Ishaq Ibrahim al-Khawarizmi).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya