Liputan6.com, Jakarta - Masalah sah atau tidaknya wudhu sering kali menjadi pertanyaan di kalangan umat Muslim, terutama ketika menghadapi situasi tertentu. Salah satunya adalah keberadaan tinta yang sulit dihilangkan dari kulit. Bagaimana sebenarnya hukum Islam memandang hal ini?
Buya Yahya, Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon, memberikan penjelasan mendalam mengenai persoalan ini. Menurutnya, hal pertama yang harus dipahami adalah prinsip dasar wudhu, yaitu air harus sampai ke kulit tanpa adanya penghalang.
Advertisement
"Jika ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke kulit kita, maka wudhunya tidak sah," tegas Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya. Penjelasan tersebut dikutip dari kanal YouTube @biyishiam_media.
Advertisement
Dalam tayangan video tersebut, Buya Yahya menjelaskan lebih lanjut tentang apa saja yang bisa dianggap sebagai penghalang. Ia memberikan contoh seperti solasi atau tipe-x yang jelas-jelas menghalangi air untuk menyentuh kulit. Dalam kondisi seperti ini, wudhu dianggap tidak sah.
Namun, ia juga menegaskan bahwa tidak semua benda yang menempel di kulit termasuk kategori penghalang. "Misalnya henna atau tinta yang sudah kita gosok tetapi tetap meninggalkan bekas hitam, itu bukan penghalang. Karena hitamnya hanya sisa warna saja, bukan benda yang menghalangi air," ujar Buya Yahya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan pentingnya memahami sifat suatu benda sebelum menganggapnya sebagai penghalang wudhu. Hal ini sering kali menjadi kesalahpahaman di kalangan umat. Ia mencontohkan, ada orang yang mengira minyak pada kulit dapat menghalangi air.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Persoalan Benda Cair yang Menjadi Penghalang
"Coba perhatikan, minyak itu sebenarnya cair. Kalau kamu pernah kena minyak tanah, air seolah-olah tidak sampai ke kulit. Padahal, minyak cair tidak menghalangi air untuk meresap," tambahnya. Penjelasan ini memberikan kelegaan bagi mereka yang ragu akan hal tersebut.
Buya Yahya juga membedakan antara benda cair dan benda padat. Menurutnya, benda cair seperti minyak atau bahan sejenisnya tidak termasuk dalam kategori penghalang. Sebaliknya, benda padat yang menempel di kulit, seperti cat atau lem, bisa menghalangi wudhu jika tidak dibersihkan.
Ketelitian dalam memahami hukum Islam terkait wudhu sangat penting untuk memastikan ibadah diterima. Buya Yahya menyarankan umat untuk tidak terburu-buru menyimpulkan suatu benda sebagai penghalang tanpa mengetahui sifat aslinya.
“Semua benda cair tidak menghalangi air. Bahkan jika benda itu seperti minyak yang terlihat menyelimuti kulit, air tetap bisa menyentuh permukaan kulit,” tegasnya. Pengetahuan ini menjadi panduan praktis bagi umat dalam menjaga keabsahan wudhunya.
Buya Yahya juga mengingatkan agar umat berhati-hati dengan benda padat yang melekat erat di kulit. Hal ini sering terjadi tanpa disadari, misalnya pada pekerja yang bersinggungan dengan cat atau bahan kimia lain.
Benda padat seperti cat yang sulit dihilangkan memang dapat menjadi penghalang air. Untuk itu, Buya Yahya menyarankan agar sebelum berwudhu, umat membersihkan benda-benda tersebut sebaik mungkin.
Selain itu, tinta yang biasa digunakan sehari-hari menjadi contoh yang sering dipertanyakan. Buya Yahya menjelaskan, tinta yang sudah digosok tetapi tetap meninggalkan bekas tidak termasuk penghalang. "Yang terpenting, tidak ada lapisan benda yang menutup kulit," katanya.
Advertisement
Keseimbangan Syariat dan Kemudahan Ibadah
Pendekatan ini mencerminkan keseimbangan antara syariat dan kemudahan dalam beribadah. Buya Yahya juga menekankan bahwa Islam tidak mempersulit umatnya dalam beribadah, selama prinsip dasarnya dipahami.
Penjelasan ini sekaligus menjadi jawaban bagi mereka yang selama ini ragu apakah tinta atau benda cair lain dapat memengaruhi sahnya wudhu. Dengan memahami sifat benda, umat dapat lebih tenang dalam menjalankan ibadah.
Sebagai penutup, Buya Yahya mengingatkan bahwa kebersihan adalah kunci utama dalam berwudhu. Selain membersihkan benda yang dianggap penghalang, niat dan pemahaman yang benar juga tidak kalah penting.
Konteks penjelasan Buya Yahya ini sangat relevan, terutama bagi umat Islam yang sering menghadapi situasi serupa dalam kesehariannya. Ceramahnya tidak hanya memberikan pencerahan, tetapi juga menumbuhkan rasa tenang dalam menjalankan ibadah.
Buya Yahya menegaskan kembali bahwa tinta atau henna yang hanya meninggalkan bekas warna bukanlah penghalang. Dengan demikian, umat tidak perlu khawatir selama air tetap dapat menyentuh kulit.
Pengetahuan ini menjadi bekal penting bagi umat Islam dalam memastikan sahnya wudhu. Buya Yahya berharap, umat semakin teliti dan bijak dalam memahami hukum wudhu agar ibadah menjadi sempurna.
Pendekatan yang disampaikan oleh Buya Yahya ini menunjukkan betapa luasnya pemahaman dalam Islam. Ia mengajak umat untuk selalu mencari ilmu dan memastikan ibadah dilakukan dengan benar sesuai tuntunan syariat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul