Mengenal Koleksi Kain Adati Indonesia, dari Songket hingga Ulos di Adiwastra Nusantara 2019

Jangan khawatir karena Adiwastra Nusantara 2019 berakhir, Anda bisa melihat koleksi ternama yang ditampilkan di bawah ini.

oleh Putu Elmira diperbarui 25 Mar 2019, 09:45 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 09:45 WIB
Adiwastra Nusantara
Koleksi Darwina Pontjo Sutowo dalam Adiwastra Nusantara (Liputan6.com/Adinda Kurnia)

Liputan6.com, Jakarta - Adiwastra Nusantara 2019, sebuah pemeran kain adati terbesar di Indonesia berakhir pada Minggu, 24 Maret 2019. Para peserta dan perajin yang tersebar di seluruh Indonesia telah menghadirkan ragam kain di Hall A dan B di Jakarta Convention Center, Jakarta.

Mereka memerkan kain adati terbaik dari daerah masing-masing. Menariknya, di hari akhir pemeran ini masih banyak masyarakat yang berkunjung untuk membeli atau sekedar melihat pemeran Adiwastra. Bagi Anda yang belum sempat mampir ke Adiwastra Nusantara 2019, berikut koleksi ternama yang memenuhi pameran.

Koleksi Songket dari Darwina Pontjo Sutowo

Koleksi songket dari Darwina Pontjo Sutowo tampil dalam pemeran Adiwastra Nusantara 2019. Berbagai songket mulai dari songket Palembang hingga Yogya memenuhi pameran dengan sangat indah. Songket sendiri berasal dari istilah sungkit yang berasal dari bahasa Melayu dan bahasa Indonesia yang memiliki arti mencungkil atau mengait.

Dari cara pembuatannya kain tenun dikaitkan dan diselipkan dengan benang emas. Istilah menyongket berarti menenun dengan benang emas dan perak. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, sebagai destar atau tanjak, dan hiasan kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang biasanya dipakai oleh Sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu.

Ulos Koleksi Torang Mt Sitorus dan Devi Luhut Pandjaitan

Adiwastra Nusantara 2019
Ulos Koleksi Torang Mt Sitorus dan Devi Luhut Pandjaitan (Liputan6.com/Adinda Kurnia)

Kolektor ulos, Torang Mt Sitorus tertarik pada ulos semenjak usianya masih sangat muda. Ia mulai mengumpulkan berbagai jenis ulos bagus dari berbagai daerah di Tano Batak, hingga saat ini ia memiliki 300 lebih kain ulos. Melalui kain ulos yang dipamerkan dalam Adiwastra Nusantara 2019, pria asli Batak ini ingin mengajak masyarakat baik Batak maupun non-Batak untuk mengenal Ulos Batak yang indah.

Di mana dalam ulos tersebut terdapat nilai-nilai seni dan filosofi berharga. Masyarakat Indonesia harus lebih menghargai dan menghormati karena ulos merupakan produk kebudayaan Batak bernilai tinggi. Ulos memegang peran sangat penting dalam kehidupan masyarakat etnis Batak, karena digunakan pada hampir semua aktivitas sosial dan ritual adat-istiadat.

Digunakan sebagai sarana dan simbol dalam segala upacara adat, mulai dari adat kelahiran, perkawinan, kematian, dan berbagai ritual adat yang lain. Ada pepatah adat Batak Toba mengatakan "Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangait ni holong" yang artinya, "Ijuk jadi pengikat pada batang, ulos jadi pengikat kasih sayang".

Batik Sudagaran Surakarta Koleksi Hartono Sumarsono

Adiwastra Nusantara 2019
Batik Sudagaran Surakarta koleksi Hartono Sumarsono (Liputan6.com/Adinda Kurnia)

Batik Sudagaran motifnya tidak mengikuti ketentuan motif batik Keraton. Batik tersebut diperdagangkan oleh para saudagar atau dibuat di pembatikan para saudagar. Untuk memenuhi permintaan pasar, mereka selalu berusaha meningkatkan mutu batik yang mereka jual sehingga banyak batik Sudagaran yang sangat halus.

Ketika kebutuhan Keraton akan batik sudah melampaui yang bisa dihasilkan sendiri, Keraton pun memesan batik-batik dari luar yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Dalam pemeran Adiwastra Nusantara Batik Saudagaran Surakarta yang dipamerkan adalah koleksi dari Hartono Sumarmo. Berbagai motif dan warna batik Sudagaran ditampilkan dalam satu tempat di mana dipadukan dengan beberapa koleksi bernuansa Jawa seperti patung, guci, dan hiasan ruangan.

Koleksi Batik Sri Harta

Adiwastra Nusantara 2019
Koleksi Batik Sri Harta, batik Dodot Kampuh (dok.Liputan6.com/ Adinda Kurnia)

Tata rias busana adat pengantin Jawa Solo atau Surakarta merupakan wujud karya budaya yang penuh makna filosofi tinggi. Salah satunya yang menarik adalah pemakaian batik dodot kampuh. Tradisi tata rias busana ini terinspirasi dari busana para bangsawan dan raja keraton Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, Jawa Tengah. Busana Pengantin Solo memiliki dua gaya yaitu Solo Puteri dan Solo Basahan.

Pada gaya busana pengantin Solo basahan mempelai wanita menggunakan kemben sebagai penutup dada, kain dodot atau kampuh dengan motif alas-alasan (tumbuhan hutan), kain cinde warna sekar abrit (merah) dengan panjang 3,5 meter, udet semacam selendang kecil bercorak cinde, yang fungsinya untuk ikat pinggang.

Panjang udet kira-kira 2,5 meter lebarnya 1,25 meter. Stagen semacam ikat pinggang yang terbuat dari kain tenun, dan panjangnya lebih 5 meter. Kain tersebut terpajang dalam koleksi yang dipamerkan di Adiwastra Nusantara 2019. (Adinda Kurnia Islami)

Saksikan video pilihan di bawah:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya