Liputan6.com, Jakarta - Industri kreatif yang dipenuhi oleh anak-anak bangsa sebagai pelaku di dalamya, kerap kali melahirkan karya dan produk yang mengundang decak kagum. Begitu pula soal penciptaan jam tangan lokal yang tak hanya bicara fungsi, tetapi ada esensi dan filosofi.
Sebut saja Eboni Watch, merek jam tangan kayu lokal yang dicetuskan oleh Afidha Fajar Adhitya pada 2014. Pria asal Klaten, Jawa Tengah ini awalnya memiliki ketertarikan pada jam tangan kayu khususnya ketika mengetahui eksistensi beberapa merek lokal lain kala itu.
"Mereka jual masih dengan harga tinggi, lalu saya kepikiran menyasar market menengah dan membuat Eboni dengan target menengah ke bawah," kata Afidha selaku founder Eboni Watch kepada Liputan6.com, Jumat, 25 Oktober 2019.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan survei yang ia lakukan, jam tangan kayu kurang nyaman dan terkesan besar di tangan. Afidha akhirnya riset untuk membuat desain jam tangan kayu yang enak dipakai sekaligus dinamis. Kisaran harga jam tangan kayu Eboni antara Rp500 ribu hingga Rp700 ribu.
"Kami pakai kayu berkualitas yaitu rosewood, kayu dari limbah pabrik gitar, kayu yang diolah suara (kualitasnya) di atas furnitur. Selain itu juga pakai kayu maple. Beberapa kali kayu eboni langka dan juga dilindungi, jadi kami gunakan rosewood," tambahnya.
Saat awal membuka usaha, Afidha mengakui belum begitu terasa persaingan head to head. Mengingat kala itu, antusias belum sebesar kini, tetapi lebih kepada masih edukasi pasar.
"Eboni berkomitmen di target pasar menengah dengan produk yang worth it tidak pricey tetapi tidak murahan. Semua tipe produk sudah waterproof," ungkap Afidha.
Bukan head to head, persaingan di dalam negeri ditanggapi justru kepada pertemanan. Ia tidak mengambil pasar dan menyebut diferensiasi itu perlu, bukan rivalitas.
"PR brand Indonesia lebih pada value produk baru. Inspirasi budaya ada pada tipe Jomblang dari landscape gua vertikal dengan desain semirip mungkin," jelasnya.
Bahkan, Eboni mampu membuktikan kualitas dengan berhasil meraih tiga apresiasi di ajang Indonesia Good Design Selection 2019 yang digelar Kementerian Perindustrian. Eboni Jomblang meraih good design, Eboni Cakra masuk best 20, dan people's choice.
Ada pun proses produksi dilakukan di Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Pengerjaan jam tangan ini bukan dengan mesin CNC yang dikatakan Afidha terlampau mahal, tetapi dengan mesin bubut.
"Jadi semua pengerjaan homemade, keunggulannya low maintenance, efektif dan efisien. Tiga orang pekerja bisa mengerjakan 300 pieces satu bulan. Kami menekankan efektivitas dan saya develop pribadi," jelasnya.
Afidha menuturkan, 1--2 tahun pertama, ia sempat menggunakan vendor namun terkadang tidak konsisten dalam hal waktu. Kekecewaan itu yang akhirnya memunculkan niat Afidha untuk produksi sendiri.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masuk Pasar Luar Negeri
Tak hanya harum di Tanah Air, Eboni Watch juga telah melebarkan sayap di kancah internasional. Bahkan, langkah ini terjadi saat Afidha membuka usaha Eboni pada 2014 lalu.
"Pertama usaha 2014 langsung dikirim ke Afrika Selatan. Tidak ada retail ke sini dan gantinya ada beberapa yang mengirim langsung ke Asia, Amerika, Australia, Afrika," ungkap Afidha.
Ada pula distributor retailer di Bali yang menyuplai dan membawa Eboni Watch ke Eropa. Afidha mengungkapkan ada dua tipe pembeli yang menyukai jam buatannya.
"Pertama mereka yang suka desain seperti jam-jam dengan kayu rosewood dan yang kedua, memang mereka kolektor," tambahnya.
Konsumen Asia seperti Jepang, dikatakan Afidha lebih menyukai jam tangan kayu dengan bahan kayu maple. Ternyata, ada alasan di balik hal tersebut.
"Di Jepang (kayu maple) dilarang dibuat industri. Mereka juga suka desain yang minimalis. Kalau Indonesia yang fungsional," kata Afidha.
Bukan tanpa tantangan dan "pekerjaan rumah" bagi kelangsungan Eboni Watch. Penjualan pun masih menjadi fokus utama Afidha hingga kini.
"Kita menghindari persaingan intens. Pasar Eboni mengarah ke offline dan berusaha militan seperti militansi branding ponsel yang selalu ada di televisi," tambahnya.
Eboni saat ini telah membuka store di berbagai wilayah di Indonesia seperti di Jakarta, BSD, Semarang, Surabaya, Bali, Padang, Makassar, Solo, dan ada tiga di Yogyakarta. Afidha telah menargetkan untuk membuka 25 store hingga akhir tahun.
Advertisement
Usung Budaya Nusantara
Salah satu jam tangan lokal yang telah melangkah ke mancanegara adalah Wish Watch. Jam tangan ini sempat dibawa komika Pandji Pragiwaksono dalam Pragiwaksono World Tour di lima negara yakni Indonesia, Filipina, China, Jerman, dan Belanda pada September 2018 hingga Januari 2019.
"Dengan budaya Nusantara yaitu batik, Wish hadir dengan model simpel, elegan, dan water resistant 50 meter. Strap dari kulit sapi asli dan batik," ungkap Chairul Anwar, Spv Operation Watch Studio kepada Liputan6.com.
Chairul menyebut, kualitas jam tangan lokal bersaing dengan produk luar negeri. "Hal ini kita lihat dari spesifikasi produk, standarisasi, dan fashion-nya," lanjutnya.
Jam tangan yang hadir pada 2016 tersebut dibanderol dengan harga Rp1.980.000. "Saat membeli Wish Watch, customer mendapat dua strap yaitu batik dan kulit asli," tambah Chairul.
Wish Watch terbuat dari stainless steel 316 sebagai raangka, genuine leather, sekaligus teknologi Japan movement. Teknologi tersebut untuk memastikan kualitas ketepatan waktu.