Liputan6.com, Jakarta - Dalam Al-Qur'an, terdapat ayat yang mengungkap keistimewaan Allah sebagai Tuhan yang tidak terkena kantuk maupun tidur. Ayat ini tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 255, atau yang lebih dikenal sebagai Ayat Kursi.
لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ
La ta'khudzuhu sinatuw wala naum
Advertisement
Artinya: "Allah tidak mengantuk dan tidak tidur." (QS Al-Baqarah: 255). Ayat ini menjadi penegasan bahwa kekuasaan Allah tidak terbatasi oleh kelemahan manusiawi seperti kantuk atau tidur.
Advertisement
Dalam sebuah pengajian, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Rembang, Jawa Tengah, mengungkapkan cerita menarik terkait ayat tersebut. Ceramah tersebut dirangkum dari video yang tayang di kanal YouTube @agusmujib_.
Gus Baha menyebutkan bahwa Nabi Musa AS pernah bertanya kepada Allah SWT mengenai alasan Allah menjelaskan sifat-Nya dengan ungkapan tidak mengantuk dan tidak tidur. Pertanyaan ini menunjukkan rasa ingin tahu Nabi Musa tentang keistimewaan yang Allah miliki sebagai Tuhan semesta alam.
Allah tidak langsung menjawab pertanyaan Nabi Musa. Sebagai gantinya, Nabi Musa AS diberi sebuah tugas untuk menjaga kaca yang sangat tipis. "Coba kamu pegang kaca ini, jaga baik-baik," ujar Gus Baha menirukan perintah Allah kepada Nabi Musa.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Jika Mengantuk Alam Semesta Hancur, Ini Analoginya
Namun, tak lama setelah memegang kaca tersebut, Nabi Musa merasakan kantuk. Ketika akhirnya terlelap sejenak, kaca yang dijaganya pecah. "Kamu itu gitu saja ngantuk," lanjut Gus Baha mengisahkan dialog Allah kepada Nabi Musa.
Menurut Gus Baha, dari peristiwa ini Nabi Musa menyadari betapa pentingnya sifat Allah yang tidak mengantuk dan tidak tidur. Jika Tuhan semesta alam terkena kantuk meskipun hanya sejenak, bisa dibayangkan bagaimana kacaunya alam semesta.
"Kamu bayangkan kalau saya yang jadi Tuhan, sedikit saja ngantuk, alam semesta bisa rusak semua," ucap Gus Baha sambil tersenyum. Penjelasan ini mengingatkan betapa tidak terbatasnya sifat Allah dibandingkan makhluk-Nya.
Gus Baha juga menyampaikan, manusia biasa seperti rektor, guru, atau pemimpin terkadang mengantuk. Hal tersebut wajar karena mereka bukan Tuhan. "Kalau ngantuk sedikit, ya enggak apa-apa. Salah, ya enggak apa-apa," tambah Gus Baha sambil berkelakar.
Namun, berbeda dengan manusia, Allah adalah Tuhan yang sempurna. Ketiadaan rasa kantuk dan tidur adalah wujud sifat Allah yang tidak pernah meninggalkan tugas-Nya sebagai pemelihara seluruh makhluk.
Melalui cerita ini, Gus Baha ingin mengajarkan hikmah di balik sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam Ayat Kursi. Pemahaman ini sekaligus menguatkan keyakinan bahwa Allah selalu menjaga dan memelihara alam semesta tanpa pernah lelah.
"Makanya kalau kita salah, kita enggak perlu terlalu takut selama kita berusaha memperbaiki diri. Karena kita ini manusia biasa, bukan Tuhan," ujar Gus Baha, memberikan pesan penuh makna kepada para jamaahnya.
Advertisement
Memahami Sifat Allah SWT Melalui Ayat Kursi
Dengan gaya khasnya yang santai dan penuh guyonan, Gus Baha berhasil membuat jamaah memahami konsep berat dengan cara sederhana. Penjelasan ini juga menjadi pengingat agar manusia bersyukur memiliki Tuhan yang sempurna.
Ayat Kursi sendiri sering disebut sebagai ayat yang memiliki banyak keutamaan. Salah satunya adalah menjadi penguat keimanan kepada Allah yang Maha Kuasa dan tidak pernah lalai.
Melalui kisah Nabi Musa ini, Gus Baha mengingatkan bahwa Allah adalah pemimpin sejati yang tak pernah lengah. Hal ini berbeda dengan manusia yang wajar melakukan kesalahan atau merasakan lelah.
"Kalau anak buah salah, ya biasa. Namanya juga manusia. Tapi kalau Tuhan salah, alam semesta bisa hancur," ujar Gus Baha dengan nada guyon. Kalimat ini sontak membuat jamaah tertawa.
Menurut Gus Baha, memahami sifat Allah melalui Ayat Kursi juga menjadi cara untuk memperkuat rasa tawakal. Sebab, dengan meyakini bahwa Allah tidak tidur, manusia akan merasa aman berada di bawah penjagaan-Nya.
Selain itu, Gus Baha mengingatkan agar manusia selalu bergantung kepada Allah dalam segala urusan. "Karena hanya Allah yang tidak pernah salah, tidak pernah lupa, dan tidak pernah lengah," tutup Gus Baha dalam ceramahnya.
Kisah ini tidak hanya mengandung pelajaran teologis, tetapi juga menginspirasi manusia untuk menerima keterbatasan diri dengan rendah hati. Gus Baha berhasil mengemas pelajaran berat menjadi kisah yang ringan namun sarat makna.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul