Gus Baha Tegaskan Tahlilan Bukan Tradisi Lokal, Ini Landasan yang Diakui di Skala Dunia

Gus Baha menyatakan, tahil itu bukan tradisi lokal, namun tradisi muslim dunia, begini penjelasan lengkapnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2024, 08:30 WIB
Gus Baha tiktok
KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah pengajian yang videonya diunggah di kanal YouTube @InY0ng215, Gus Baha mengangkat isu seputar tahlilan.

Dalam video tersebut pemilik nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim ini menolak keras jika mengirim doa kepada mayit atau tahlil adalah tradisi lokal.

Gus Baha menekankan bahwa tahlilan bukanlah sekadar tradisi lokal, melainkan memiliki landasan yang diakui dalam skala internasional atau dunia.

Gus Baha memulai ceramahnya dengan menjelaskan bahwa Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, memberikan perspektif yang mendukung kebolehan tahlilan.

"Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa membaca Al-Quran dan mendoakan mayit melalui Yasin, Fatihah, atau tahlil adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam," ujarnya.

Menurut Gus Baha, penting untuk memahami bahwa pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim mengakui keabsahan tahlilan.

"Pandangan beliau tentang qiroatul Quran untuk mayit menunjukkan bahwa tahlilan memiliki akar yang mendalam dalam tradisi Islam," tambahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Ini:


Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim

6 Potret Fitri Carlina di Momen Tahlilan Meninggalnya Stevie Agnecya
ilustrasi tahlilan(sumber: Instagram/fitricarlina)

Gus Baha menegaskan bahwa melalui pemahaman yang mendalam terhadap pandangan Ibnu Taimiyah, umat Islam dapat menilai tahlilan sebagai bagian dari ibadah yang sah dan diterima di mata agama.

"Seringkali ada persepsi bahwa tahlilan hanya sebagai ritual lokal yang tidak memiliki dukungan dari ulama kelas dunia. Namun, Ibnu Taimiyah membuktikan sebaliknya," paparnya.

Gus Baha juga mengajak umat Islam untuk menghargai pandangan ulama besar seperti Ibnu Taimiyah dalam menjalankan ibadah sehari-hari.

"Kita perlu memahami bahwa tahlilan bukan sekadar tradisi, tetapi memiliki dasar yang kokoh dalam ajaran Islam," jelasnya.

Dalam konteks ini, Gus Baha menyoroti bahwa penting untuk menjaga agar pemahaman terhadap tahlilan tidak terbatas pada pandangan lokal atau regional saja, melainkan melihatnya dalam perspektif yang lebih luas sebagai bagian dari tradisi Islam yang diakui secara global.


Tahlilan Wujud Kepedulian

Netizen Indonesia Kirimkan Ungkapan Terima Kasih Pada Guru SD yang Temukan Eril
Ilustrasi seseorang tengah berdoa. (Sumber foto: Pexels.com)

"Tahlilan harus dipahami sebagai bagian dari warisan keilmuan Islam yang melintasi batas-batas geografis," tegasnya.

Beliau juga menekankan bahwa pandangan Ibnu Taimiyah membuktikan bahwa tahlilan bukanlah amalan yang terpinggirkan dalam skala internasional, melainkan diakui sebagai bagian dari upaya umat Islam untuk memperkuat spiritualitas dan koneksi dengan alam baka.

"Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa amalan seperti tahlilan adalah wujud dari penghormatan kepada mayit dan ibadah yang diterima di hadapan Allah SWT," sambungnya.

Dengan demikian, Gus Baha memberikan sudut pandang yang mendalam tentang pentingnya memahami tahlilan dalam konteks internasional, bukan sekadar sebagai tradisi lokal.

"Semoga kita dapat mengambil hikmah dari pandangan Ibnu Taimiyah untuk menjalankan ibadah dengan penuh keyakinan dan pemahaman yang mendalam," pungkasnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya